Sureq Galigo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Borgxbot (bicara | kontrib)
k Robot-assisted disambiguation: Arab
Hamus Rippin (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 3:
La Galigo bukanlah teks sejarah karena isinya penuh dengan [[mitos]] dan peristiwa-peristiwa luar biasa. Namun demikian, epik ini tetap memberikan gambaran kepada sejarahwan mengenai kebudayaan [[Bugis]] sebelum [[abad ke-14]].
 
Sebagian manuskrip ''' La Galigo''' dapat ditemui di perpustakaan-perpustakaan di [[Eropa]], terutama di [[Perpustakaan Koninkelijk Instituut Taal Land en Volkenkundig Leiden]] di Belanda. Terdapat juga 600 muka surat tentang epik ini di [[Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan dan Tenggara]], dan jumlah mukasurat yang tersimpan di [[Eropa]] dan di yayasan ini adalah 6000 tidak termasuk simpanan oleh pribadi-pribadi.
 
<!-- DARI [[Lagaligo]]
'''Lagaligo''' adalah satu karya sastra dari, Sulawesi Sulawesi, Indonesia. Selain itu Lagaligo merupakan satu aksa pula, tulisan yang diciptakan oleh Lagaligo sendiri, menurut Galigologie, Lagaligo ini adalah orang yang lahir dari dalam lingkungan kerjaan Luwu dahulu, menciptakan aksara untuk menulis sastra lisan yang mengisahkan tentang berbagai hal dalam wilayah kerajaan Luwu termasuk menceriterakan lagendaris dari putera raja Luwu yang bernama Sawerigading.
Sastra lagaligo ini menurut seorang ahli dari Negeri Belanda Prof. F. Kern, sastra Lagaligo adalah karya sastra yang terpanjang di dunia yang pernah ada.
-->
==Isi hikayat La Galigo==
Epik ini dimulai dengan penciptaan dunia. Ketika dunia ini kosong (merujuk kepada Sulawesi Selatan), Raja Di Langit, La Patiganna, mengadakan suatu musyawarah keluarga dari beberapa kerajaan termasuk Senrijawa dan Peretiwi dari alam gaib dan membuat keputusan untuk melantik anak lelakinya yang tertua, La Toge' langi' menjadi Raja Alekawa (Bumi) dan memakai gelar Batara Guru. La Toge' langi' kemudian menikah dengan sepupunya We Nyili'timo', anak dari Guru ri Selleng, Raja alam gaib. Tetapi sebelum Batara Guru dinobatkan sebagai raja di bumi, ia harus melalui suatu masa ujian selama 40 hari, 40 malam. Tidak lama sesudah itu ia turun ke bumi, yaitu di Ussu', sebuah daerah di Luwu', sekarang wilaya Luwu Timur dan terletak di Teluk Bone.
 
Batara Guru kemudian digantikan oleh anaknya, La Tiuleng yang memakai gelar Batara Lattu'. Ia kemudian mendapatkan dua orang anak kembar yaitu Lawe atau La Ma'dukelleng atau Sawerigading (Putera Ware') dan seorang anak perempuan bernama We Tenriyabeng. Kedua anak kembar itu tidak dibesarkan bersama-sama. Sawerigading ingin menikahi We Tenriyabeng karena ia tidak tahu bahwa ia masih mempunyai hubungan darah dengannya. Ketika ia mengetahui hal itu, ia pun meninggalkan Luwu' dan bersumpah tidak akan kembali lagi. Dalam perjalannya ke Kerajaan [[Tiongkok]], ia mengalahkan beberapa pahlawan termasuklah pemerintah Jawa Wolio yaitu Setia Bonga. Sesampainya di Tiongkok, ia menikah dengan putri Tiongkok, yaitu We Cudai.