Gandrung Banyuwangi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k →Sejarah |
|||
Baris 9:
== Sejarah ==
Menurut catatan sejarah, gandrung pertama kalinya ditarikan oleh para lelaki yang didandani seperti perempuan dan, menurut laporan Scholte (1927), instrumen utama yang mengiringi tarian gandrung lanang ini adalah kendang. Pada saat itu, [[biola]] telah digunakan. Namun demikian, gandrung laki-laki ini lambat laun lenyap dari Banyuwangi sekitar tahun 1890an, yang diduga karena ajaran Islam melarang segala bentuk transvestisme atau berdandan seperti perempuan. Namun, tari gandrung laki-laki baru benar-benar lenyap pada tahun 1914, setelah kematian penari terakhirnya, yakni ''Marsan''.
Menurut sejumlah sumber, kelahiran [[Gandrung]]ditujukan untuk menghibur para pembabat hutan, mengiringi upacara minta selamat, berkaitan dengan pembabatan hutan yang angker.<ref>Antara lain, J.Scholte, Gandroeng van Banjoewangie, 1927; Paul A.Wolbers, Maintaining Using Identity, 1992, hal.89; "The Seblang and its music..." dalam "Performance in Java and Bali, 1993, hal.36; "Gandrung Banyuwangi", Banyuwangi: Dewan Kesenian Blambangan, 2003.</ref>
Gandrung wanita pertama yang dikenal dalam sejarah adalah gandrung ''Semi'', seorang anak kecil yang waktu itu masih berusia sepuluh tahun pada tahun 1895. Menurut cerita yang dipercaya, waktu itu Semi menderita penyakit yang cukup parah. Segala cara sudah dilakukan hingga ke dukun, namun Semi tak juga kunjung sembuh. Sehingga ibu Semi (''Mak Midhah'') bernazar seperti “Kadhung sira waras, sun dhadekaken Seblang, kadhung sing yo sing” (Bila kamu sembuh, saya jadikan kamu Seblang, kalau tidak ya tidak jadi). Ternyata, akhirnya Semi sembuh dan dijadikan ''[[seblang]]'' sekaligus memulai babak baru dengan ditarikannya gandrung oleh wanita.
|