Budaya organisasi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k bot kosmetik perubahan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 16:
== Nilai dominan dan subkultur organisasi ==
Kultur organisasi mewakili sebuah persepsi yang sama dari para anggota organisasi atau dengan kata lain, kultur adalah sebuah sistem makna bersama<ref name=integrasi>Meyerson, D;Martin, J. "{{en}}"Cultural Change: An Integration of Three Different Views," ''Journal of Management Studies'', 1987, hal. 623-647.</ref> Karena itu, kita bisa berharap bahwa individu-individu yang memiliki latar belakang yang berbeda atau berada di tingkatan yang tidak sama dalam organisasi akan memahami kultur organisasi dnegan pengertian yang serupa<ref name=integrasi/>
Sebagian besar organisasi memiliki kultur dominan dan banyak subkultur<ref name=subkultur>Yukl, G. {{en}}''Leadership in Organization'', Saddle River: Prentice Hall, 2002, hal. 141-174.</ref>. Sebuah kultur dominan mengungkapkan nilai-nilai inti yang dimiliki bersama oleh mayoritas anggota organisasi<ref name=subkultur/>. Ketika berbicara tentang kultur sebuah organisasi, kita merujuk pada kultur dominannya, jadi inilah pandangan makro terhadap kultur yang memberikan kepribadian tersendiri dalam organisasi<ref>Roberts, J. L. {{en}}"Striking a Hot Match," Newsweek, 24 Januari 2005, hal. 54-55.</ref>. Subkultur cenderung berkembang di dalam organisasi besar untuk merefleksikan masalah, situasi, atau pengalaman yang sama yang dihadapi para anggota<ref name=subkultur/>. Subkultur mencakup nilai-nilai inti dari kultur dominan ditambah nilai-nilai tambahan yang unik<ref name=subkultur/>. ▼
▲Sebagian besar organisasi memiliki kultur dominan dan banyak subkultur<ref name=subkultur>Yukl, G. {{en}}''Leadership in Organization'', Saddle River: Prentice Hall, 2002, hal. 141-174.</ref>. Sebuah kultur dominan mengungkapkan nilai-nilai inti yang dimiliki bersama oleh mayoritas anggota organisasi<ref name=subkultur/>. Ketika berbicara tentang kultur sebuah organisasi, kita merujuk pada kultur dominannya, jadi inilah pandangan makro terhadap kultur yang memberikan kepribadian tersendiri dalam organisasi<ref>Roberts, J. L. {{en}}"Striking a Hot Match," Newsweek, 24 Januari 2005, hal. 54-55.</ref>. Subkultur cenderung berkembang di dalam organisasi besar untuk merefleksikan masalah, situasi, atau pengalaman yang sama yang dihadapi para anggota<ref name=subkultur/>. Subkultur mencakup nilai-nilai inti dari kultur dominan ditambah nilai-nilai tambahan yang unik<ref name=subkultur/>.
Jika organisasi tidak memiliki kultur dominan dan hanya tersusun atas banyak subkultur, nilai kultur organisasi sebagai sebuah variabel independen akan berkurang secara signifikan karena tidak akan ada keseragaman penafsiran mengenai apa yang merupakan perilaku semestinya dan perilaku yang tidak semestinya<ref name=kultur/>. Aspek "makna bersama" dari kultur inilah yang menjadikannya sebagai alat potensial untuk menuntun dan membentuk perilaku<ref name=kultur/>. Itulah yang memungkinkan kita mengatakan, misalnya, bahwa kultur Microsoft menghargai keagresifan dan pengambilan risiko dan selanjutnya menggunakan informais tersebut untuk lebih memahami perilaku dari para eksekutif dan karyawan microsoft<ref name=microsoft>Hamm, S. {{en}}"No Letup-and No Apologies," ''Business Week'', 26 Oktober 1998, hal. 58-64.</ref>. Tetapi, kita tidak dapat mengabaikan kenyataan bahwa banyak organisasi jga memiliki berbagai subkultur yang bisa mempengaruhi perilaku anggotanya<ref name=kultur>.
== Referensi ==
|