Tuanku Imam Bonjol: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 35:
Dalam MTIB, terefleksi ada rasa penyesalan Tuanku Imam Bonjol atas tindakan kaum Paderi atas sesama orang Minang dan Mandailing. Tuanku Imam Bonjol sadar, perjuangannya sudah melenceng dari ajaran agama. ''"Adopun hukum Kitabullah banyak lah malampau dek ulah kito juo. Baa dek kalian?"'' (Adapun banyak hukum Kitabullah yang sudah terlangkahi oleh kita. Bagaimana pikiran kalian?), ungkap Tuanku Imam Bonjol seperti tertulis dalam MTIB (hal 39).
 
Penyesalan dan perjuangan heroik Tuanku Imam Bonjol bersama pengikutnya melawan Belanda yang mengepung [[Bonjol]] dari segala jurusan selama sekitar enam bulan (16 Maret-17 Agustus 1837) juga dapat menjadi apresiasinya akan kepahlawanannya menentang penjajahan<ref>Kompas 10/11/2007 Oleh Suryadi, Dosen dan Peneliti pada Opleiding Talen en Culturen van Zuidoost-Azië en Oceanië, Universiteit Leiden, Belanda</ref>. — seperti rinci dilaporkan De Salis yang berjudul '''Akhir Perang Paderi: Pengepungan dan Perampasan Bonjol 1834-1837'''<ref>De Salis, 2004, ''Het einde Padri Oorlog: Het beleg en de vermeestering van Bondjol 1834-1837: Een bronnenpublicatie'', Amsterdam: De Bataafsche Leeuw, 59-183.</ref>.
 
Belanda menyerang benteng kaum Paderi di Bonjol dengan tentara yang dipimpin oleh jenderal dan para perwira Belanda, tetapi yang sebagian besar terdiri dari berbagai suku, seperti [[Jawa]], [[Madura]], [[Bugis]], dan [[Pulau Ambon|Ambon]]. Dalam daftar nama para perwira pasukan Belanda adalah Letnan Kolonel Bauer, Kapten MacLean, Letnan Satu Van der Tak, dan seterusnya, tetapi juga nama ''Inlandsche'' ([[pribumi]]) seperti Kapitein Noto Prawiro, Indlandsche Luitenant Prawiro di Logo, Karto Wongso Wiro Redjo, Prawiro Sentiko, Prawiro Brotto, dan Merto Poero.