Suku Polahi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
{{subst:kembang}} |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
'''Polahi''' adalah julukan untuk suku terasing yang hidup di hutan pedalaman Gorontalo. Menurut cerita yang beredar di masyarakat, polahi adalah masyarakat pelarian zaman dahulu yang melakukan eksodus ke hutan karena takut dan tidak mau dijajah oleh Belanda sehingga menjadikan mereka sebagai suku terasing sampai dengan saat ini.▼
▲Polahi adalah julukan untuk suku terasing yang hidup di hutan pedalaman Gorontalo. Menurut cerita yang beredar di masyarakat, polahi adalah masyarakat pelarian zaman dahulu yang melakukan eksodus ke hutan karena takut dan tidak mau dijajah oleh Belanda sehingga menjadikan mereka sebagai suku terasing sampai dengan saat ini.
Mereka hidup di pedalaman hutan daerah Boliyohuto, Paguyaman dan Suwawa, Provinsi Gorontalo.
Konon orang Polahi adalah pelarian pada zaman Belanda, yang
katanya untuk menghindari pembayaran pajak. Jumlah mereka
seluruhnya sekitar 500 orang, kira-kira 200 orang di Kecamatan
Paguyaman dan 300 orang di Kecamatan Suwawa. Mereka tinggal di
hutan dalam kelompok-kelompok kecil. Departemen Sosial di tingkat
Kabupaten Gorontalo mengidentifikasi masyarakat Polahi dengan
Kelompok 9, Kelompok 18, Kelompok 21, Kelompok 70, dan
sebagainya, berdasarkan jumlah anggota kelompok dalam satu
"kampung".
Literatur mengenai masyarakat ini tak ada. Bahasanya adalah
dialek Gorontalo, dan menganut agama tradisional. Mereka hidup
dari bercocok tanam alakadarnya dan berburu babi hutan, rusa,
serta ular sanca. Belum mengenal pakaian seperti umumnya orang
Indonesia, hanya memakai penutup syahwat dari daun palma dan
kulit kayu. Rumah mereka sederhana, tak berdinding, dapur dibuat
di tengah, juga berfungsi untuk penghangat. Mereka tak mengenal
sekolah dan fasilitas kesehatan modern. Untuk mencapai Kelompok
9, diperlukan jalan kaki naik gunung sekitar tujuh jam.
Mereka terbelakang, tak hanya karena keterpencilan dan tak
mempunyai pendidikan formal, bahkan dalam kebudayaan mereka tak
dikenal hitung-menghitung dan tak dikenal hari. Atas bantuan para
peneliti, saya dapat bertemu dengan tiga orang Polahi yang telah
turun dari gunung. Angka maksimum yang dapat mereka hitung adalah
empat. Selebihnya adalah "banyak". Sebelumnya saya mendengar
bahwa orang Polahi hanya mengenal dua kriteria, yakni "satu" dan
"banyak".
Kawin dengan saudara kandung adalah biasa. Sesepuh pada Kelompok
9 adalah seorang kakek tiga bersaudara, dua saudaranya itu
perempuan. Dia mengawini kedua saudara kandungnya ini. Istrinya
yang satu tak mempunyai anak, sedangkan satu lagi mempunyai enam
anak, dua laki-laki dan empat perempuan. Anaknya mengawini
anaknya, sehingga anaknya menjadi menantunya. Dengan mudah dapat
dibayangkan betapa beratnya tantangan untuk memajukan masyarakat
ini, mengintegrasikannya dengan pembangunan di Indonesia<ref>http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1996/01/13/0003.html</ref>.
== Referensi ==
{{reflist}}
[[Kategori:Suku bangsa di Gorontalo]]
|