Tumenggung Jalil: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
Alamnirvana (bicara | kontrib)
Baris 1:
'''Tumenggung Jalil''' gelar '''Kiai Adipati Anom Dinding Raja''' (lahir di [[Palimbangan, Haur Gading, Hulu Sungai Utara|Kampung Palimbangan]], [[Hulu Sungai Utara]] tahun [[1840]] – meninggal di Benteng Tundakan, [[Balangan]] tanggal 24 September [[1861]] pada umur 21 tahun) adalah [[panglima perang]] dalam [[Perang Banjar]] dengan basis pertahanan di [[Banua Lima]], pedalaman [[Kalimantan Selatan]]. Jalil, namanya sejak kecil . Jalil merupakan seorang jaba bukan berdarah bangsawan. Sejak kecil dia dikenal pemberani dan [[pendekar]] dalam ilmu [[silat]]. Pada waktu berusia 20 tahun dia terlibat dalam perlawanan terhadap Belanda di Desa [[Tanah Habang Kiri, Lampihong, Balangan|Tanah]] [[Tanah Habang Kanan, Lampihong, Balangan|Habang]] dan [[Lok Bangkai]]. Karena kepahlawanannya dia dikenal sebagai ''Kaminting Pidakan'' (jagoan/jawara).
 
== Tumenggung Jalil Menyusun Kekuatan ==
'''Jalil''' diberi gelar '''Tumenggung Macan Negara''' oleh Sultan [[Tamjidillah II]], karena itulah ia dikenal juga dengan sebutan '''Tumenggung Jalil'''. Kemudian Tumenggung Jalil memihak kepada Pangeran Hidayatullah dan diberi [[gelar]] '''Kiai Adipati Anom Dinding Raja'' oleh [[Pangeran Hidayatullah]]. Pada tahun [[1859]] Tumenggung Jalil telah menyusun kekuatan di [[Banua Lima]]. Tumenggung Jalil membuat pos-pos penjagaan di sekitar [[Babirik, Hulu Sungai Utara|Babirik]], [[Distrik Alabio|Alabio]] dan [[Sungai Banar]]. Di sekitar [[Masjid]] [[Amuntai]] didirikan [[benteng]]. Di sungai dibuat rintangan-rintangan sehingga mempersulit bagi [[kapal]] yang akan lewat.
 
== Pertempuran di Amuntai, Balangan dan Tabalong ==
Pada awal [[Februari]] [[1860]], Belanda mengerahkan kapal-kapal perang ''Admiral van Kingsbergen'' dan kapal ''Bernet'' dengan beberapa ratus serdadu dan pasukan meriam dipimpin oleh Mayor '''G.M. Verspyck'''. Kapal perang itu akhirnya sampai di [[Distrik Alabio|Alabio]], dan seterusnya terpaksa menggunakan kapal atau perahu yang lebih kecil karena rintangan yang banyak di sungai. Pertempuran terjadi disekitar [[Masjid Amuntai]]. Dari masjid inilah keluar prajurit-prajurit rakyat yang tidak mengenal lelah menyerbu dengan hanya bersenjatakan [[tombak]], [[parang bungkul]] dan [[mandau]] dengan meneriakkan [[Allahu Akbar]] menyerbu Belanda. Korban berjatuhan dan perang berhadapanpun terjadi. Semangat membela [[agama]] dan berjuang melawan [[orang kafir]] dan mati dalam perang itu adalah semangat patriotisme yang tinggi yang mengisi dada setiap rakyat yang bertempur melawan penjajah Belanda. Benteng di sekitar masjid dipertahankan dengan kuat dibawah pimpinan '''Matia''' atau '''Mathiyassin''' pembantu utama [[Tumenggung Jalil]] dengan gagah berani mengamok menyerbu serdadu Belanda. Beratus-ratus yang menjadi [[syuhada]] dalam pertempuran itu, 44 orang diantaranya dimakamkan di [[Kaludan Besar, Banjang, Hulu Sungai Utara|Kaludan]]. Rumah-rumah penduduk ikut menjadi korban terbakar serta kampung di sekitarnya menjadi saksi kepahlawanan rakyat [[Amuntai]] mempertahankan agama. Diantara kampung yang musnah adalah Kampung [[Karias Dalam, Banjang, Hulu Sungai Utara|Karias]], dan diantara rumah penduduk yang musnah terdapat rumah Tumenggung Jalil. Di bekas benteng yang hancur, dijadikan Belanda [[bivak]], benteng baru terletak di pertemuan [[sungai Balangan]] dan [[sungai Tabalong]]. Pertempuran ini terjadi pada [[9 Februari]] [[1860]]. Pasukan-pasukan [[Pangeran Hidayatullah]] yang tersebar di sekitar [[Barabai]] bergabung dengan pasukan Tumenggung Jalil dan dapat menahan gerakan serdadu Belanda di sekitar [[Pantai Hambawang]]. Dalam pertempuran yang terjadi di [[Lampihong, Balangan|Lampihong]] diantara serdadu Belanda yang menjadi korban adalah '''Kapten de Jong'''. Pertempuran ini menyebabkan serdadu Belanda mundur. Bantuan serdadu Belanda kemudian diangkut dengan kapal perang ''Boni'' pada tanggal [[15 Mei]] [[1860]] menuju dan memudiki [[sungai Tabalong]]. Sebelum mencapai [[daerah Tabalong]], serdadu Belanda menghadapi serbuan rakyat disepanjang sungai yang dilewati. Sesampai di [[Distrik Tabalong|daerah Tabalong]], terjadi pertempuran dengan pasukan Tumenggung Jalil. Perlawanan rakyat cukup sengit menyebabkan serdadu Belanda terpaksa mundur ke daerah Kelua dan Amuntai. Baru bulan [[Juni]] [[1860]] Belanda berhasil menduduki daerah Tabalong. Serdadu Belanda menghadapi perlawanan dari pasukan [[Pengeran Hidayatullah]], pasukan Tumenggung Jalil dan pasukan Pangeran [[Antasari]] dengan [[Tumenggung Surapati]] yang berpusat di [[Tanah Dusun]].