Balocci: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Mfaridwm (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Mfaridwm (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 5:
 
Kata “Balocci” secara harfiah diduga berasal dari kata “Ballo Kecci”, yang berarti arak kecut. Menurut H. Andi Muin Dg Mangati (Tokoh Masyarakat Balocci), Dahulu daerah ini merupakan tempat asal para pemberani (to-barani - tobarani) yang mempunyai kebiasaan minum arak (anginung ballo’), sabung ayam (assaung jangang / massaung manu), judi (abbotoro’). Kebiasaan ini adalah kebiasaan umum masyarakat pada masa itu. Tidak disebut seseorang itu pemberani jika tidak melakoni kebiasaan – kebiasaan tersebut diatas. Para pemberani di Balocci itu mendapatkan julukan “Koro – korona Balocci”, karena kebiasaan yang terkenalnya meminum “Ballo Kecci” dan memang ballo’ yang terkenal di Balocci pada masa itu adalah Ballo Kecci. (Makkulau, 2008).
 
Pada masa itu berkembang cerita---semacam sumpah---bahwa jika sudah tidak ada “Koro – korona Balocci” di Balocci maka ada tiga hewan yang juga tidak bolah berbunyi di Balocci. Tiga hewan itu ialah tokke’, jala’ dan bukkuru’. Sampai sekarang ketiga hewan ini tidak pernah terdengar di daerah Balocci, malahan menurut penduduk setempat jika mereka ke daerah (kecamatan) lain kemudian mendengar suara tokke’, maka suara tokke’ tersebut seketika akan berhenti jika dikatakan, “nia tau Balocci anrinni”. ([[Makassar]] : Ada orang Balocci disini) atau “engka’ to-Balocci koe” ([[Bugis]] : Ada orang Balocci disini). (Makkulau, 2008).
 
Versi lain sehubungan dengan [[tradisi tutur]] atau [[oral tradition]] ini adalah menurut M. Taufiq S Dg Palopo ialah jika ada keturunan [[Tobarani]] Balocci (Koro-korona Balocci) yang tinggal di luar Balocci kemudian melihat burung jala’ maka burung jala’ tersebut tidak akan berumur lama (paling lambat dua hari setelah dilihat maka burung tersebut sudah mati). Entah benar atau tidak, yang pasti cerita ini telah berkembang menjadi semacam mitos atau legenda tentang Tobarani Balocci, barangkali hal ini berkaitan dengan “pengetahuan tertentu” atau kesaktian yang terwariskan secara turun temurun. (Makkulau, 2008).