Ketuanan Melayu: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: perubahan kosmetika |
|||
Baris 130:
{{main|Kebijakan Ekonomi Baru Malaysia}}
Setelah dikeluarkan dari UMNO, Mahathir menghabiskan waktunya menulis buku ''[[Dilema Melayu]]'' yang di dalamnya ia menulis
"bahawa orang Melayulah penduduk asal atau penduduk bumiputera Tanah Melayu (''
Mahatir mengekspresikan ketidaknyamanannya dengan "terlalu ramai warganegara bukan Melayu yang boleh menguasai orang-orang Melayu sebaik sahaja segala perlindungan itu dihapuskan"<ref>Mohamad, p. 31.</ref> ketika "Secara tiba-tiba sedarlah orang Melayu bahawa dia tidak boleh menganggap Tanah Melayu sebagai tanah airnya. Tidak ada lagi Tanah Melayu — tanah air bagi orang Melayu. Dia sekarang sudah jadi orang lain, orang Malaysia, tetapi orang Melayu Malaysia dengan kuasanya di Tanah Melayu — tanah airnya — sekarang bukan sahaja diperkongsikan dengan orang lain, malahan diperkongsikan secara tidak sama rata. Tambahan pula dia sekarang diminta supaya melepaskan lebih banyak lagi pengaruh yang ada padanya."<ref>Mohamad, p. 76.</ref> Sesaat setelah Mahathir menjadi Perdana Menteri, Mahathir membantah ia telah mengubah pandangannya sejak ia menulis buku tersebut.<ref>Khoo, p. 25.</ref>
[[Image:Bumi discount mod.jpg|frame|Di bawah Kebijakan Ekonomi Baru, Bumiputera mendapatkan harga subsidi dalam pembelian rumah [[lahan yasan]].]]
Mahathir dan Musa Hitam kemudian masuk kembali ke UMNO di bawah pemerintahan [[Tun Abdul Razak]], Perdana Menteri ke-dua Malaysia. Beberapa butir [[Kebijakan Ekonomi Baru Malaysia|Kebijakan Ekonomi Baru]] (Bahasa Melayu: ''Dasar Ekonomi Baru'') canangannya didasarkan pada beberapa advokasi Mahathir dalam buku ''Dilema Melayu''-nya. Tujuan Kebijakan Ekonomi Baru seperti yang dinyatakan adalah penghapusan "identifikasi kaum menurut fungsi ekonominya".<ref>Musa, M. Bakri (1999). ''The Malay Dilemma Revisited'', p. 113. Merantau Publishers. ISBN 1-58348-367-5.</ref> Untuk mencapai hal ini, Kebijakan Ekonomi Baru menargetkan 30% ekonomi dikontrol oleh "Bumiputera" pada tahun 1990. Ini dikenal menjadi "solusi 30 persen" dan "kuota Bumiputera" diberikan dalam banyak bidang, termasuk pula pendaftaran saham publik dan skema pembelian rumah pribadi. Walau demikian, sasaran Kebijakan Ekonomi Baru tidaklah untuk mendistribusi ulang kekayaan, namun untuk memperbesar "kue" ekonomi dan memberikan sebagian besar bagiannya kepada orang Melayu, sehingga meningkatkan partisipasi ekonomi semua kaum.<ref>Musa, p. 115.</ref>
== Sumber ==
|