Kurt Cobain: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Alexbot (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 90:
[[vi:Kurt Cobain]]
[[zh:科特·柯本]]
 
Sebelum fajar, Kurt Cobain terbangun ditempat tidurnya. Televisi menyala, menyiarkan acara MTV tetapi tanpa suara. Dia berjalan menuju stereo setnya dan menyetel Automatic for the People dari REM, lalu menyalakan sebatang Camel Light dan membaringkan diri ditempat tidur dengan mendekap sebuah kertas ukuran besar dan sebuah pena merah di dadanya. Dalam waktu singkat kertas kosong itu mampu menggugah niatnya untuk menulis, menulis kata-kata yang telah dibayangkannya selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, bertahun-tahun dan bahkan beberapa dekade lamanya, namun dia tidak segera menulis karena kertas besar itu terlihat kecil baginya, terbatas. Sebenarnya dia sudah menulis surat pribadi yang panjang untuk istri dan anak perempuannya yang diletakkan di bawah salah satu dari bantal-bantal yang beraroma parfum Courtney.
 
“Kamu tahu, aku mencintaimu. Aku mencintai Frances. Aku minta maaf. Tolong jangan ikuti aku. Maaf, maaf, maaf, (berulang kali ia menuliskan kata “maaf” sehingga memenuhi kertas) maafkan aku. Aku akan selalu ada (dicoret) - Aku akan melindungimu. Aku tak tahu kemana aku akan pergi. Tapi aku tak bisa tinggal lebih lama disini.”
 
Meski berat baginya untuk menulis surat pertama tadi, dia tahu surat kedua yang akan ditulisnya akan sama pentingnya dan dia harus berhati-hati memilih kata-katanya. Lalu dia menulis judul surat itu - “To Boddah” – nama teman khayalannya sewaktu kecil. Dia menggunakan huruf-huruf kecil yang ditulis dengan sangat berhati-hati dan menulis semuanya dalam suatu kesatuan tanpa mengindahkan tanda baca. Dia menyusun kata-katanya secara cermat, untuk memastikan kata-katanya jelas dan mudah dimengerti.
 
Setelah selesai menulis surat, dimasukkannya kedalam saku dan dia bangkit dari tempat tidurnya dan mengambil tas nilon berisi senapan, sekotak peluru dan sebuah kotak cerutu berisi heroin dari lemari bajunya. Dengan perlahan dia berjalan menuruni Sembilan belas anak tangga yang lebar. Akan ada banyak darah, banyak sekali darah dan kengerian yang tidak dia inginkan untuk terjadi didalam rumahnya, karena dia tidak ingin menghantui rumahnya dan meninggalkan anak perempuannya dengan mimpi buruk seperti mimpi-mimpi yang pernah dialaminya.
 
Kurt melewati dapur, mengambil sekaleng root beer. Dia membuka pintu menuju halaman belakang dan berjalan melewati teras kecil, berjalan dengan santai menuju rumah kaca yang berjarak 20 langkah, menaiki tangga kayu dan membuka pintu menuju taman. Dia duduk di lantai bangunan satu ruangan itu, mengamati keadaan dari pintu depan. Layaknya seorang sutradara hebat, dia sudah merencanakan hal ini sampai pada detail terkecil sekalipun, sudah banyak gladi besih (percobaan bunuh diri) yang dia lakukan beberapa tahun belakangan. Lalu dia mengambil surat dari sakunya, masih ada sedikit ruang tersisa disitu. Dia meletakkannya di lantai dan menulis dengan huruf yang lebih besar - “Kumohon teruslah hidup Courtney, untuk Frances, untuk hidupnya yang akan lebih bahagia tanpa aku. Aku cinta padamu. Aku cinta padamu.” – untuk mengakhiri suratnya.
 
Dia mengeluarkan senapan dari tasnya. Lalu dia pergi ke wastafel untuk mengambil sedikit air untuk memasak heoinnya lalu duduk kembali. Dia mengeluarkan kotak berisi 25 butir peluru, membuka dan mengambil 3 butir, memasukkannya kedalam magasin, mengokangnya, lalu melepas pengamannya. Dia menghisap Camel Lightnya yang terakhir dan meminum beberapa teguk root beer. Lalu Kurt mengambil plastic kecil berisi heroin pada kotak cerutunya, heroin jenis black tar ala Meksiko seharga 100 dolar – sebuah jumlah heroin yang banyak. Dia mengambil setengahnya, seukuran penghapus pensil, dan meletakkannya diatas sendik. Secara cermat dan sangat ahli Kurt menyiapkan heroin dan alat suntiknya, menyuntikkannya diatas siku. Dia meletakkan alat-alat itu kembali dalam kotak dan merasakan dirinya melayang, secara cepat mengapung dari tempatnya. Kurt menyingkirkan peralatannya, melayang ringan dan makin ringan lagi, sementara nafasnya justru semakin berat. Dengan kekuatan yang tersisa Kurt mengambil senapan yang berat dan mengarahkannya kelangit-langit mulutnya, pelatuknya juga tidak kalah berat dari senapannya. Ini mungkin akan sangat keras; dia sangat yakin akan hal itu. Dan kemudian dia pergi.