Ketuanan Melayu: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 43:
Permasalahan terus bermunculan. Banyak anak muda Cina Malaya yang diwajibkan ikut pelatihan militer untuk mencegah serangan komunis melarikan diri dari Malaya. Kebanyakan warga Cina yang mengikuti wajib militer ini adalah warga didikan Inggris dan bukanlah didikan Cina. Bagi kaum Melayu, hal ini mengindikasikan bahwa kaum Cina tidak memiliki kesetiaan apapun terhadap Malaya dan ini menjustifikasikan ketuanan Melayu. Persepsi ini semakin diperparah oleh dikotomi rasial yang terlihat di antara kaum yang mendukung komunis dengan kaum yang menentangnya.<ref>Ongkili, p. 84.</ref>
Pada awal tahun 1950-an, Onn Ja'afar mengajukan wacana untuk membuka keanggotaan UMNO bagi seluruh warga Malaya dan menggantikan namanya menjadi Organisasi Nasional Malaya Bersatu (''Pertubuhan Kebangsaan Penduduk Tanah Melayu Bersatu''). Wacana ini akan mengikis identitas UMNO sebagai partai yang memperjuangkan ketuanan Melayu. Namun hal ini tidak mendapatkan dukungan anggota dalam partai UMNO sendiri. Onn Ja'afar kemudian mengundurkan diri pada tahun 1951 dan mendirikan [[Partai Kemerdekaan Malaya]] (''Independence of Malaya
[[Image:Penang
Semasa periode ini, kaum [[Cina Peranakan]] mulai memperlihatkan ketertarikannya pada politik lokal, utamanya Cina Peranakan [[Pulau Pinang]], di mana terdapat gerakan separatis Cina yang aktif. Dengan lebih berpihak kepada Britania daripada kepada kaum Melayu, kaum Cina Peranakan utamanya tidak senang atas pengalamatan mereka sebagai ''pendatang asing''. Kaum Cina Peranakan ini menghindar dari UMNO dan MCA, percaya bahwa manakala UMNO dan ekstrimis Melayu bertujuan memperluas hak khusus Melayu dan membatasi hak kaum Cina, MCA terlalu "egois" dan tidak dapat dipercayai.<ref>Sopiee, Mohamed Noordin (1976). ''From Malayan Union to Singapore Separation: Political Unification in the Malaysia Region 1945 – 65'', pp. 77 – 78. Penerbit Universiti Malaya. No ISBN available.</ref> Kaum Cina Peranakan khawatir atas penyatuan Negeri-Negeri Selat dengan Malaya dan tidak merasa memiliki kesamaan dalam suatu negara "Malaya untuk Melayu" yang di dalamnya kaum Cina tidak dianggap sebagai [[bumiputera]]. Salah satu pemimpin Cina Peranakan dengan penuh emosi mendeklarasikan, "Saya dapat mengklaim lebih "''anak Pulau Pinang''" daripada 99 persen kaum Melayu yang tinggal di sini sekarang." Dengan penolakan kuat dari pemerintah, gerakan separatis ini pada akhirnya berangsur-angsur hilang.<ref>Sopiee, pp. 61–62, 69.</ref>
|