Balocci: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Mfaridwm (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Mfaridwm (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 6:
Kata “Balocci” secara harfiah diduga berasal dari kata “Ballo Kecci”, yang berarti arak kecut. Menurut H. Andi Muin Dg Mangati (Tokoh Masyarakat Balocci), Dahulu daerah ini merupakan tempat asal para pemberani (to-barani - tobarani) yang mempunyai kebiasaan minum arak (anginung ballo’), sabung ayam (assaung jangang / massaung manu), judi (abbotoro’). Kebiasaan ini adalah kebiasaan umum masyarakat pada masa itu. Tidak disebut seseorang itu pemberani jika tidak melakoni kebiasaan – kebiasaan tersebut diatas. Para pemberani di Balocci itu mendapatkan julukan “Koro – korona Balocci”, karena kebiasaan yang terkenalnya meminum “Ballo Kecci” dan memang ballo’ yang terkenal di Balocci pada masa itu adalah Ballo Kecci. (Makkulau, 2008).
Pada masa itu berkembang cerita---semacam sumpah---bahwa jika sudah tidak ada “Koro – korona Balocci” di Balocci maka ada tiga hewan yang juga tidak bolah berbunyi di Balocci. Tiga hewan itu ialah tokke’, jala’ dan bukkuru’. Sampai sekarang ketiga hewan ini tidak pernah terdengar di daerah Balocci, malahan menurut penduduk setempat jika mereka ke daerah (kecamatan) lain kemudian mendengar suara tokke’, maka suara tokke’ tersebut seketika akan berhenti jika dikatakan, “nia tau Balocci anrinni”. (Makassar : Ada orang Balocci disini) atau “engka’ to-Balocci koe” (Bugis : Ada orang Balocci disini). (Makkulau, 2008).
Versi lain sehubungan dengan cerita[[tradisi tutur]] atau [[oral tradition]] ini adalah menurut M. Taufiq S Dg Palopo ialah jika ada keturunan [[Tobarani]] Balocci (Koro-korona Balocci) yang tinggal di luar Balocci kemudian melihat burung jala’ maka burung jala’ tersebut tidak akan berumur lama (paling lambat dua hari setelah dilihat maka burung tersebut sudah mati). Entah benar atau tidak, yang pasti cerita ini telah berkembang menjadi semacam mitos atau legenda tentang Tobarani Balocci, barangkali hal ini berkaitan dengan “pengetahuan tertentu” atau kesaktian yang terwariskan secara turun temurun. (Makkulau, 2008).
 
=== Sejarah Kekaraengan Balocci ===
 
Kekaraengan Balocci dikepalai oleh seorang [[Karaeng]], didampingi oleh 9 Kepala Kampung, 5 diantaranya bergelar Karaeng, seorang bergelar [[Sullewatang]] dan 3 orang bergelar [[Gallarang]] (Benny Syamsuddin, Bulletin KKSS : 1989). Kesembilan kampung dalam wilayah kekaraengan Balocci tersebut ialah Balocci, Padang Tangngaraja, Padang Tangngalau, Bulu – bulu, Birao, Bantimurung, Malaka, Lanne dan Tondongkura. (Makkulau, 2005). Awalnya Lanne dan Tondongkura mengakui kekuasaan [[Karaeng Labakkang]], kemudian kekuasaan Gowa dan Bone. Kedua kampung itu merupakan sebuah persekutuan hukum tersendiri dan mempunyai arajang yang terdiri dari selembar bendera yang dinamai “BolongngE”. (Benny Syamsuddin, Bulletin KKSS : 1989 dalam Makkulau, 2008).
 
Kampung Lanne dan Tondongkura itu merupakan sebuah persekutuan hukum tersendiri. Ketika Labakkang mengakui kekuassan [[Kerajaan Gowa]], Lanne dan Tondongkura menggabungkan diri dalam kekuasaan [[Kerajaan Bone]]. Arajangnya terdiri dari selembar bendera dan sebilah kelewang, baru sewaktu ada Controleur ditempatkan di Camba , yaitu pada tahun 1862, Lanne dan Tondongkura dimasukkan ke dalam kekuasaan Kekaraengan Balocci. Sementara Kampung Bantimurung dan Malaka didirikan oleh anggota keluarga dari Karaeng Balocci. Yang merupakan Hadat Balocci adalah Galla’ Bulu – Bulu, Galla Padangtangaraja dan Galla Balocci. Arajang dari Balocci terdiri dari selembar petaka merah yang dinamai “Calla’ka” yang berasal dari Gowa. Demikian [[Notitie]] Goedhart dan Abdur Razak Daeng Patunru mencatatnya.(Benny Syamsuddin, Bulletin KKSS : 1989 dalam Makkulau, 2005).
 
Sampai saat ini, tidak didapatkan keterangan atau sumber informasi yang dapat menuturkan perjalanan sejarah kekaraengan Balocci ini, paling tidak mulai dari Karaeng Balocci I sampai Karaeng Balocci VI. Menurut H Andi Muin Daeng Mangati, sebelum Karaeng Tinggia (Karaeng Balocci IX) memerintah, yang masih sempat dikenal ialah Karaeng Ammoterang Dg Pabali (Karaeng Balocci VII) dan Daeng Pabeta (Karaeng Balocci VIII). Karaeng Balocci sebelum ketiga karaeng ini sudah tidak terlacak nama, pemerintahan dan tempat wafatnya. Karaeng Ammoterang Dg Pabali dikenal sebagai karaeng Balocci yang selalu membangkang terhadap Pemerintah Belanda dan akhirnya dibuang ke Selayar . Penggantinya adalah saudaranya sendiri, Daeng Pabeta. (Makkulau, 2008).
 
Karaeng Tinggia sendiri memerintah sebelum tahun 1881. Karaeng ini digantikan oleh menantunya, Karaeng Pattoddo, oleh karena Karaeng Tinggia ini tidak mempunyai putera, hanya mempunyai anak dua orang puteri, yaitu Karaeng Tompobalang dan Karaeng Basse Donggo. Puteri pertama, Karaeng Tompobalang inilah yang dikawinkan dengan Karaeng Pattoddo (Karaeng Balocci X), yang memerintah selama 30 tahun, dari tahun 1881 – 1911 yang mana pada periode kekuasaannya masih berjalan pemerintahan Bila – Bila Pitue dan Lebbo TengngaE (Camba).(Makkulau, 2008)
Di masa pemerintahan Karaeng Pattoddo, dia sempat melaporkan Controleur (Petero Pangkajene) karena menebang dan mengambil 40 Pohon Cendana di wilayah Tonasa (Kawasan situs prasejarah Sumpangbita sekarang). Karaeng Pattoddo mengajukan gugatan ke pengadilan dan akhirnya Petero tersebut divonis mengganti kerugian sebesar 1 (satu) ringgit perak per satu pohon. Tiada berselang lama dengan peristiwa terbunuhnya Petero Camba yang berujung pada pembubaran pemerintahan di Camba dan wilayahnya digabungkan dengan Onderafdeeling [[Maros]], termasuk Balocci. Selama kurang lebih 2 (dua) tahun, karena faktor pertimbangan wilayah, Balocci kemudian digabung dengan Onderafdeeling pangkajene.
 
Karena Controleur Pangkajene masih ada dendam terhadap Karaeng Pattoddo akibat peristiwa ganti rugi penebangan Pohon Cendana di Balocci maka Petero Pangkajene ini mengupayakan agar Karaeng Pattoddo secepatnya diganti yang mana penggantinya diangkat bukan dari keturunannya. Pemerintah Hindia Belanda kemudian memilih dan mengangkat [[Karaeng Balocci]] dari kalangan kepala – kepala kampung / gallarang yang dinilai memiliki pengaruh dan kelebihan kepemimpinan dibanding dari yang lainnya, dan akhirnya terpilihlah Gallarang Tondongkura, H A Kadir Daeng Matteppo sebagai Karaeng Balocci XI.
Di masa pemerintahan Karaeng Pattoddo, dia sempat melaporkan Controleur (Petero Pangkajene) karena menebang dan mengambil 40 Pohon Cendana di wilayah [[Tonasa]] (Kawasan situs prasejarah Sumpangbita sekarang). Karaeng Pattoddo mengajukan gugatan ke pengadilan dan akhirnya Petero tersebut divonis mengganti kerugian sebesar 1 (satu) ringgit perak per satu pohon. Tiada berselang lama dengan peristiwa terbunuhnya Petero Camba yang berujung pada pembubaran pemerintahan di Camba dan wilayahnya digabungkan dengan Onderafdeeling [[Maros]], termasuk Balocci. Selama kurang lebih 2 (dua) tahun, karena faktor pertimbangan wilayah, Balocci kemudian digabung dengan Onderafdeeling pangkajenePangkajene. Namun karena Controleur Pangkajene masih ada dendam terhadap Karaeng Pattoddo akibat peristiwa ganti rugi penebangan Pohon Cendana di Balocci maka Petero Pangkajene ini mengupayakan agar Karaeng Pattoddo secepatnya diganti yang mana penggantinya diangkat bukan dari keturunannya. Pemerintah Hindia Belanda kemudian memilih dan mengangkat [[Karaeng Balocci]] dari kalangan kepala – kepala kampung / gallarang yang dinilai memiliki pengaruh dan kelebihan kepemimpinan dibanding dari yang lainnya, dan akhirnya terpilihlah Gallarang Tondongkura, H A Kadir Daeng Matteppo sebagai Karaeng Balocci XI. (Makkulau, 2008).
Peralihan kekuasaan kekaraengan Balocci dari Karaeng Pattoddo kepada HA Kadir Daeng Matteppo ditandai pula peralihan pengendalian pemerintahan kekaraengan oleh Pemerintah [[Hindia Belanda]]. Terhitung mulai Tahun 1916, Balocci dimasukkan sebagai salah satu dari lima district adatgemeenschap (kekaraengan) dalam wilayah Onderafdeeling Pangkajene, yaitu [[Pangkajene]], Balocci, [[Labakkang]], [[Ma’rang]] dan [[Segeri]]. Hal ini didasarkan pada Recht-gemeenschapen (peraturan – peraturan hukum) Onderafdeeling Pangkajene sebagaimana termuat dalam Staatsblad (lembaran negara) No 352 Tahun 1916.
 
==== Karaeng Balocci HA Kadir Daeng Matteppo ====
 
Peralihan kekuasaan kekaraengan Balocci dari Karaeng Pattoddo kepada HA Kadir Daeng Matteppo ditandai puladengan peralihan pengendalian pemerintahan kekaraengan oleh Pemerintah [[Hindia Belanda]]. Terhitung mulai Tahun 1916, Balocci dimasukkan sebagai salah satu dari lima district adatgemeenschap (kekaraengan) dalam wilayah Onderafdeeling Pangkajene, yaitu [[Pangkajene]], Balocci, [[Labakkang]], [[Ma’rang]] dan [[Segeri]]. Hal ini didasarkan pada Recht-gemeenschapen (peraturan – peraturan hukum) Onderafdeeling Pangkajene sebagaimana termuat dalam Staatsblad (lembaran negara) No 352 Tahun 1916.
Pada masa pemerintahan Karaeng Balocci XI, H. A. Kadir Daeng Matteppo, mengalami banyak gangguan terhadap pemerintahannya yang dilakukan oleh pengikut dan keluarga dari Karaeng Patoddo, namun berkat kelihaian dan strategi kawin mawin yang dijalankannya akhirnya lambat laun gangguan pemerintahan itu berkurang sampai akhirnya reda dengan sendirinya. Karaeng HA Kadir Daeng Mattepo akhirnya dapat memerintah dengan tenang selama 26 tahun, yaitu dari tahun 1911 – 1937. Beliau ini digantikan oleh puteranya dari isteri pertamanya, yaitu HA Rahim Daeng Masalle sebagai Karaeng Balocci XII .
 
==== Karaeng Balocci HA Rahim Daeng Masalle ====
 
Periode pemerintahan HA Rahim Daeng Masalle merupakan pemerintahan kekaraengan Balocci yang terakhir. Beliau ini memerintah selama 25 tahun, yaitu dari tahun 1937 – 1962. Situasi pemerintahannya mengalami beberapa masa yaitu masa penjajahan Belanda, masa pendudukan Jepang, masa datangnya pasukan sekutu / NICA , masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan, dan masa pemberontakan Kahar Muzakkar (hingga Desember 1951) .
Setelah masa kekacauan yang ditimbulkan oleh gerakan DI / TII Pimpinan [[Kahar Musakkar]] dapat dipulihkan, maka timbul pula gerakan – gerakan lain yang meronrong pemerintahan kekaraengan Balocci yang dipimpin oleh M Yunus Daeng Pasanrang. Namun kekacauan tersebut berakhir dengan sendirinya setelah turunnya restu [[HA. Mallarangeng Daeng Matutu]] terhadap M Yunus Dg Pasanrang sebagai Kepala Distrik Balocci, yang selanjutnya menjadi Kepala Wilayah [[Kecamatan Balocci]] (Periode 1962 – 1965).