Situs Karangkamulyan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Robot: Cosmetic changes |
merapikan dan membersihkan artikel |
||
Baris 1:
'''Situs Karangkamulyan''' adalah sebuah [[situs purbakala]] bersejarah dan [[situs arkeologi]] yang terletak di [[Desa]] [[Karangkamulyan, Cijeungjing, Ciamis]], [[Jawa Barat]], [[Indonesia]]. Situs ini merupakan peninggalan dari zaman [[Kerajaan Galuh]].
== Legenda situs Karangkamulyan ==
Kisah Ciung Wanara merupakan cerita tentang
== Struktur lokasi ==
Batu-batu yang ada di dalam struktur bangunan ini memiliki nama dan
▲Batu-batu yang ada di dalam struktur bangunan ini memiliki nama dan kisah, begitu pula beberapa lokasi lain yang terdapat di dalamnya yang berada di luar struktur batu. Masing-masing nama tersebut merupakan pemberian dari masyarakat yang dihubungkan dengan kisah atau cerita tentang kerajaan Galuh seperti ; pangcalikan atau tempat duduk, lambang peribadatan, tempat melahirkan, tempat sabung ayam dan Cikahuripan.
Situs Karangkamulyan merupakan peninggalan Kerajaan Galuh Pertama menurut penyelidikan Tim dari Balar yang dipimpin oleh Dr Tony Jubiantoro pada tahun 1997. Bahwasannya di tempat ini pernah ada kehidupan mulai abad ke IX, karena dalam penggalian telah ditemukan keramik dari [[Dinasti Ming]]. [[Situs ]]ini terletak antara [[Ciamis]] dan [[Banjar]], jaraknya sekitar 17 km ke arah timur dari kota Ciamis atau dapat ditempuh dengan kendaraan sekitar 30 menit.▼
Situs ini juga dapat dikatakan sebagai situs yang sangat strategis karena berbatasan dengan pertemuan dua sungai yakni Sungai [[Citanduy]] dan [[Cimuntur]], dengan batas sebelah utara adalah jalan raya Ciamis-Banjar, sebelah selatan sungai Citanduy, sebelah barat merupakan sebuah pari yang lebarnya sekitar 7 meter membentuk tanggul kuno, dan batas sebelah timur adalah sungai Cimuntur. Karena merupakan peninggalan sejarah yang sangat berharga, akhirnya kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya oleh [[Pemerintah]].▼
Udara yang cukup sejuk terasa ketika kita memasuki gerbang utama [[situs]] ini. Tempat parkir yang luas dengan pohon-pohon besar disekitar semakin menambah sejuk Setelah gerbang utama, situs pertama yang akan kita lewati adalah Pelinggih ( Pangcalikan ). Pelinggih merupakan sebuah batu bertingkat-tingkat berwarna putih serta berbentuk segi empat, termasuk ke dalam golongan / jenis yoni ( tempat pemujaan ) yang letaknya terbalik, digunakan untuk altar. Di bawah Yoni terdapat beberapa buah batu kecil yang seolah-olah sebagai penyangga, sehingga memberi kesan seperti sebuah dolmen ( kubur batu ). Letaknya berada dalam sebuah struktur tembok yang lebarnya 17,5 x 5 meter.▼
▲
Tempat yang disebut Sanghyang Bedil merupakan suatu ruangan yang dikelilingi tembok berukuran 6.20 x 6 meter. Tinggi tembok kurang lebih 80 cm. Pintu menghadap ke arah utara, di depan pintu masuk terdapat struktur batu yang berfungsi sebagai sekat (schutsel). Di dalam ruangan ini terdapat dua buah menhir yang terletak di atas tanah, masing-masing berukuran 60 x 40 cm dan 20 x 8 cm. Bentuknya memperlihatkan tradisi megalitik. Menurut masyarakat sekitar, Sanghyang Bedil dapat dijadikan pertanda datangnya suatu kejadian, terutama apabila di tempat itu berbunyi suatu letusan, namun sekarang pertanda itu sudah tidak ada lagi.▼
=== ''Sanghyang Bedil'' ===
▲Tempat yang disebut "''Sanghyang Bedil''" merupakan suatu ruangan yang dikelilingi [[tembok]] berukuran 6.20 x 6 meter. Tinggi tembok kurang lebih 80 [[cm]]. Pintu menghadap ke arah utara, di depan pintu masuk terdapat struktur batu yang berfungsi sebagai [[sekat]] (''schutsel''). Di dalam ruangan ini terdapat dua buah [[menhir]] yang terletak di atas tanah, masing-masing berukuran 60 x 40 cm dan 20 x 8 cm. Bentuknya memperlihatkan tradisi [[megalitik]]. Menurut masyarakat sekitar, "''Sanghyang Bedil''" dapat dijadikan pertanda datangnya suatu kejadian, terutama apabila di tempat itu berbunyi suatu letusan, namun sekarang pertanda itu sudah tidak ada lagi.
Tempat ini terletak di sebelah selatan dari lokasi
Batu yang disebut sebagai
=== ''Panyandaran'' ===
▲'''Lambang Peribadatan'''
Terdiri atas sebuah [[menhir]] dan [[dolmen]], letaknya dikelilingi oleh batu bersusun yang merupakan struktur tembok. Menhir berukuran tinggi 120 cm, lebar 70 cm, sedangkan dolmen berukuran 120 x 32 cm. Menurut cerita, tempat ini merupakan tempat
▲Batu yang disebut sebagai lambang peribadatan merupakan sebagian dari kemuncak, tetapi ada juga yang menyebutnya sebagai fragmen candi, masyarakat menyebutnya sebagai stupa. Bentuknya indah karena dihiasi oleh pahatan-pahatan sederhana yang merupakan peninggalan Hindu. Letak batu ini berada di dalam struktur tembok yang berukuran 3 x 3 m, tinggi 60 cm. Batu kemuncak ini ditemukan 50 m ke arah timur dari lokasi sekarang. Di tempat ini terdapat dua unsur budaya yang berlainan yaitu adanya kemuncak dan struktur tembok. Struktur tembok yang tersusun rapi menunjukkan lapisan budaya megalitik, sedangkan kemuncak merupakan peninggalan agama Hindu.
Di lokasi
=== '''
Di lokasi [[makam]] [[Dipati Panaekan]] ini tidak terdapat tanda-tanda adanya peninggalan arkeologis. Tetapi merupakan batu yang berbentuk [[lingkaran]] bersusun [[tiga]], yakni merupakan susunan [[batu kali]]. Dipati Panaekan adalah raja [[Galuh Gara Tengah]] yang berpusat di [[Cineam]] dan mendapat gelar [[Adipati]] dari [[Sultan Agung]] [[Raja]] [[Mataram]].▼
▲Terdiri atas sebuah [[menhir]] dan [[dolmen]], letaknya dikelilingi oleh batu bersusun yang merupakan struktur tembok. Menhir berukuran tinggi 120 cm, lebar 70 cm, sedangkan dolmen berukuran 120 x 32 cm. Menurut cerita, tempat ini merupakan tempat melahirkan Ciung Wanara. Di tempat itulah Ciung Wanara dilahirkan oleh Dewi Naganingrum yang kemudian bayi itu dibuang dan dihanyutkan ke sungai Citanduy. Setelah melahirkan Dewi Naganingrum bersandar di tempat itu selama empat puluh hari dengan maksud untuk memulihkan kesehatannya setelah melahirkan.
== Penyelidikan situs ==
▲'''Cikahuripan'''
▲
▲Di lokasi ini tidak terdapat tanda-tanda adanya peninggalan [[arkeologis]]. Tetapi hanya merupakan sebuah sumur yang letaknya dekat dengan pertemuan antara dua sungai, yaitu sungai Citanduy dan sungai Cimuntur. Sumur ini disebut Cikahuripan yang berisi air kehidupan, air merupakan lambang kehidupan, itu sebabnya disebut sebagai Cikahuripan. Sumur ini merupakan sumur abadi karena airnya tidak pernah kering sepanjang tahun.
▲Situs ini juga dapat dikatakan sebagai situs yang sangat strategis karena berbatasan dengan pertemuan dua sungai yakni [[Sungai]] [[Citanduy]] dan [[Cimuntur]], dengan batas sebelah [[utara]] adalah [[jalan raya]] Ciamis-Banjar, sebelah [[selatan]] sungai Citanduy, sebelah [[barat]] merupakan sebuah
▲Di lokasi [[makam]] Dipati Panaekan ini tidak terdapat tanda-tanda adanya peninggalan arkeologis. Tetapi merupakan batu yang berbentuk lingkaran bersusun tiga, yakni merupakan susunan batu kali. Dipati Panaekan adalah raja Galuh Gara Tengah yang berpusat di Cineam dan mendapat gelar Adipati dari [[Sultan Agung]] Raja Mataram.
== Sebagai obyek wisata ==
Walaupun tidak ditetapkan sebagai obyek wisata, situs ini terbuka untuk pengunjung umum. Di samping mengelilingi situs, para pengunjung situs dapat menemui puluhan [[warung]] makan dengan menu khas lokasi tersebut, yaitu [[pepes]] [[pepes ayam|ayam]], [[pepes ikan mas]] dan [[buah]] [[kelapa]].
{{DEFAULTSORT:Karangkamulyan}}
{{indo-stub}}
{{candi-stub}}
{{Hindu-stub}}
{{arkeologi-stub}}
[[Kategori:Hinduisme]]
[[Kategori:Candi di Indonesia]]
[[Kategori:Jawa Barat]]
[[Kategori:Situs arkeologi di Indonesia]]
|