Angklung: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
←Membatalkan revisi 2969121 oleh 125.161.56.183 (Bicara) |
|||
Baris 52:
Lagu-lagu badeng: ''Lailahaileloh'', ''Ya’ti'', ''Kasreng'', ''Yautike'', ''Lilimbungan'', ''Solaloh''.
<!--Lagu yang disajikan dalam kesenian angklung gubrag, dibagi ke dalam dua katagori yaitu lagu yang disajikan untuk ritual dan lagu yang disajikan untuk hiburan. Agar lebih jelas dibawah ini dijelaskan pembagian dari dua katagori te4rsebut:
1.Lagu yang disajikan untuk ritual
Menurut Ikin Sodikin, lagu yang disajikan untuk upacara ritual adalah kidung Sri Lima (wawancara, 24 April, tahun 2004), yang berfungsi sebagai doa atau rajah pembuka yang dinyanyikan oleh seniman angklung gubrag atau juru pantun setelah bercerita tentang asal-usul kesenian angklung gubrag.
Proses ketika menyanyikan rajah pembuka (Foto: Dokumentasi pribadi)
Kidung Sri Lima yang dinyanyikan berfungsi sebagai rajah pembuka, bertujuan meminta maaf kepada arwah dan keramat serta memohon doa pengampunan kepada Allah SWT dengan ucapan astagfirullah haladzim sebanyak 3 kali. Lirik atau rumpaka yang terdapat dalam kidung sri lima, mengungkapkan rasa hormat dan memikat dewi padi/ dewi sri, yaitu “Sri Bodas”, “Sri Beureum”, “Sri Koneng”, “Sri Hejo”, dan “Sri Hideung”.
B. Struktur Penyajian Kesenian Angklung Gubrag
Pada bahasan tentang struktur penyajian ini, akan dikupas mengenai susunan penyajian dari awal sampai akhir. Apabila dilihat dengan seksama, kesenian angklung gubrag ini, memiliki struktur pertunjukkan yang hampir mirip dengan kesenian angklung buhun di Baduy, Banten, terutama dalam pola lantai tarian, dan adu kekuatan yang dimainkan oleh dua orang laki-laki, atau ngadu angklung. Sebagai contoh, gambar penyajian ngadu angklung dalam kesenian angklung gubrag.
Penyajian ngadu angklung (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Dalam penyajian kesenian angklung gubrag terdiri dari tiga tahapan, yaitu : bagian awal disebut bubuka, bagian kedua iring-iringan, dan bagian akhir atau penutup ngadu angklung dan hiburan. Agar lebih jelas, penulis akan menjelaskan bagian-bagian tersebut.
1. Bagian awal atau bubuka
Diawali dengan melakukan ziarah kemakam Aki Muhtar, yang dipimpin oleh seorang Ustadz dari Kampung Cipining, serta melakukan doa kepada Allah SWT, agar seluruh pertunjukan terlaksana dengan baik dan tanpa hambatan. Lokasi jalan menuju makam, sekitar 4 km dari Desa Argapura, melalui sawah- sawah, dan bukit turun naik.
Lokasi Makam Aki Muhtar (Foto: Dokumentasi pribadi)
Setelah itu, para pemain/ nayaga kembali ke Desa, menuju tempat penyimpanan perangkat waditra kesenian angklung gubrag. Yang berlokasi dirumah kediaman Bapak Sahari (Pemimpin kesenian angklung gubrag generasi ke-6), serta membawa perangkat waditra tersebut ke tengah lapangan terbuka. Mulailah pemimpin angklung membuka pertunjukan tersebut, dikemukakan pula sejarah keberadaan kesenian angklung gubrag dan tujuan dari pelaksanan pertunjukan angklung gubrag. Kemudian menyanyikan “Kidung Sri Lima”.
Pertunjukkan bubuka kidung Sri Lima (Foto: Dokumntasi pribadi)
2.. Bagian ke-2, iring-iringan
Pada bagian ini merupakan helaran/ iring-iringan para nayaga dengan memainkan angklung, serta tari-tarian dengan pola lantai vertical dua jajar, dan lingkaran dengan maksud mengelilingi sawah dan kampung, selanjutnya grup dibagi menjadi dua bagian grup kecil. (wawancara, Rusen Dzuhada, 23 April 2004).
3. Bagian ke-3, ngadu angklung
Pada bagian ini, adalah bagian penutup dari pertunjukkan. Setelah grup dibagi menjadi dua bagian, kemudian dilakukan atraksi ngadu angklung.dan adu kekuatan sampai akhirnya bagian yang satu atau bagian yang tua jatuh oleh bagian yang kedua atau yang muda. Karena prinsip mereka yang tua harus mengalah dengan yang muda. Dan yang tua harus memberikan kesempatan kepada yang muda. (wawancara, Rusen Dzuhada, 23 April, 2004).
C. Repertoar (lagu-lagu) Yang Disajikan Dalam Pertunjukan Angklung Gubrag.
Lagu yang disajikan dalam pertunjukan angklung gubrag dalam pembukaan yaitu “Kidung Sri Lima”. Lagu ini dibawakan oleh pemain dalang I, dengan lirik atau rumpaka lagu mengungkapkan rasa hormat, dan pujian, agar dewi sri turun ke bumi, yaitu : Sri Bodas, Sri Beureum, Sri Koneng, Sri Hejo, dan Sri hideung.
Kidung dinyanyiakan oleh pemain dalang I, bait demi bait, artinya sesudah satu bait diteruskan dengan permainan angklung, dan begitu seterusnya, sampai semua bait lagu selesai dinyanyikan. Kidung tersebut dinyanyikan dengan cara anggana sekar dan rampak sekar. Syair kidung tersebut adalah sebagai berikut:
_Adulilang lalalea badan rasa digoyong-goyong, digoyong-goyong.
Allohuma aci banari itiseng rasa aci larang aci putih sri anten sri manganten kakasihna, nama Sri Bodas, lungguhna dina balung terusna kana urat, manah aya pangawasa mangka runtut mangka rapih jeung kaula.
_ adililang lalalea badan rasa digoyong-goyong, digoyong-goyong
allohuma aci banari itiseng rasa aci larang aci putih sri anten sri manganten kakasihna, nama Sri Beureum, lungguhna dina daging terusna kana getih, manah aya rasa jeung cahaya, mangka runtut mangka rapih jeung kaula.
_ Adulilang lalalea badan rasa digoyong-goyong, digoyong-goyong
Allohuma aci banari itiseng rasa aci larang aci putih sri anten sri manganten kakasihna, nama Sri Hideung, lungguhna dina janjantung terusna kana sumsum, manah aya pangarti. Mangka runtut mangka rapih jeung kaula
_ Adulilang lalalea, badan rasa digoyong-goyong, digoyong-goyong.
Allohuma itiseng rasa aci larang aci putih sri anten sri manganten kakasihna, nama Sri Hejo, lungguhna kana hamperu terusna kana rambut, manah aya sir jeung pikir, mangka runtut mangka rapih jeung kaula.
_ Adulilang lalalea badan rasa digoyong-goyong, digoyong-goyong
Allohuma aci banari itiseng rasa aci larang aci putih sri anten sri mangantenten kakasihna, nama Sri Koneng, lungguhna dina roh dopi terusna kana soca manah aya paninggal, mangka runtut mangka rapih jeung kaula
.
Selain kidung lagu tersebut di atas, disajikan pula lagu-lagu hiburan dalam pementasan yang berfungsi sebagai hiburan sesudah pementasan ngadu angklung . juga diringi tari-tarian yang perkembangannnya masih tetap itu-itu saja sampai sekarang serta tidak bisa dimodifikasi.
D. Perangkat Waditra Yang Dipergunakan Dalam Kesenian Angklung Gubrag.
Yang dimaksud dengan perangkat waditra di sini adalah gabungan alat-alat musik tradisional yang dipergunakan dalam pementasan kesenian angklung gubrag. Perangkat waditra tersebut seluruhnya tidak difungsikan sebagai melodi, tetapi difungsikan sebagai pengiring, sebagai ritmis, baik dalam lagu atau taria-tariannya.
Dalam penyajiannya waditra tersebut berfungsi sebagai sarana upacara yang berkaitan dengan tradisi setelah panen padi. Adapun perangkat waditra yang dipergunakan dalam kesenian angklung gubrag adalah :
1. Tiga buah angklung kecil yang disebut Roel, atau angklung Corolot, angklung ini berfungsi sebagai pengiring lagu Kidung sri Lima.
2. Dua buah angklung besar yang disebut kurulung I dan kurulung II.
3. Dua buah angklung besar yang disebut engklok I dan engklok II
4. Dua buah angklung besar disebut gancling I dan gancling II
5. Dua buah dog-dog lojor
E. Bentuk Waditra Kesenian Angklung Gubrag
Menurut kedudukannnya, bentuk angklung di Sunda mempunyai simbol kasih sayang antara orang tua dan anak. Bahwa yang tua harus mengasuh yang muda. jadi yang tua harus selalu menjadi pengayom bagi yang muda. Angklung oleh masyarakat tradisional dijadikan simbol yang bermakna seperti terungkap pada peribahasa “ulah ngelmu angklung” artinya:
….. bahwa kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya sangat besar, namun anaknya kurang memperhatikan orang tuanya; bahkan anak itu perhatiannnya lebih besar kepada anaknya lagi. Tegasnya pribahasa tersebut memberi nashat kepada para remaja jangan sampai mengabaikan orang tuanya masing- masing. (Juju Masunah dkk, hal 21, 2004).
Hal inipun terdapat dalam pertunjukan kesenian angklung gubrag, pada bagian ngadu angklung bahwa yang tua harus mengalah dengan yang muda artinya yang tua harus memberi kesempatan kepada yang muda.
Angklung asli yang diciptakan oleh Aki Muhtar dan masyarakat Kampung Cipining disebut angklung corolot (roel) berjumlah tiga buah, dengan hiasan dari bulu ayam leuweung atau ayam bekisar. Angklung asli ini dalam setiap pertunjukan tidak pernah digunakan, yang digunakan adalah angklung duplikat.(wawancara, Ikin sodikin, 23 april, 2004).
Apabila ditinjau dari kepentingan bunyi yang dihasilkan, maka angklung ini termasuk jenis atau golongan alat musik idiophon. Penempatan atau bentuk tabung yang besar akan menghasilkan nada yang rendah atau besar, sedangkan bentuk tabung yang kecil akan menghasilkan nada yang kecil atau tinggi. Seperti halnya bentuk waditra angklung gubrag, sebagian besar memiliki bentuk tabung besar, maka bunyi yang dihasilkan dari angklung tersebut bernada besar atau rendah. Sedangkan angklung corolot memiliki tabung kecil, maka suara atau bunyi yang dihasilkannya pun memiliki nada yang kecil atau tinggi. Menurut hasil penilitian penulis, waditra angklung gubrag memiliki jenis ukuran paling besar dari pada lainnya, yang terdiri dari beberapa jenis angklung, yaitu:
1. Jenis Angklung Kurulung I.
Angklung ini terdiri dari tiga ruas bambu. Angklung yang ruas bambunya tinggi dan besar disebut indung, memiliki ukuran 108 Cm. Anak I, memiliki ukuran 80 Cm, sedangkan anak II memiliki ukuran 38 Cm. Tinggi keseluruhan dari jenis angklung kurulung ini adalah 135 Cm, dengan diameter tabung 20 Cm.
Contoh bentuk angklung kurulung I.
2. Jenis Angklung Kurulung II.
Angklung ini terdiri dari tiga ruas bambu, memiliki tinggi keseluruhan 162 cm, ukuran tabung indung 147 Cm, ukuran tabung anak I 74 cm, ukuran anak II 43 cm.-->
== Buncis ==
|