Sejarah Radio Republik Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 219:
Pada tanggal 13 September 1945, Maladi mengadakan pertempuran dengan pemimin-pemimpin Bagian Solo HOSO Kyoku untuk menyampaikan keputusan-keputusan rapat 11 September di Jakarta.
Kemudian Kepala Hoso Kyoku,Yasaki dam Kepala Siaran Yamamoto di beri tahukan hasil komperensi radio di Jakarta, kecuali mengenai penyerahan pemancar yang masih di rahasiakan mereka tidak keberatan diadakannya pertemuan dengan semua pegawai radio untuk mendengar keterangan-keterangan Maladi tentang berdirinya Radiio Republik Indonesia.
 
Juga pengibaran sang merah putih di studio pada pertemuan itu mereka setujui.
Pada pertemuan 15 September di studio, orang - orang Jepang tidak hadir.
Semua pegawai Solo Hoso Kyoku termasuk tenaga- tenaga karawitan dan musik menyatakan sumpah stia sebagai pegawai Radio Republik Surakarta.
Niatan Tersebut di lakukan secara tertulis dalm satu daftar kolektif di sertai tanda tangan masing- masing.
 
Semetara itu RRI Surakata mendapat undangan dari pimpinan Kantor Berita Nasional Antara untuk menghadiri pertemuan di Bandung yang di selenggarakan pada tanggal 19 September 1945.Pertemuan tersebut membicarakan pembentukan kantor kantor cabang Antara di daerah- daerah,( Kantor pusatnya sudah berdiri kembali sejak 3 September 1945).
 
Dari RRI Surakarta di utus Pujoartono dari bagian teknik.
Sekitar tanggal 19 September kota Solo diramaikan dengan berita- berita bahwa tentara Belanda telah masuk Indonesia. Dimana -mana di adakan rapat-rapat oleh KNI daerah, DKR, Organisasi kelaskaran dan Angkatan Muda Indoesia (AMI) untuk membicrakan persiapan mengahdapi perang dengan Belanda.Menghadapi perang denagn Belanda.Waktu itu Maladi terpilih sebagi ketua AMI dan harus memimpin rapat-rapat AMI.
 
Kesempatan itu di pergunakan untuk membicarakan penguasan pemancar-pemancar Jepang ssecepat mungkin,agar siaran radio dapt di buka kembali.
Dengan menunjukan kepada Yasaki dan Yamamoto suasana perang di kota itu,Maladi berhasil mendesak mereka untuk memulai lagi dengan siaran-siaran sejak tanggal 26 September.
Baris 231 ⟶ 235:
Sehari kemudian Kepala Siaran Solo Hoso Kyoku, Yamamoto memberi tahukan bahwa dari Jakarat ada perinatah untuk merelaynya siaran dari Jkarta pada jam 19.00.Siaran apa,mereka sendiri tidak tahu.
Kemudian Maladi menghubungi Semarang untuk menayakan apakah juga menerima intruksi tersebut dari Jakarta.
 
Berdasarkan informasi dari Soehrdai (RRI) yang akan berpidato adalah Van der Plas, bukannya PResiden Ri untuk itu di putuskan RRI Solo, Yogyakarta dan Semarang tidak akan merelay Jkarata pada jam 19.00, melaikan menyiapakn acara-acara RRI sendiri sampai jam 20.00.
Soehardi (RRI Semarang) menjawab bahwa instruksi itu dari pihak Jepang dan kita tidak perlu mentaati perintah mereka kecuali jiak yang pidato Presiden Republik Indonesia.
Pada jam 18.00 semau hadir di Studio untuk mengambil langkah-langkah seperlumya
Pada jam 18.30 Mladai menerima telepon Soehardi dari Semarang, yang secara singkat memberitahu: jangan relay yang pidato Van de Plas - teruskan Soemadi.Yogyakarta segera dihubungi, dan pada jam 7 malam : 19.00 studio-studio tri tunggal Solo Yogyakarta dan Semarang menyiarkan acara- acara RRI sendiri samapi jam 20.00. Yamamoto yang juga hadir di studio di beritahu mengapa Solo tidak merelay Jakarta.
 
Mala itu juga Maladi membicarakan denaga Kepala Solo Hoso Kyoku Yasaki, supaya segera diadakan penyerahan atas semua pemancar dan alat-alat radio,karena bangsa Indonesia sudah harus berperang dengan Inggris, yang ternyata sudah menyelundupkan orang-orang Belanda.
Apakah Yasaki sudah menerima instruksi dari okonagidari Jakarta atauukah melihat suasana perang di Solo, yang semakin meningkat, kurang jelas.
Tetapi ia menyatakan bersedia menyerahkan seluruh kekuasaan kepada Maladi.
Ia meminta supaya penyerahan kekuasaan itu dilakukan dalam suatu upacara pada tanggal 1 Oktober 1945.
 
Bertempat di Kantor Solo Hoso Kyoku Balapan 199, Yasaki menandatangani naskah penyerahan kekuasaan atas Solo Hoso Kyoku dalam bahasa Jepang dan Indonesia tepat pada jam 10.00 pada tanggal 1 Oktober 1945.
 
Sebagai balas budi Yasaki, Yamamoto dan Kono ( Kepala Teknik ) diberitahu.
Dengan penyerahaan kekuasaan oleh Yasaki kepada Maladi atas Solo Hoso Kyoku pada tanggal 10 Oktober 1945, maka bagian pertama dari program RRI di Surakarta telah terlaksana.
Keselamatan mereka di Solo dan kemudian di tempat kosentrasi orang-orang Jepang di Baros Tampir akan di jamin.
 
Maladi berani memberi jaminan itu, karena menurut keputusan KNI Surakarta, pengangkutan orang-orang Jepang, dari Solo ke Baros Tampir diserahkan kepada AMI dengan pengawalan BKR. Perlu pula dicatat, bahwa pada hari-hari sekitar 1 Oktober Komandan Tentara Jepang di Surakarta menyerahkan senjata dan alat-alat perang Jepang pada KNI yang diwakilli oleh DJatikusumo.
Beberapa waktu kemudian menyusul penyerahan gudang-gudang diseluruh keresidenan Surakarta, berisi bahan makanan, pakaian, kertas dan segala macam baranng lainnya yang dikuasai Jepang kepada KNI termasuk pula gedung untuk kantor dan hotel-hotel dan rumah-rumah yang dipakai oleh orang-orang Jepang.
 
Urusan gedung-gedung dan lain-lain tersebut juga diserahkan kepada AMI. Kedudukan AMI waktu itu sangat penting.
Dalam pimpinan KNI Surakarta ketua AMI menjadi anggota, sehingga ketua AMI Surakarta selalu diikutsertakan dalam semua masalah yang bersangkutan dengan pemerintah di Surakarta, dan urusan orang-orang Jepang.
Baris 254 ⟶ 264:
Tawamangudi zaman Belanda maupun zaman Jepanng menjadi tempat peristi rahatan orang-orang kaya dari Solo, sehingga banyak rumah-rumah / bungalow dan villa yang baik.
Dari Tawang manngu ada jalan menuju Sarangan di daerah Madiun yang dapat dilalui jeep
Ke Selatan bannyak jalan menuju ke Wonogiri, sedang ke Utara menuju daerah Sragen. Dengan jalan- jalan tersebut Tawangmangu merupakan satu titik persaingan yang strategis dalam perang girilya.
 
Mulai dari Kerangpandan sampai Tawangmangu, yang panjangnya kurang lebih 15 km, jalannya terus menanjak dengan bulut bukit dan jurang-jurang diselah kiri dan kanan sehingga dengan pertahanan yang baik, musuh tidak dapat mudah mencapai Tawangmangu.
 
Setelah terbentuk tentara keamanan rakyat di Surakarta yaitu Divisi X Panembahan Senopati, maka Tawangmangu berada dalam daerah komando militer Batalion Lawu. Komandannya seorang Letnan Kolonel bernama Sastro yang kemudian dikenal sebagai Sastro Lawu. Pimpinan RRI Surakarta Maladi juga diangkat sebagai Komandan Batalyon Perhubungan (PHB) Divisi X dengan pangkat mayor, sehingga kenal baik dengan Letkol Sastro Lawu.
 
Atas bantuan RRI diberi 9 buah rumah villa bekas milik Belanda, semua terletak didesa Ombang-ombang diatas Tawangmangu. Selain 9 buah rumah tersebut, untuk keperluan RRI masih dapat disediakan beberapa rumah lain di Tawangmangu sendiri, Disekitar lapangan olahraga (Sport Park).
 
Rumah yang terbesar segera disiapkan untuk studio darurat dan sebuah rumah lagi untuk gedung pemancar dan peralatan teknik radio. Rumah-rumah lainnya disediakan untuk para pegawai siaran dan teknik.
 
Dari PTT RRI mendapat bantuan saluran telepon khusus untuk modulasi pemancar yang dihubungkan oleh Stasiun Solo.
 
Setelah persiapan-persiapan tersebut dikerjakan,sebuah dari 3 pemancar Solo diangkut ke Tawangmangu, yaitu pemancar SRV lama, RCA. Sebuah pemancar SRV berasal dari PTT,tetapi di Solo,tetapi ditempatkan diluar studio. Yang tinggal distudio hanya pemancar kecil untuk siaran lokal. Persiapan-persiapan di Tawangmangu dapat diselesaikan dalam bulan Oktober,berkat bantuan Komandan Bataliyon Letkol Sastro Lawu.
 
Kompleks pemancar tersebut juga diberi pengawalan tentara, sehingga pegawai-pegawai teknik RRI, yang bertugas di Tawangmangu dapat bekerja dengan tentram dan aman. Seperti diramalkan, tentara Inggris tidak hanya mendaratkan pasukan-pasukannya di Jakarta, tetapi juga di Semarang dan Surabaya, kemudian di Medan,Padang dan Palembang. Bentrokan-bentrokan semakin meluas sehingga akhirnya timbul pertempuran-pertempuran di Bandung,Semarang dan Surabaya. Di Surabaya pertempuran-pertempuran terjadi 2 gelombang. Yang pertama antara tanggal 28-30 Oktober, dan yang kedua mencapai puncaknya pada tanggal 10 November.
 
Menjelang pertempuran pertama tanggal 28 Oktober Pemimpin Umum RRI Dr. Abdulrachman Saleh yang membawa surat dari Presiden Ri, datang di Surabaya Dari Solo didampingi oleh Soemardi dan Soedomomarto dari Yogyakarta serta Oetojo dan Soegito dari Solo. Maksudnya untuk mengeluarkan pemncar-pemancar radio yang besar-besar milik angkatan laut Jepang dari Surabaya Missi tersebut berhasil dengan dapat diangkutnya beberapa pemancar keluar kota tepat pada waktunya.
 
Tetapi rombongan Dr. Abdulrachman Saleh terpaksa menempuh route lain untuk kembali ke Solo berhubung adanya pertempuran-pertempuran yang meluas keseluruh kota.
 
Pemancar-pemancar yang dikeluarkan dari Surabaya itu diangkut ke Kediri.
 
Pemancar-pemancar tersebut sebuah diantaranya kemudian dipakai untuk siaran keluar negeri dari Kediri dengan "Stasion Call Radio International Indonesia" RRI yang dibiayai langsung oleh Perdana Mentri Sutan Syahrir.
 
Di Semarang pertemburan berkobar mulai tanggal 20 November, sampai tentara Inggris melakukan pemboman atas kota Semarang. Pemancar-pemancar dan alat-alat RRi dapat diangkut keluar, sebagian ke Pati, sebagian ke Pekalongan dan sebagian lagi ke Salatiga.
 
pasukan - pasukan Inggris dari Semarang juga bergerak sampai Magelang, tetapi terpaksa kembali karena gempuran - gempuran TKR dan Laskar - laskar rakyat di sepanjang jalan Magelang Ambarawa.
 
Studio - studio RRI Surakarta dan Yogyakarta tidak luput dari pemboman angkatan udara Inggris.
 
Surakatra pada tanggal 25 November, Yogyakarta pada tanggal 25 dan 27 November.
 
Studio RRI Surakarta dihujani dengan bom dan roket, tetapi hanya mengalami kerusakan ringan. sekalipun andaikata studio terkena tepat, siaran dari solo tidak akan terhenti karena distudio sudah tidak ada sebuah pemancar pun.
 
Dua buah pemancar besar sudah diamankan, sebuah di Tawangmangu dan sebuah lagi di Jebres, Solo, sedang pemancar kecil ada di ruang studio.
 
Sore harinya RRI Surakarta sudah berkumandang di udara dari studio darurat dirumah Darmosoegondo pasar Legi No. 7. Gedung siaran RRI Yogyakarta, bekas gedung Nilmij mengalami kerusakan yang agak berat akibat pemboman yang kedua kalinya tanggal 27 November. pada pemboman pertama tanggal 25 November sebagian besar dari bom - nom roket Inggris jatuh di alun - alun utara sebelah selatan gedung siaran RRI. Pemancar - pemancar RRI semua selamat dan kemudian di pindahkan ke Terban Taman. menurut perhitungan kaum politisi di Jakarta, RRI Surakarta, Yogyakarta, Semarang dan lain - lainnya pasti mengalami malapetaka dan Radio Republik Indonesia menjadi badan penyiaran radio tanpa radio.
 
Pengalaman kita dengan tentara Inggris yang baru sebulan berada di Indonesia, lebih menebalkan keyakinan akan kebenaran perhitungan kita, bahwa peperangan yang lebih besar akan berkobar di Indonesia.
 
3. Siaran Luar Negeri RRI
 
Nama RRi sejak Pertempuran - pertempuran di Surabaya semakin meluas dikenal di seluruh Indonesia.
 
RRI semakin dicintai oleh rakyat, karena siaran - siarannya mereka rasakan menyuarakan isi hati nurani rakyat, menjabarkan keingin rakyat.
 
RRI mereka anggap menjuru bicarai rakyat yang sedang membela kemerdakaan menegakan kedaulatan, bertekad mempertahankan proklamasi 17 Agustus 1945. sehidup semati dengan Republik Indonesia.
 
karena missi RRI kedalam negeri sudah semakin memadai, maka perlu diusahakan secepat mungkin agar suara RRI dapat didengar oleh Dunia.
 
dalam mengemban tugas ini, studio Jakarta terpaksa menyiarkan 2 macam suara, yang satu suara RRI dan yang lain suara sekutu resminya, tetapi sebenarnya suara belanda.
 
dan sampai kapan RRI Jakarta bisa bersuara, sudah dapat diramalkan, yaitu tidak akan lama.
 
pemancar - pemancar yang dipakai, berada dalam daerah kekuasaan tentara Inggris.
 
orang - orang kita di Bandung juga menggunakan pemancar - pemancar besar dari PTT untuk siaran ke luar negri. tetapi tentara Inggris juga berada di Bandung dan pasti akan menguasai pemancar - pemancar tersebut. Sebagian dari pemancar - pemancar PTT itu dikeluarkan oleh pemuda -pemuda PTT dan kawan - kawan RRI bandung. Dr. Abdulrachman Saleh sendiri sudah membawa sebuah pemancar sendiri yang besar dari Bandung ke Yogyakarta, yang akan dipakai untuk siaran ke luar negeri. tenaga - tenaga siaran luar negeri dari Jakarta sudah berangkat ke Yogyakarta, antara lain Soeriodipoero.
 
Tetapi sampai akhir November 1945 pemancar di Yogyakarta dari Bandung itu masih belum siap.
 
Perdana Menteri Sutan Sjahril sendiri bersama Manteri penerangan telah menugaskan adanya siaran ke luar negeri dengan menggunakan pemancar - pemancar yang sudah dikeluarkan dari Surabaya ke Kediri, antara lain yang diusahakan Dr. Abdulrachman Saleh sewaktu akhir Oktober datang di Surabaya. tetapi sampai akhir November pemancar - pemancar di kediri itu belum juga siap.
 
Maka Dunia terpengaruh oleh propaganda Belanda, yang dengan leluasa dapat mengatakan, seolah - olah Republik Indonesia adalah bikinan Jepang atau Soekarno dan Hatta Collabolator Jepang atau di Indonesia tidak ada apa - apa dan kerusuhan - kerusuhan di timbulkan oleh kaum ekstrimis, dan lain sebagainya Belanda sangat takut kalau - kalau suara RRI sampai didengar di luar negeri. mereka berhasil memperdayakan sekutu untuk membom studio - studio Surakarta dan Yogyakarta dengan dalih bahwa RRI radio membantu radio pemberontak, yaitu radio BPRI ( Barisan pemberontakan Republik Indonesia ) radio nya Bung Tomo, yang katanya menghasut rakyat untuk merintangi pelaksanaan tugas tentara sekutu di Indonesia.
 
Maka Angkatan Udara Inggris dari Semarang digerakan untuk melakukan pemboman terhadap ke dua studio RRI tadi. pemboman Inggris tersebut lebih mendorong RRI Solo untuk menggunakan pemancar - pemancar RCA di tawamangun untuk siaran ke luar negeri.
 
Dengan gelombang pendek 30 meter pemancar yang berkekuatan 250 Watt itu pasti akan dapat didengar di Australia dan Asia. Dizaman SRV pemancar tersebut dengan gelombang 60 meter dapat didengar dengan baik di seluruh Indonesia. Masalahnya tinggal mencari tenaga, terutama yang menguasai bahasa Inggris.
 
Dalam bulan Desember 1945 Soeriodipuro datang ke Solo dari Jakarta untuk menyelenggarakan siaran luar negeri dari Yogyakarta dengan pemancar PTT dari Bandung. ternyata pemancar tersebut masih memerlukan beberapa bagian alat - alat sehingga belum siap. waktu diberi tahu tentang rencana siaran luar negeri dengan pemancar di Tawangmangu, ia sangat bersemangat. tentu masih di perlukan beberapa tenaga lagi untuk menyelenggarakan siaran luar negeri secara kontinu. sambil mendidik tenaga - tenaga siaran, Soeriodipuro mulai siaran dalam bahasa Inggris dari Solo dengan pemancar bergelombang 60 m.
 
Yang mendaftarkan diri pertama - tama adalah Susanti Soeriodipuro Kartohadikusumo, putri bekas ketua PPRK. dengan 2 orang, Soeriodipuro permulaan Januari 1946 mulai dengan siarannya. tenaga - tenaga sukarela lainnya datang, yaitu Dr. Solarko, seorang dokter gigi dan pelukis di Solo dan Oetomo Ramelan, adik Oetojo Ramelan.
 
Setelah siaran dalam bahasa Inggris dari RRI diketahui masyarakat, peminat - peminat lain datang untuk menawarkan bantuan tenaganya, tetapi masih memerlukan pengalaman. mereka adalah Rochmulyati, Winarsih, Winarti dan Mieke Saleh ( adik Popie Saleh yang kemudian menjadi istri perdana menteri Sutan Sjahril ).
 
Setelah latihan siaran luar negeri di Solo berjalan 2 bulan, dan persiapan di Tawangmangu selesai, Staf siaran luar negeri Soeriodipuro pindah ke Tawangmangu untuk menyelenggarakan siaran - siaran langsung dari Tawamangu, yang tentu lebih sempurna dari pada dari Solo dengan menggunakan saluran telepon untuk modulasi yang sering ter
 
== RRI Saat Detik-detik Kemerdekaan Republik Indonesia ==