Labakkang, Pangkajene dan Kepulauan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Mfaridwm (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Mfaridwm (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 29:
Kekaraengan Labakkang berasal dan bermula dari kebangsawan [[Kerajaan Lombasang]], yaitu sebuah kerajaan yang terletak di sebelah utara Siang. Sampai Tahun 1625, Kerajaan Lombasang masih berdiri sendiri, merdeka dan berdaulat, rajanya bergelar Sombayya (raja yang disembah) seperti gelar yang dipakai [[Raja Gowa]], sampai kemudian kerajaan ini ditaklukkan Gowa pada masa pemerintahan Raja Gowa XIV, [[Sultan Alauddin]] (Tumenanga ri Agamana). Sejak itulah raja Lombasang dan seterusnya hanya berhak memakai gelar “Karaeng” saja. (Makkulau, 2008).
 
Ketika [[Sultan Hasanuddin]], I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape naik takhta sebagai raja Gowa XVI dalam Tahun 1653, Beliau memerintahkan supaya nama Lombasang diubah menjadi Labakkang. Pada tahun 1667, daerah – daerah yang dikatakan Noorderprovincien (Daerah – daerah utara) yang kemudian disebut Noorderdistricten ditaklukkan oleh Kompeni Belanda yang bekerjasama dengan pasukan Bugis dibawah pimpinan Arung Palakka dengan kekuatan senjata. Hanya Labakkang sendiri yang menggabung dengan sukarela kepada Kompeni, tetapi kemudian, Labakkang mengadakan perlawanan terhadap kompeni. [[Kompeni]] terpaksa menaklukkan Labakkang dengan kekuatan senjata dan kerajaan itu dimasukkan tanah – tanah Gouvernemen berdasarkan pasal 20 dari [[Perjanjian Bungaya]]. (Makkulau, 2008).
Distrik Labakkang dikepalai oleh seorang [[Karaeng]], membawahi 25 kepala kampong, diantaranya seorang yang bergelar Karaeng, seorang bergelar Gallarang, seorang bergelar Mado, tiga orang bergelar Matowa, tiga orang bergelar Jennang dan yang lain – lainnya masing – masing bergelar Lokmo. Kampong – kampong tersebut ialah Labakkang (lokmo), Labakkang (Gallarang), Tonasa (lokmo), Teko (Lokmo), kajumate (Lokmo), lembang (Lokmo), Turungang (Lokmo), Montjong Bori (Lokmo), Patjikombaja (Lokmo), Kasuwarang (Lokmo), Biringere (Lokmo), Bontobarani atau Kalibarang (lokmo), Gentung (Lokmo), Parang – Parang (Lokmo), Pattalassang (lokmo), Mangallekana (Lokmo), Djannalabu (Lokmo), Kabirisi (Matowa), Palambeang (matowa), Bontowa (Matowa), Boroanging (Jennang), Kanaungang (Jennang), KassiLoE (Jennang), Leang (mado), dan Bonto Tangnga (Karaeng). (Makkulau, 2008).
 
Dahulu Karaeng Labakkang didampingi oleh sebuat Hadat yang terdiri dari Lokmo Labakkang, Lokmo Tonasa, Lokmo Teko, lokmo Kajumate, Lokmo Lambang, Lokmo Turungeng, Lokmo Moncong bori, Lokmo Bolosino, Lokmo Patjikombaja, Lokmo Kasuwarang, lokmo Biringere, dan Gallarang Labakkang. Dari mereka itu, adalah Lokmo dan Gallarang Labakkang yang terkemuka. Dalam Upacara – upacara pelantikan Karaeng Labakkang itulah yang memegang peranan terpenting. Lokmo Labakkang adalah juga selaku pinati dari Kalompoang – kalompoang / Arajang – arajang dari Labakkang. Kalompoang kekaraengan Labakkang itu terdiri dari tiga pataka, yaitu Bolong Kampongnga atau Tamaloba, Bakkaka, dan Djinaka. Bolong Kampongnga berasal dari Karaeng Barasa (Pangkajene), Kalompoang mana diberikan selaku hadiah oleh raja Gowa kepada Karaeng Lombasang karena raja ini membantu raja Gowa pada permulaan abad XVII dalam peperangannya melawan Raja Barasa. Kedua kalompoang yang lain itu adalah masing – masing dari Karaeng Mangallekana dan Karaeng Malise. Kedua kekaraengan ini terletak dalam daerah Lombasang dan keduanyalah yang sebenarnya merupakan inti Kerajaan Lombasang. Labakkang dahulu rapat kekeluargannya dengan [[Gowa]] dan [[Bone]]. (Makkulau, 2008).
 
Somba Lombasang / Labakkang yang terkenal ialah La Upa, seorang bangawan tinggi yang pada dirinya menetes darah keturunan Gowa dan Luwu. Beliaulah yang memperanakkan I Biba Daeng Pa’ja Karaengta Campagaya yang diperisterikan oleh La Sulili Matinrowe ri Malili dari garis keturunan La Tenrisessu Cenning [[Luwu]] Arung Pancana, Raja Segeri merangkap Raja Agang Nionjo’ (Tanete), [[Barru]] sekarang ini . Dari hasil perkawinan keduanya inilah melahirkan Karaeng Labakkang La Ida MatinroE ri Balang yang kawin dengan Patta Ati anak dari Arung Mampu La Makkulau. Salah seorang anaknya yang terkenal dari Karaeng Matinroe ri Balang ini adalah [[La Maruddani Karaeng Bonto – Bonto]].
Karaeng Labakkang La Ida Matinroe ri Balang ini kemudian kawin lagi dengan I Endang Daeng Tonji yang melahirkan putera – puterinya, diantaranya ialah Karaengta Malise , Karaengta Campagaya, Karaengta Sapanang La Sanapipa Daeng Niasi dan Karaengta Tana – Tana La Yummu. Anaknya yang terakhir inilah, Karaengta Tana – tana La Yummu yang bersuamikan Andi Idjo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang (Raja Gowa yang terakhir). (Makkulau, 2008).
 
Regent Labakkang, Page Daeng PaliE juga melawan Belanda Belandayang iamembuatnya diasingkan Belanda ke [[Bandung]], berputerakan Sondeng Daeng Pasawi, ia menikah dengan I Dellung, puteri dari [[Karaeng Galesong]] yang bernama Majengkok Daeng Sila. Dari perkawinan itu lahirlah Tjalla Daeng Muntu, kemudian jadi Karaeng Labakkang. Puteranya yang bernama Andi BauruBahoeroe menggantikannya menjadi Karaeng Labakkang. Setelah terbentuk Kecamatan Labakkang beliau menjadi [[Camat pertama Labakkang]] pertama, yang sekaligus menandai awal pemerintahan kecamatan di wilayah tersebut. (Makkulau, 2007 ; 2008).
 
== Lihat pula ==
* [[Asal Muasal Nama Pangkajene, Bungoro, Balocci, Labakkang, Ma'rang, Segeri, Mandalle]]
* [[Sejarah Kekaraengan di Pangkep]]
* [[Kerajaan Lombasang]]
* [[La Maruddani Karaeng Bonto - Bonto]]
 
== Catatan kaki ==