HIV/AIDS di Afrika: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
DSisyphBot (bicara | kontrib) k bot Mengubah: fr:Incidence économique du sida en Afrique subsaharienne |
k bot kosmetik perubahan |
||
Baris 67:
Obat [[anti-retroviral]] (ARV) yang baru dapat memperlambat atau bahkan membalikkan perkembangan infeksi HIV, menunda serangan AIDS selama dua puluh tahun atau lebih. Tetapi, karena biaya yang harus dikeluarkan relatif tinggi, maka hanya 7% dari 6 juta orang di negara berkembang yang memerlukan perawatan menggunakan ARV yang mampu menggunakannya. Tetapi akses untuk mendapatkan terapi ARV meningkat lebih dari delapan kali lipat sejak akhir tahun 2003, dan kini terhitung 810,000 pasien yang mendapatkan perawatan.
Kemudahan untuk mendapatkan obat-obatan yang sesuai semakin dilihat sebagai komponen penting dalam setiap strategi penanggulangan HIV/AIDS yang baik. ARV memiliki peran yang sangat penting dalam mencegah sekaligus mengobati. Dipercaya bahwa semakin banyak orang yang bersedia untuk menjalani tes, apabila ada harapan bagi mereka untuk mendapatkan perawatan yang baik. Hal ini juga dapat mendorong mereka untuk berperilaku positif dengan berusaha untuk menghindari penularan virus kepada orang lain. Memperlambat serangan AIDS memungkinkan penduduk untuk
ARV harus digunakan secara terus-menerus, untuk mencegah strain virus HIV yang kebal semakin menyebar. Di daerah di mana biaya terapi ARV sangat tinggi, strain kebal seperti ini banyak dijumpai pada pengidap yang pernah menghentikan terapi untuk beberapa waktu karena kekurangan biaya. Pasien yang mulai menjalani perawatan HIV biasanya harus mengkonsumsi obat secara terus menerus sepanjang hidupnya, walaupun banyak di antara mereka yang melewati beberapa waktu tanpa mengkonsumsi obat ARV. Jangka waktu ini biasanya disebut sebagai cuti obat" (drug holidays). UNAIDS telah melaporkan pecahnya wabah tuberkulosis yang sangat kebal di daerah KwaZulu-Natal, yang pertama kali dicatat pada awal September. Ada pula penyakit kombinasi antara HIV dan TBC di Afrika Selatan, di mana sekitar 60% pasien pengidap TBC juga telah terinfeksi HIV.
|