'''Sejarah Republik Indonesia''' dalam tulisan ini dimaknai sebagai catatan mengenai rangkaian peristiwa yang terjadi di dalam wilayah negara [[Republik Indonesia]], atau memiliki hubungan dengan negara [[Indonesia]].
{{Sejarah Indonesia}}
'''Sejarah [[Indonesia]]''' diawali kerajaan-kerajaan besar di [[Jawa]] dan [[Sumatra]] yang mengandalkan perdagangan di sekitar wilayah [[Nusantara]]. Kedatangan orang-orang [[Eropa]] (terutamanya [[Belanda]]) yang menginginkan [[rempah-rempah]] mengakibatkan penjajahan oleh Belanda selama sekitar 350 tahun antara awal [[abad ke-17]] hingga pertengahan [[abad ke-20]].
==PrasejarahKurun waktu==
:''Artikel utama: [[Indonesia: Era prasejarah]].''
×===Era 1945 - 1949===
Secara geologi, wilayah [[Indonesia]] modern muncul kira-kira sekitar masa [[Pleistocene]] ketika masih terhubung dengan [[Asia]] Daratan. Pemukim pertama wilayah tersebut yang diketahui adalah [[manusia Jawa]] pada masa sekitar 500.000 tahun lalu. Kepulauan Indonesia seperti yang ada saat ini terbentuk pada saat melelehnya [[es]] setelah berakhirnya [[Zaman Es]].
===Era 1950 - 1959===
Para cendekiawan [[India]] telah menulis tentang [[Dwipantara]] atau kerajaan [[Hindu]] [[Jawa Dwipa]] di pulau [[Jawa]] dan [[Sumatra]] sekitar [[200 SM]]. Kerajaan [[Taruma]] menguasai [[Jawa Barat]] sekitar tahun [[400]]. Pada tahun [[425]] agama [[Buddha]] telah mencapai wilayah tersebut.
==Kerajaan=Era dan1960 kesultanan- awal1969===
:''Artikel utama: [[Indonesia: Era kerajaan Hindu-Buddha]], [[Indonesia: Era kerajaan Islam]]. Lihat pula: [[Sejarah Nusantara]].''
===Era 1970 - 1979===
Pada masa [[Renaisans]] [[Eropa]], [[Jawa]] dan [[Sumatra]] telah mempunyai warisan peradaban berusia ribuan tahun dan sepanjang dua kerajaan besar.
===Era 1980 - 1989===
Pada masa [[abad ke-7]] hingga [[abad ke-14]], kerajaan Buddha [[Sriwijaya]] berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok [[I Ching]] mengunjungi ibukotanya [[Palembang]] sekitar tahun [[670]]. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh [[Jawa Barat]] dan [[Semenanjung Melayu]]. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan [[Hindu]] di [[Jawa Timur]], [[Majapahit]]. Patih Majapahit antara tahun [[1331]] hingga [[1364]], [[Gajah Mada]] berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam [[wiracarita]] ''[[Ramayana]]''.
===Era 1990 - 1999===
[[Islam]] tiba di Indonesia sekitar [[abad ke-12]], dan melalui pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir [[abad ke-16]] di Jawa dan Sumatra. Hanya [[Bali]] yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan [[Kristen]] dan [[Islam]] diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan [[abad ke-17|17]], dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut. Penyebaran Islam didorong hubungan perdagangan di luar Nusantara; umumnya pedagang dan ahli kerajaan lah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut. Kerajaan penting termasuk [[Kerajaan Mataram|Mataram]] di [[Jawa Tengah]], dan [[Kesultanan Ternate]] dan [[Kesultanan Tidore]] di [[Maluku]] di timur.
==Era kolonial==
:''Artikel utama: [[Indonesia: Era Portugis]], [[Indonesia: Era VOC]], [[Indonesia: Era Belanda]].''
Mulai tahun [[1602]] [[Belanda]] secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah yang kini adalah Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit. Satu-satunya yang tidak terpengaruh adalah [[Timor Portugis]], yang tetap dikuasai [[Portugal]] hingga [[1975]] ketika berintegrasi menjadi provinsi Indonesia bernama [[Timor Timur]]. Belanda menguasai Indonesia selama hampir 350 tahun, kecuali untuk suatu masa pendek di mana sebagian kecil dari Indonesia dikuasai [[Britania]] setelah [[Perang Jawa Britania-Belanda]] dan masa penjajahan [[Jepang]] pada masa [[Perang Dunia II]]. Sewaktu menjajah Indonesia, Belanda mengembangkan [[Hindia-Belanda]] menjadi salah satu kekuasaan kolonial terkaya di dunia. 350 tahun penjajahan Belanda bagi sebagian orang adalah mitos belaka karena wilayah Aceh baru ditaklukan kemudian setelah Belanda mendekati kebangkrutannya.
{{stub}}
[[Gambar:VOC.svg|thumb|right|100px|Logo VOC]]
Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama [[VOC|Perusahaan Hindia Timur Belanda]] ([[bahasa Belanda]]: ''Verenigde Oostindische Compagnie'' atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun [[1602]]. Markasnya berada di [[Batavia]], yang kini bernama [[Jakarta]].
[[Kategori:Sejarah Indonesia|*]]
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan [[monopoli]]nya terhadap [[perdagangan rempah-rempah]] di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil [[rempah-rempah]], dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk [[Kepulauan Banda]] terus menjual [[biji pala]] kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan pala.
VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin [[Mataram]] dan [[Banten]].
Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir [[abad ke-18]] dan setelah kekuasaan Britania yang pendek di bawah [[Thomas Stamford Raffles]], pemerintah Belanda mengambil alih kepemilikan VOC pada tahun [[1816]]. Sebuah pemberontakan di Jawa berhasil ditumpas dalam [[Perang Diponegoro]] pada tahun [[1825]]-[[1830]]. Setelah tahun [[1830]] sistem [[tanam paksa]] yang dikenal sebagai ''cultuurstelsel'' dalam [[bahasa Belanda]] mulai diterapkan. Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu, seperti [[teh]], [[kopi]] dll. Hasil tanaman itu kemudian diekspor ke mancanegara. Sistem ini membawa kekayaan yang besar kepada para pelaksananya - baik yang Belanda maupun yang Indonesia. Sistem tanam paksa ini adalah monopoli pemerintah dan dihapuskan pada masa yang lebih bebas setelah [[1870]].
Pada [[1901]] pihak Belanda mengadopsi apa yang mereka sebut [[Kebijakan Beretika]] (bahasa Belanda: ''Ethische Politiek''), yang termasuk investasi yang lebih besar dalam pendidikan bagi orang-orang [[pribumi]], dan sedikit perubahan politik. Di bawah gubernur-jendral [[Johannes Benedictus van Heutsz|J.B. van Heutsz]] pemerintah Hindia-Belanda memperpanjang kekuasaan kolonial secara langsung di sepanjang Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan fondasi bagi negara Indonesia saat ini.
Pada [[1908]] gerakan nasionalis yang pertama, [[Budi Utomo]], dibentuk dan kemudian diikuti pada tahun [[1912]] oleh gerakan massa nasionalis pertama, [[Sarekat Islam]]. Belanda merespon hal tersebut setelah Perang Dunia I dengan langkah-langkah penindasan. Para pemimpin nasionalis berasal dari kelompok kecil yang terdiri dari profesional muda dan pelajar, yang beberapa di antaranya telah dididik di Belanda. Banyak dari mereka yang dipenjara karena kegiatan politis, termasuk Presiden Indonesia yang pertama, [[Soekarno]].
==Perang Dunia II==
:''Artikel utama: [[Indonesia: Era Jepang]].''
Pada Mei [[1940]], awal [[Perang Dunia II]], Belanda diduduki oleh [[Nazi]] [[Jerman]]. Hindia-Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke [[AS]] dan [[Britania]]. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni [[1941]], dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942.
Pada Juli 1942, [[Soekarno]] menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye publik dan membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan militer Jepang. [[Soekarno]], [[Mohammad Hatta]], dan para Kyai didekorasi oleh Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami [[siksaan]], terlibat [[Perbudakan seks pada Perang Dunia II|perbudakan seks]], penahanan sembarang dan hukuman mati, dan [[kejahatan perang]] lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.
Pada Maret 1945 Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada pertemuan pertamanya di bulan Mei, [[Soepomo]] membicarakan integrasi nasional dan melawan individualisme perorangan; sementara itu [[Muhammad Yamin]] mengusulkan bahwa negara baru tersebut juga sekaligus mengklaim [[Sarawak]], [[Sabah]], [[Malaya]], Portugis Timur, dan seluruh wilayah Hindia-Belanda sebelum perang.
Pada [[9 Agustus]] [[1945]] Soekarno, Hatta dan [[Radjiman Widjodiningrat]] diterbangkan ke [[Vietnam]] untuk bertemu [[Marsekal Terauchi]]. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang menuju kehancuran tetapi Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus.
==Masa selepas perang==
[[Gambar:Proklamasi.png|250px|thumb|right|Teks Proklamasi]]
:''Artikel utama: [[Proklamasi]], [[17 Agustus 1945]], [[Indonesia: Era 1945-1949]].''
Mendengar kabar bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan untuk membuat keputusan seperti itu pada [[16 Agustus]], Soekarno membacakan "Proklamasi" pada hari berikutnya. Kabar mengenai proklamasi menyebar melalui radio dan selebaran sementara pasukan militer Indonesia pada masa perang, [[Pasukan Pembela Tanah Air]] (PETA), para pemuda, dan lainnya langsung berangkat mempertahankan kediaman Soekarno.
Pada [[29 Agustus]] [[1945]] kelompok tersebut melantik Soekarno sebagai Presiden dan [[Mohammad Hatta]] sebagai Wakil Presiden dengan menggunakan konstitusi yang dirancang beberapa hari sebelumnya. BPUPKI dinamakan menjadi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan menjadi badan pemerintahan sementara hingga pemilu dapat dilaksanakan. Kelompok ini mendeklarasikan pemerintahan baru pada [[31 Agustus]] dan menghendaki Republik Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi: [[Sumatra]], [[Kalimantan]] (termasuk wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei), [[Jawa Barat]], [[Jawa Tengah]], [[Jawa Timur]], [[Sulawesi]], [[Maluku]] dan [[Kepulauan Sunda Kecil|Sunda Kecil]].
Dari [[1945]] hingga [[1949]], persatuan kelautan Australia yang bersimpati dengan usaha kemerdekaan, melarang segala pelayaran Belanda sepanjang konflik ini agar Belanda tidak mempunyai dukungan logistik maupun suplai yang diperlukan untuk membentuk kembali kekuasaan kolonial.
Usaha Belanda untuk kembali berkuasa dihadapi perlawanan yang kuat. Setelah kembali ke Jawa, pasukan Belanda segera merebut kembali ibukota kolonial Batavia, akibatnya para nasionalis menjadikan [[Yogyakarta]] sebagai ibukota mereka. Pada [[27 Desember]] [[1949]] (lihat artikel tentang [[27 Desember 1949]]), setelah 4 tahun peperangan dan negosiasi, Ratu [[Juliana dari Belanda]] memindahkan kedaulatan kepada pemerintah Federal Indonesia. Pada 1950, Indonesia menjadi anggota ke-60 [[PBB]].
Lihat pula [http://countrystudies.us/indonesia/16.htm The National Revolution, 1945-50] untuk keterangan lebih lanjut (dalam bahasa Inggris).
==Kemerdekaan==
Tidak lama setelah itu, Indonesia mengadopsi [[UUD '45|undang-undang baru]] yang terdiri dari sistem parlemen di mana dewan eksekutifnya dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada parlemen atau [[MPR]]. MPR terbagi kepada partai-partai politik sebelum dan sesudah pemilu pertama pada tahun [[1955]], sehingga koalisi pemerintah yang stabil susah dicapai.
Peran Islam di Indonesia menjadi hal yang rumit. Soekarno lebih memilih negara [[sekuler]] yang berdasarkan [[Garuda Pancasila|Pancasila]] sementara beberapa kelompok Muslim lebih menginginkan negara Islam atau undang-undang yang berisi sebuah bagian yang menyaratkan umat Islam takluk kepada [[syariah|hukum Islam]].
==Soekarno==
:''Artikel utama: [[Indonesia: Era Demokrasi Terpimpin]].''
Pemberontakan yang gagal di [[Sumatera]], [[Sulawesi]], Jawa Barat dan pulau-pulau lainnya yang dimulai sejak 1958, ditambah kegagalan MPR untuk mengembangkan konstitusi baru, melemahkan sistem parlemen Indonesia. Akibatnya pada [[1959]] ketika Presiden [[Soekarno]] secara unilateral membangkitkan kembali konstitusi 1945 yang bersifat sementara, yang memberikan kekuatan presidensil yang besar, dia tidak menemui banyak hambatan.
Dari 1959 hingga 1965, Presiden Soekarno berkuasa dalam rezim yang otoriter di bawah label "[[Demokrasi Terpimpin]]". Dia juga menggeser kebijakan luar negeri Indonesia menuju non-blok, kebijakan yang didukung para pemimpin penting negara-negara bekas jajahan yang menolak aliansi resmi dengan Blok Barat maupun Blok [[Uni Soviet]]. Para pemimpin tersebut berkumpul di [[Bandung]], [[Jawa Barat]] pada tahun [[1955]] dalam [[KTT Asia-Afrika]] untuk mendirikan fondasi yang kelak menjadi [[Gerakan Non-Blok]].
Pada akhir [[1950-an]] dan awal [[1960-an]], Soekarno bergerak lebih dekat kepada negara-negara komunis Asia dan kepada [[Partai Komunis Indonesia]] (PKI) di dalam negeri. Meski PKI merupakan partai komunis terbesar di dunia di luar [[Uni Soviet]] dan [[RRC|China]], dukungan massanya tak pernah menunjukkan penurutan ideologis kepada partai komunis seperti di negara-negara lainnya.
Soekarno menentang pembentukan Federasi [[Malaysia]] — dia mengatakan bahwa hal tersebut adalah sebuah "rencana neo-kolonial" untuk mempermudah rencana komersial inggris di wilayah tersebut. Ini kemudian mengakibatkan pertempuran antara pasukan Indonesia dan Malaysia dan Inggris (lihat: ''[[Konfrontasi Indonesia-Malaysia|Konfrontasi]]'').
==Irian Jaya==
Pada saat kemerdekaan, pemerintah Belanda mempertahankan kekuasaan terhadap belahan barat pulau [[Nugini]] (Irian), dan mengizinkan langkah-langkah menuju pemerintahan-sendiri dan pendeklarasian kemerdekaan pada [[1 Desember]] [[1961]].
Negosiasi dengan Belanda mengenai penggabungan wilayah tersebut dengan Indonesia gagal, dan pasukan penerjun payung Indonesia mendarat di Irian pada [[18 Desember]] sebelum kemudian terjadi pertempuran antara pasukan Indonesia dan Belanda pada 1961 dan 1962. Pada 1962 Amerika Serikat menekan Belanda agar setuju melakukan perbincangan rahasia dengan Indonesia yang menghasilkan [[Perjanjian New York]] pada Agustus 1962, dan Indonesia mengambil alih kekuasaan terhadapa [[Irian Jaya]] pada [[1 Mei]] [[1963]]. Setelah menolak supervisi dari [[PBB]], pemerintah Indonesia melaksanakan "Act of Free Choice" (Aksi Pilihan Bebas) di Irian Jaya pada 1969 di mana 1.025 wakil kepala-kepala daerah Irian dipilih dan kemudian diberikan latihan dalam bahasa Indonesia. Mereka secara konsensus akhirnya memilih bergabung dengan Indonesia. Sebuah resolusi Sidang Umum PBB kemudian memastikan perpindahan kekuasaan kepada Indonesia. Penolakan terhadap pemerintahan Indonesia menimbulkan aktivitas-aktivitas gerilya berskala kecil pada tahun-tahun berikutnya setelah perpindahan kekuasaan tersebut. Dalam atmosfer yang lebih terbuka setelah 1998, pernyataan-pernyataan yang lebih eksplisit yang menginginkan kemerdekaan dari Indonesia telah muncul.
==Gerakan 30 September==
:''Artikel utama: [[Gerakan 30 September]].''
Hingga [[1965]], PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno untuk memperkuat dukungan untuk rezimnya dan, dengan persetujuan dari Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk "[[Angkatan Kelima]]" dengan mempersenjatai pendukungnya. Para petinggi militer menentang hal ini.
Pada [[30 September]] [[1965]], enam jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya [[kudeta]] yang disalahkan kepada para pengawal istana yang loyal kepada PKI. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen [[Soeharto]], menumpas kudeta tersebut dan berbalik melawan PKI. Soeharto lalu menggunakan situasi ini untuk mengambil alih kekuasaan. Lebih dari puluhan ribu orang-orang yang dituduh komunis kemudian dibunuh. Jumlah korban jiwa pada [[1966]] mencapai setidaknya 500.000; yang paling parah terjadi di [[Jawa]] dan [[Bali]].
==Orde Baru==
:''Artikel utama: [[Indonesia: Era Orde Baru]].''
Pada [[1968]], MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Presiden Soeharto memulai "[[Orde Baru]]" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang [[kelaparan]] dikurangi dengan besar pada tahun [[1970-an]] dan [[1980-an]]. Dia juga memperkaya dirinya, keluarganya, dan rekan-rekat dekat melalui korupsi yang merajalela.
[[Gambar:Suharto resigns.jpg|right|thumb|300px|Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya didampingi B.J. Habibie.]]
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: [[Krisis finansial Asia]]), disertai [[kemarau]] terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. [[Rupiah]] jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, Soeharto mengundurkan diri pada [[21 Mei]] [[1998]], tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, [[B. J. Habibie]], untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
===Timor Timur===
Dari [[1596]] hingga [[1975]], Timor Timur adalah sebuah jajahan Portugis di pulau Timor yang dikenal sebagai [[Timor Portugis]] dan dipisahkan dari pesisir utara Australia oleh [[Laut Timor]]. Akibat [[Revolusi Anyelir|kejadian politis di Portugal]], pejabat Portugal secara mendadak mundur dari Timor Timur pada 1975. Dalam pemilu lokal pada tahun 1975, [[Fretilin]], sebuah partai yang dipimpin sebagian oleh orang-orang yang membawa paham [[Marxisme]], dan [[UDT]], menjadi partai-partai terbesar, setelah sebelumnya membentuk aliansi untuk mengkampanyekan kemerdekaan dari Portugal.
Pada [[7 Desember]] [[1975]], pasukan Indonesia masuk ke Timor Timur. Indonesia, yang mempunyai dukungan material dan diplomatik, dibantu peralatan persenjataan yang disediakan Amerika Serikat dan Australia, berharap dengan memiliki Timor Timur mereka akan memperoleh tambahan cadangan minyak dan gas alam, serta lokasi yang strategis.
Pada masa-masa awal, pihak militer Indonesia ([[ABRI]]) membunuh hampir 200.000 warga Timor Timur — melalui pembunuhan, pemaksaan kelaparan dan lain-lain. Banyak pelanggaran [[HAM]] yang terjadi saat Timor Timur berada dalam wilayah Indonesia.
Pada [[30 Agustus]] [[1999]], rakyat Timor Timur memilih untuk memisahkan diri dari Indonesia dalam
sebuah pemungutan suara yang diadakan [[PBB]]. Sekitar 99% penduduk yang berhak memilih turut serta; 3/4-nya memilih untuk merdeka. Segera setelah hasilnya diumumkan, dikabarkan bahwa pihak militer Indonesia melanjutkan pengrusakan di Timor Timur, seperti merusak [[infrastruktur]] di daerah tersebut.
Pada Oktober 1999, [[MPR]] membatalkan dekrit 1976 yang menintegrasikan Timor Timur ke wilayah Indonesia, dan Otorita Transisi PBB (UNTAET) mengambil alih tanggung jawab untuk memerintah Timor Timur sehingga kemerdekaan penuh dicapai pada Mei [[2002]].
==Reformasi==
:''Artikel utama: [[Indonesia: Era Reformasi]].''
Presiden Habibie segera membentuk sebuha kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendaptkan dukungan dari [[Dana Moneter Internasional]] dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.
Pemilu untuk MPR, DPR, dan DPRD diadakan pada [[7 Juni]] [[1999]]. [[PDI Perjuangan]] pimpinan putri Soekarno, [[Megawati Sukarnoputri]] keluar menjadi pemenang pada pemilu parlemen dengan mendapatkan 34% dari seluruh suara; [[Golkar]] (partai Soeharto - sebelumnya selalu menjadi pemenang pemilu-pemilu sebelumnya) memperoleh 22%; [[Partai Persatuan Pembangunan]] pimpinan [[Hamzah Haz]] 12%; [[Partai Kebangkitan Bangsa]] pimpinan [[Abdurrahman Wahid]] (Gus Dur) 10%. Pada Oktober [[1999]], MPR melantik Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati sebagai wakil presiden untuk masa bakti 5 tahun. Wahid membentuk kabinet pertamanya, [[Kabinet Persatuan Nasional]] pada awal November 1999 dan melakukan ''reshuffle'' kabinetnya pada Agustus [[2000]].
Pemerintahan Presiden Wahid meneruskan proses demokratisasi dan perkembangan ekonomi di bawah situasi yang menantang. Di samping ketidakpastian ekonomi yang terus berlanjut, pemerintahannya juga menghadapi konflik antar etnis dan antar agama, terutama di [[Aceh]], [[Maluku]], dan [[Papua]]. Di [[Timor Barat]], masalah yang ditimbulkan rakyat Timor Timur yang tidak mempunyai tempat tinggal dan kekacauan yang dilakukan para militan Timor Timur pro-Indonesia mengakibatkan masalah-masalah kemanusiaan dan sosial yang besar. MPR yang semakin memberikan tekanan menantang kebijakan-kebijakan Presiden Wahid, menyebabkan perdebatan politik yang meluap-luap.
Pada Sidang Umum MPR pertama pada Agustus 2000, Presiden Wahid memberikan laporan pertanggung jawabannya. Pada [[29 Januari]] [[2001]], ribuan demonstran menyerbu MPR dan meminta Presiden agar mengundurkan diri dengan alasan keterlibatannya dalam skandal korupsi. Di bawah tekanan dari MPR untuk memperbaiki manajemen dan koordinasi di dalam pemerintahannya, dia mengedarkan keputusan presiden yang memberikan kekuasaan negara sehari-hari kepada wakil presiden Megawati. Megawati mengambil alih jabatan presiden tak lama kemudian.
Pada [[2004]], pemilu satu hari terbesar di dunia diadakan dan [[Susilo Bambang Yudhoyono]] tampil sebagai presiden baru Indonesia. Pemerintah baru ini pada awal masa kerjanya telah menerima berbagai cobaan dan tantangan besar, seperti [[Gempa bumi Samudra Hindia 2004|gempa bumi besar di Aceh dan Nias]] pada Desember 2004 yang meluluh lantakkan sebagian dari Aceh serta [[gempa bumi Sumatra Maret 2005|gempa bumi lain pada awal 2005]] yang mengguncang Sumatra.
Pada [[17 Juli]] [[2005]], sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara pemerintah Indonesia dengan [[Gerakan Aceh Merdeka]] yang bertujuan mengakhiri konflik berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah [[Aceh]].
==Lihat juga==
* [[Sejarah nama Indonesia]]
==Referensi dan bacaan lebih lanjut==
* {{en}} Ricklefs, M.C. 2001. ''A history of modern Indonesia since c.1200''. Stanford: Stanford University Press. ISBN 0-8047-4480-7
* {{en}} Taylor, Jean Gelman. 2003. ''Indonesia: Peoples and histories''. New Haven: Yale University Press. ISBN 0300097093
* {{en}} Schwarz, Adam. 1994. ''A Nation in Waiting: Indonesia's Search for Stability''. 2nd Edition. St Leonards, NSW : Allen & Unwin.
* {{en}} Sebagian isi artikel ini berasal dari ''Library of Congress''.
==Pranala luar==
*[http://www.gimonca.com/sejarah/index.html Sejarah Indonesia] — Alur waktu dalam sejarah indonesia
[[Category:Sejarah Indonesia|*]]
[[en:History of Indonesia]]
[[es:Historia de Indonesia]]
[[he:היסטוריה של אינדונזיה]]
[[it:Storia dell'Indonesia]]
[[ja:インドネシアの歴史]]
[[lt:Indonezijos istorija]]
[[ms:Sejarah Indonesia]]
[[nl:Geschiedenis van Indonesië]]
[[pt:História da Indonésia]]
|