Poncke Princen: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Stephensuleeman (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 3:
Princen lahir dan tumbuh di [[Belanda]]. Dia sempat mengenyam pendidikan di Seminari dari 1939-1943. Pada tahun 1943, tentara [[Nazi]] Jerman mulai menginvasi dan menduduki Belanda. Seminari tempat dia sekolah diisolasi dan anak-anaknya dikurung di asramanya karena Belanda berada sepenuhnya dalam suasana perang. Pada tahun yang sama dia mencoba melarikan diri dan tertangkap oleh Nazi. Dia pun dikirim ke kamp konsentrasi di [[Vught]], lalu dikirim lanjut ke penjara kota [[Utrecht]]. Di akhir 1944, sesaat setelah dia bebas dari Jerman, dia kembali ditahan oleh pemerintah - kali ini pemerintah Belanda, karena dia menolak wajib militer di tengah kondisi yang sangat kritis tersebut. Ia pun dengan paksa masuk dinas militer dan dikirim ke jajahan Belanda di timur yang berusaha untuk memerdekakan diri, yaitu Indonesia. Di negara jajahan ini ia tergabung dalam tentara kerajaan Belanda [[Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger|KNIL]].
 
Indonesia lewat [[proklamasi]] sudah memerdekakan diri pada 17 Agustus 1945, tetapi perang antara penjajah dan negara bekas jajahan masih terus menerus berkecamuk. Pada tahun 1948, Princen yang muak menyaksikan sikap dan berbagai kebrutalan yang dilakukan bangsanya, meninggalkan KNIL dan bergabung dengan [[Tentara Nasional Indonesia]] pada tahun [[1948]]. Pada tahun 1948 pula dia, walaupun seorang Belanda, secara langsung menerima penghargaan [[Bintang Gerilya]] dari Presiden SukarnoSoekarno.
 
Pada tahun 1956, Princen menjadi politikus populer Indonesia dan menjadi anggota [[parlemen nasional]]. Tetapi dia pun akhirnya juga menyaksikan berbagai penyelewengan yang terjadi di dalam birokrasi saat itu. Dia juga kecewa dengan iklim politik yang semakin tidak kondusif. Dia pun keluar dari parlemen dan mulai bersikap vokal terhadap pemerintahan yang mulai otoriter saat itu dengan pihak militer yang bertindak sewenang-wenang. Princen ditahan dan dipenjara dari 1957 hingga 1958. Pada awal tahun 1960an, dia mulai secara lebih terfokus aktif dalam membela Hak Asasi Manusia. Di masa itu pula, dia juga salah satu pendiri dan pemimpin awal [[LPHAM]], lembaga pembela HAM pertama di Indonesia. Karena sikap kritisnya terhadap pemerintah dan terhadap [[Revolusi]], Princen dipenjara kembali pada tahun 1962 hingga 1966.