Munte, Karo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 40:
 
Konon, pesta sekampung tersebut sebegitu meriahnya sehingga lama perayaannya sampai enam hari dimana setiap hari mempunyai makna yang berbeda.
* Hari pertama, ''cikor-kor''.
:Hari tersebut merupakan bagian awal dari persiapan menyambut merdang merdem yang ditandai dengan kegiatan mencari ''kor-kor'', sejenis serangga yang biasanya ada di dalam tanah. Umumnya lokasinya di bawah pepohonan. Pada hari itu semua penduduk pergi ke ladang untuk mencari ''kor-kor'' untuk dijadikan lauk makanan pada hari itu.
* Hari kedua, ''cikurung''.
:Seperti halnya pada hari pertama hari kedua ditandai dengan kegiatan mencari ''kurung'' di ladang atau sawah. ''Kurung'' adalah binatang yang hidup di tanah basah atau sawah, biasa dijadikan lauk oleh masyarakat Karo.
* Hari ketiga, ''ndurung''.
:Hari ketiga ditandai dengan kegiatan mencari ''nurung'', sebutan untuk ikan, di sawah atau sungai. Pada hari itu penduduk satu kampung makan dengan lauk ikan. Ikan yang ditangkap biasanya ''nurung mas'', lele yang biasa disebut ''sebakut'', ''kaperas'', belut.
* Hari keempat, ''mantem'' atau ''motong''.
:Hari tersebut adalah sehari menjelang hari perayaan puncak. Pada hari itu penduduk kampung memotong lembu, kerbau, dan babi untuk dijadikan lauk.
* Hari kelima, ''matana''.
Hari:''Matana'' artinya hari puncak perayaan. Pada hari itu semua penduduk saling mengunjungi kerabatnya. Setiap kali berkunjung semua menu yang sudah dikumpulkan semenjak hari ''cikor-kor'', ''cikurung'', ''ndurung'', dan ''mantem'' dihidangkan. Pada saat tersebut semua penduduk bergembira. Panen sudah berjalan dengan baik dan kegiatan menanam padi juga telah selesai dilaksanakan. Pusat perayaan biasanya di alun-alun atau biasa disebut los, semacam balai tempat perayaan pesta. Acara disitu dimeriahkan dengan gendang guro-guro aron dimana muda-mudi yang sudah dihias dengan pakaian adat melakukan tari tradisional. Perayaan tidak hanya dirayakan oleh penduduk kampung tetapi juga kerabat dari luar kampung ikut diundang menambah suasana semakin semarak. Pada hari itu pekerjaan paling berat adalah makan. Karena setiap kali berkunjung ke rumah kerabat aturannya wajib makan.
* Hari keenam, ''nimpa''.
:Hari itu ditandai dengan kegiatan membuat ''cimpa'', makanan khas Karo, biasa disebut lepat. ''Cimpa'' bahan dasarnya adalah tepung terigu, gula merah, dan kelapa parut. ''Cimpa'' tesebut biasanya selain untuk hidangan tambahan setelah makan. Tidak lengkap rasanya merdang merdem tanpa kehadiran ''cimpa''. Untuk kecamatan lain di Tanah Karo kegiatan ''nimpa'' diganti dengan ''ngerires'' yaitu acara membuat ''rires'' yang dalam bahasa indonesia disebut lemang. ''Cimpa'' atau lemang daya tahannya cukup lama, masih baik untuk dimakan meski sudah dua hari lamanya. Oleh karena itu ''cimpa'' atau ''rires'' cocok untuk dijadikan oleh-oleh bagi tamu ketika pulang.
* Hari ketujuh, ''rebu''.
:Hari tersebut merupakan hari terakhir dari serangkaian pesta enam hari sebelumnya. Pada hari tersebut tidak ada kegiatan yang dilakukan. Tamu-tamu sudah kembali ke tempat asalnya. Semua penduduk berdiam di rumah. Acara kunjung-mengunjungi telah selesai. Pergi ke sawah atau ladang juga dilarang pada hari itu. Seperti halnya arti ''rebu'' itu sendiri yang artinya tidak saling menegur, hari itu adalah hari penenangan diri setelah selama enam hari berpesta. Beragam kesan tinggal melekat dalam hati masing-masing penduduk kampung. Hari besok telah menanti untuk kembali melakukan aktifitas sebagaimana hari-hari biasanya.
{{Kabupaten Karo}}