Nugroho Notosusanto: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 15:
|birth_place = {{negara|Indonesia}} [[Kabupaten Rembang|Rembang]], [[Jawa Tengah]], [[Indonesia]]
|death_date = {{death date and age|1985|6|3|1930|7|15|df=y}}
|death_place = {{negara|Indonesia}} [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]], [[Indonesia]]
|party =
|spouse =
Baris 24:
|religion = [[Islam]]
}}
'''Nugroho Notosusanto''' ({{lahirmati|[[Kabupaten Rembang|Rembang]], [[Jawa Tengah]]|15|7|1930|[[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]]|3|6|1985}}) adalah [[Daftar Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia|Menteri Pendidikan dan Kebudayaan]] pada [[Kabinet Pembangunan IV]] (1983-1985). Sebelumnya juga ia pernah menjadi Rektor [[Universitas Indonesia]] (1982-1983). Ia berkarir di bidang [[militer]] dan [[pendidikan]]. Selain itu ia juga terkenal sebagai [[sastrawan]], yang oleh H.B. Yassin digolongkan pada Sastrawan [[Angkatan 66]].
== Masa Kecil ==
▲Nugroho Notosusanto lahir di [[Rembang]], [[Jawa Tengah]] pada tanggal [[15 Juli]] [[1930]]. Ayah Nogroho bernama R.P. Notosusanto yang mempunyai kedudukan terhormat, yaitu seorang ahli hukum Islam, Fakultas Hukum, [[Universitas Gadjah Mada]], dan seorang pendiri UGM. Kakak Nugroho pensiunan [[Patih]] Rembang dan kakak tertua ayah Nugroho adalah pensiunan [[Bupati]] Rembang. Pangkat patih, apalagi bupati sangat sulit dicapai rakyat pribumi pada waktu itu di daerah pesisiran Rembang. Nugroho adalah anak pertama dari tiga bersaudara.
== Keluarga ==
Ketika Nugroho sedang giat-giatnya dalam gerakan mahasiswa, ia berkenalan dengan Irma Sawitri Ramelan (Lilik). Perkenalan itu kemudian diteruskan ke jenjang perkawinan pada tangal [[12 Desember]] [[1960]], di [[Hotel Indonesia]]. Istri Nugroho adalah keponakan istri mantan [[Presiden RI]] Prof. Dr. [[B.J. Habibie]]. Dari perkawinan itu mereka dikaruniai tiga orang anak, yang pertama bernama Indrya Smita sudah tamat FIS UI, yang kedua Inggita Sukma, dan yang ketiga Norottama.
== Pendidikan ==
Pendidikan yang pernah diperoleh Nugroho adalah ''Europeese Lagere School'' (ELS) tamat 1944, kemudian menyelesaikan SMP di [[Kabupaten Pati|Pati]] Tahun 1951 tamat SMA di [[Kota Yogyakarta|Yogyakarta]]. Setamat SMA ia masuk Fakultas Sastra, Jurusan Sejarah, [[Universitas Indonesia]], dan tamat tahun 1960. Tahun 1962 ia memperdalam pengetahuan di bidang Sejarah dan Filsafat di [[University of London]]. Ketika tamat SMA, sebagai seorang prajurit muda ia dihadapkan pada dua pilihan, yaitu meneruskan karier militer dengan mengikuti pendidikan perwira ataukah menuruti apa yang diamanatkan ayahnya untuk menempuh karier akademis. Ayahnya dengan tekun dan sabar mengamati jejaknya. Ternyata, setelah 28 tahun, keinginan ayahnya terkabul meskipun sang ayah tidak sempat menyaksikan putranya dikukuhkan sebagai [[guru besar]] FSUI karena ayahnya telah wafat pada tanggal 30 April 1979. Dengan usaha yang sebaik-baiknya, amanat ayahnya kini telah diwujudkan meskipun kecenderungan pada karier militernya tidak pula tersisih. Pada tahun 1977 ia memperoleh gelar [[doktor]] dalam ilmu sastra bidang sejarah dengan tesis "The Peta Army During the Japanese Occupation in Indonesia", yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Tentara Peta pada Zaman Pendudukan Jepang di Indonesia. diterbitkan oleh penerbit Gramedia pada tahun 1979. Nugroho mendapat pendidikan di kota-kota besar seperti [[Kota Malang|Malang]],
▲Pendidikan yang pernah diperoleh Nugroho adalah ''Europeese Lagere School'' (ELS) tamat 1944, kemudian menyelesaikan SMP di Pati Tahun 1951 tamat SMA di Yogyakarta. Setamat SMA ia masuk Fakultas Sastra, Jurusan Sejarah, [[Universitas Indonesia]], dan tamat tahun 1960. Tahun 1962 ia memperdalam pengetahuan di bidang Sejarah dan Filsafat di [[University of London]]. Ketika tamat SMA, sebagai seorang prajurit muda ia dihadapkan pada dua pilihan, yaitu meneruskan karier militer dengan mengikuti pendidikan perwira ataukah menuruti apa yang diamanatkan ayahnya untuk menempuh karier akademis. Ayahnya dengan tekun dan sabar mengamati jejaknya. Ternyata, setelah 28 tahun, keinginan ayahnya terkabul meskipun sang ayah tidak sempat menyaksikan putranya dikukuhkan sebagai [[guru besar]] FSUI karena ayahnya telah wafat pada tanggal 30 April 1979. Dengan usaha yang sebaik-baiknya, amanat ayahnya kini telah diwujudkan meskipun kecenderungan pada karier militernya tidak pula tersisih. Pada tahun 1977 ia memperoleh gelar [[doktor]] dalam ilmu sastra bidang sejarah dengan tesis "The Peta Army During the Japanese Occupation in Indonesia", yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Tentara Peta pada Zaman Pendudukan Jepang di Indonesia. diterbitkan oleh penerbit Gramedia pada tahun 1979. Nugroho mendapat pendidikan di kota-kota besar seperti [[Malang]], [[Jakarta]], dan [[Yogyakarta]].
== Pengalaman Kemiliteran ==
Pengalaman Nugroho Notosusanto di bidang kemiliteran, pernah menjadi angota [[Tentara Pelajar]] (TP) Brigade 17 dan TKR Yogyakarta. Sejak Nugroho menjadi anggota redaksi harian Kami, ia semakin menjauh dari dunia sastra, akhirnya ia tinggalkan sama sekali. Ia kemudian beralih ke dunia sejarah dan tulisannya mengenai sejarah semakin banyak. Pada tahun 1967, Nugroho mendapatkan [[pangkat tituler]] berdasarkan SK Panglima AD No. Kep. 1994/12/67 berhubungan dengan tugas dan jabatannya pada AD. Pangkat terakhirnya adalah Brigadir Jenderal, pangkat tertinggi yang mungkin diraih dalam karir sipil di kemiliteran saat itu. Sejak tahun 1964, ia menjabat Kepala Pusat Sejarah [[ABRI]]. Ia juga menjadi anggota Badan Pertimbangan Perintis Kemerdekaan serta aktif dalam herbagai pertemuan ilmiah di dalam dan di luar negeri. Pada tahun 1981 namanya kembali disebut-sebut berkenaan dengan bukunya
▲Pengalaman Nugroho Notosusanto di bidang kemiliteran, pernah menjadi angota [[Tentara Pelajar]] (TP) Brigade 17 dan TKR Yogyakarta. Sejak Nugroho menjadi anggota redaksi harian Kami, ia semakin menjauh dari dunia sastra, akhirnya ia tinggalkan sama sekali. Ia kemudian beralih ke dunia sejarah dan tulisannya mengenai sejarah semakin banyak. Pada tahun 1967, Nugroho mendapatkan [[pangkat tituler]] berdasarkan SK Panglima AD No. Kep. 1994/12/67 berhubungan dengan tugas dan jabatannya pada AD. Pangkat terakhirnya adalah Brigadir Jenderal, pangkat tertinggi yang mungkin diraih dalam karir sipil di kemiliteran saat itu. Sejak tahun 1964, ia menjabat Kepala Pusat Sejarah [[ABRI]]. Ia juga menjadi anggota Badan Pertimbangan Perintis Kemerdekaan serta aktif dalam herbagai pertemuan ilmiah di dalam dan di luar negeri. Pada tahun 1981 namanya kembali disebut-sebut berkenaan dengan bukunya "Proses Perumusan [[Pancasila]] Dasar Negara". Buku ini menimbulkan polemik di berbagai media massa. Bahkan banyak pula yang mengecam buku itu sebagai pamflet politik.
== Nugroho Notosusanto sebagai Penulis ==
Nugroho dikenal sebagai penulis produktif. Di samping sebagai sastrawan dan pengarang, ia juga aktif menulis buku-buku ilmiah dan makalah dalam berbagai bidang ilmu, dan terjemahannya yang diterbitkan berjumlah dua puluh satu judul. Buku-buku itu sebagian besar merupakan lintasan sejarah dan kisah perjuangan militer. Wawasan yang mendalam tentang sejarah perjuangan ABRI menyebabkan ia mampu mengedit film yang berjudul
▲Nugroho dikenal sebagai penulis produktif. Di samping sebagai sastrawan dan pengarang, ia juga aktif menulis buku-buku ilmiah dan makalah dalam berbagai bidang ilmu, dan terjemahannya yang diterbitkan berjumlah dua puluh satu judul. Buku-buku itu sebagian besar merupakan lintasan sejarah dan kisah perjuangan militer. Wawasan yang mendalam tentang sejarah perjuangan ABRI menyebabkan ia mampu mengedit film yang berjudul ‘Pengkhianatan G.30S/PKI.”
Di bidang keredaksian dapat dicatat sejumlah pengalamannya, yaitu memimpin majalah Gelora, menjadi pemimpin redaksi Kompas, anggota dewan redaksi Mahasiswa bersama [[Emil Salim]] Tahun 1955-1958, menjadi ketua juri hadiah sastra, dan menjadi pengurus BMKN. Sewaktu di perguruan tinggi ia menjadi koresponden majalah Forum, dan menjadi redaksi majalah Pelajar.
Baris 51 ⟶ 46:
== Karir di Bidang Pendidikan ==
Di bidang pendidikan, Nugroho banyak memegang peranan penting. Ia pernah menjadi Pembantu [[Dekan]] Bidang Kemahasiswaan FSUI, menjadi Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan, UI. Tahun 1971-1985 Nugroho menjadi wakil Ketua Harian Badan Pembina Pahiawan Pusat. Ketika Nugroho dilantik menjadi [[Rektor]] UI, ia disambut dengan kecemasan dan caci maki para mahasiswa UI. Mahasiswa menganggap Nugroho adalah seorang militer dan merupakan orang pemerintah yang disusupkan ke dalam kampus untuk mematikan kebebasan kehidupan mahasiswa.
Baris 57 ⟶ 51:
== Penghargaan ==
Puncak pengakuan atas sumbangan Nugroho terhadap bangsa Indonesia adalah diberikannya Bintang Dharma, Bintang Gerilya, Bintang Yudha, Dharma Naraya, Satyalencana Penegak.
== Nugroho Notosusanto sebagai Sastrawan ==
Pengarang yang dimasukkan [[H.B. Jassin]] ke dalam golongan sastrawan Angkatan 66 termasuk juga sastrawan angkatan baru (periode 1950-an) menurut versi [[Ajip Rosidi]] di antaranya adalah Nugroho Notosusanto.
Baris 68 ⟶ 60:
Bakat Nugroho dalam mengarang sudah terlihat ketika masih kecil. Ia mempunyai kesenangan mengarang cerita bersama Budi Darma. Cerita Nugroho selalu bernapas perjuangan. Pada waktu itu Republik Indonesia memang sedang diduduki oleh Belanda. Dari cerita-cerita yang dihasilkan Nugroho waktu itu, tampak benar semangat nasionalismenya. Menurut ayahnya, Nugroho mempunyai jiwa [[nasionalisme]] yang besar.
Sebagai sastrawan, pada mulanya Nugroho menghasilkan sajak dan sebagian besar pernah dimuat di harian Kompas. Oleh karena tidak pernah mendapat kepuasan dalam menulis sajak, Nugroho kemudian mengkhususkan diri sebagai pengarang prosa, terutama cerpen dan esai. Karyanya pernah dimuat di berbagai majalah dan surat kabar seperti Gelora, Kompas, Mahasiwa, Indonesia, Cerita, Siasat, Nasional, Budaya, dan Kisah. Di samping itu, Nugroho juga menghasilkan karya terjemahan. Hasil terjemahan Nugroho, yaitu Kisah [[Perang Salib]] di Eropa (1968) dari [[Dwight D. Eisenhower]], Crusade in Europe, Understanding Histotry: A Primer of Historical Method. Terjemahan tentang bahasa dan sejarah, yaitu Kisah daripada Bahasa, 1971 (Mario Pei, The Story of Language), dan Mengerti Sejarah. Karena Nugroho cukup lama dalam kemiliteran, ia dapat membeberkan peristiwa-peristiwa militer, perang serta suka-dukanya hidup, seperti dalam cerpennya yang berjudul
Lingkungan pendidikan kata-kata kasar agaknya memberi pengaruh pada sikap dan pandangan hidupnya, seperti sikap terhadap dunia nenek moyang yang magis religius
Sebagai pengarang dan sebagai tentara Nugroho dapat bercerita tentang suasana pertempuran, baik tentang tempat, maupun peralatan peperangan. Pengarang mau berkata sejujurnya bahwa manusia itu tidak bebas dari kesalahan, baik dia tentara, pelajar, maupun pemimpin, seperti yang dilukiskannya dalam cerpen
Kumpulan cerpen Hujan Kepagian berisi enam cerita pendek yang semuanya menceritakan masa perjuangan menghadapi [[agresi Belanda]]. Buku ini cukup memberi gambaran tentang berbagai segi pengalainan manusia yang mengandung ketegangan, penderitaan, pendambaan, dan sesalan yang sering terjadi dalam peperangan. Dari sini tampak bahwa Nugroho mempunyai bakat observasi yang tajam.
Bukunya yang berjudul Tiga Kota berisi sembilan [[cerita pendek]] yang ditulis antara tahun 1953-1954, judul Tiga Kota diambil karena latar cerita terjadi di tiga kota, yaitu
Dalam [[seminar]] kesusastraan yang diselenggarakan oleh FSUI tahun 1963, Nugroho membawakan makalahnya yang berjudul
== Nugroho Notosusanto sebagai Sejarahwan dan Kontroversinya ==
Sebagai seorang sejarahwan, Nugroho dimanfaatkan oleh [[TNI|ABRI]] maupun [[Orde Baru]] untuk menulis sejarah menurut versi pihak-pihak tersebut.<ref> http://www.insideindonesia.org/edit68/Nugroho1.htm A soldier's historian: New Order generals needed new history books. Nugroho Notosusanto was their man.</ref> Pada [[1964]] ABRI menggunakan Nugroho untuk menyusun sejarah militer menurut versi militer karena khawatir bahwa sejarah yang akan disusun oleh pihak [[Front Nasional]] yang dikenal sebagai kelompok [[sayap kiri|kiri]] pada masa itu akan menulis Peristiwa Madiun secara berbeda, sementara militer lebih suka melukiskannya sebagai suatu pemberontakan pihak [[komunisme|komunis]] melawan pemerintah.
Ketika diangkat sebagai menteri pendidikan pada [[1984]], Nugroho menggunakan kesempatan itu untuk menulis ulang kurikulum sejarah untuk lebih menekankan peranan historis militer. Pada tahun ini pula Nugroho ikut menulis skenario untuk film
Peranan Nugroho dalam penulisan sejarah versi Orde Baru paling menonjol ketika ia mengajukan versinya sendiri mengenai pencetus [[Pancasila]]. Menurut Nugroho, Pancasila dicetuskan oleh [[Muhammad Yamin|Mr. Muhammad Yamin]], bukan oleh [[Soekarno]]. Soekarno hanyalah penerus. Akibatnya, tanggal [[1 Juni]] tidak lagi diperingati sebagai hari lahir Pancasila oleh pemerintah Orde Baru.
== Kematian ==
Nugroho meninggal dunia hari Senin, 3 Juni 1985 pukul 12.30, di rumah kediamannya karena serangan pendarahan otak akibat tekanan darah tinggi. Ia adalah menteri keempat di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada masa Orde Baru yang meninggal dunia dalam masa tugasnya. Ia meninggal dunia tepat pada bulan yang mulia bagi umat Islam, yaitu pada bulan Ramadan dan di kebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
== Bibliografi ==
===Cerpen yang dibukukan===
# ''Hidjau Tanahku'', Hidjau Badjuku. 1963. Jakarta: Balai Pustaka▼
# ''Hudjan Kepagian''. 1958. Jakarta: Balai Pustaka▼
# ''Rasa Sayange''. 1961. Jakarta: Pembangunan▼
# ''Tiga Kota''. 1959. Jakarta: Balai Pustaka▼
====Prosa====
▲#Hidjau Tanahku, Hidjau Badjuku. 1963. Jakarta: Balai Pustaka
▲#Hudjan Kepagian. 1958. Jakarta: Balai Pustaka
▲#Rasa Sayange. 1961. Jakarta: Pembangunan
▲#Tiga Kota. 1959. Jakarta: Balai Pustaka
# ''Jeep 04-1001 Hilang''. Kisah, 1.1, (53), 7, 9-10.
▲#“Pondok di Atas Bukit”. Kompas untuk generasi baru, 11.1, (51), 15—17.
▲#“Teratak”. Kompas untuk generasi baru, 13.1, (51), 33-34. (Nugroho NS)
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
# ''Rancangan Requiem''. Kompas untuk generasi baru, 1.2, (52), 67.
#
# ''Sesal''. Kompas untuk generasi baru, 2.2, (52), 36.
# ''Tiwikraina''. Madjalah Nasional, 47.3, (52), 19.
# ''Adios Yogya''. Madjalah Nasional. 10.4, (53), 19.
#
#
#
#
▲#“Sebuah Pagi”. Madjalah Nasional, 49.3, (52), 21.
▲#“Sepotong Kenangan”. Madjalah Nasional, 46.3, (52), 19.
▲#“Sesal”. Kompas untuk generasi baru, 2.2, (52), 36.
▲#“Tiwikraina”. Madjalah Nasional, 47.3, (52), 19.
▲#“Adios Yogya”. Madjalah Nasional. 10.4, (53), 19.
▲#“Amerta”. Madjalah Nasional, 16.4. (53), 19.
▲#“Longka Pura”. Madjalah Nasional, 16.4, (53), 19.
▲#“Sebuah Malam Minggu”. Madjalah Nasional, 14.4, (53), 19.
== Referensi ==
Baris 157 ⟶ 144:
{{Kotak_selesai}}
{{
[[kategori:Tokoh dari Rembang]]
[[Kategori:Menteri Indonesia]]
[[Kategori:Sastrawan Indonesia]]
|