Orang Minangkabau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
VoteITP (bicara | kontrib)
merapikan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot melakukan perubahan kosmetika
Baris 18:
}}
 
'''Suku Minangkabau''' atau '''Minang''' adalah [[kelompok etnik]] [[Nusantara]] yang ber[[bahasa Minang|bahasa]] dan menjunjung [[adat Minangkabau]]. Wilayah penganut kebudayaannya meliputi [[Sumatera Barat]], separuh daratan [[Riau]], bagian utara [[Bengkulu]], bagian barat [[Jambi]], bagian selatan [[Sumatera Utara]], barat daya [[Aceh]], dan juga [[Negeri Sembilan]] di [[Malaysia]]<ref>Josselin de Jong, P.E. de, (1960), ''Minangkabau and Negeri Sembilan: Socio-Political Structure in Indonesia'', Jakarta: Bhartara</ref>. Dalam percakapan awam, orang Minang seringkali disamakan sebagai '''orang Padang''', merujuk kepada nama ibukota propinsi Sumatera Barat yaitu kota [[Padang]].
Adat istiadat Minang sangat khas, yang dicirikan dengan sistem kekeluargaan melalui jalur perempuan atau [[matrilineal]]<ref name="Datuk">Batuah, A. Dt. & Madjoindo, A. Dt., (1959), ''Tambo Minangkabau dan Adatnya'', Jakarta: Balai Pustaka.</ref>, walaupun budayanya juga sangat kuat diwarnai ajaran agama [[Islam]]. Saat ini masyarakat Minang merupakan masyarakat penganut matrilineal terbesar di dunia<ref>Evers, Hans-Dieter, Korff, Rüdiger, (2000), ''Southeast Asian Urbanism'', LIT Verlag Münster, Ed.2nd , hlm.188, ISBN 3-8258-4021-2</ref><ref>Ong, Aihwa, Peletz, Michael G., (1995), ''Bewitching women, pious men: gender and body politics in Southeast Asia'', University of California Press, hlm. 51, ISBN 0-520-08861-1</ref>. Selain itu, etnik ini juga telah menerapkan sistem proto-[[demokrasi]] sejak masa pra-[[Hindu]] dengan adanya kerapatan adat untuk menentukan hal-hal penting dan permasalahan hukum. Prinsip adat Minangkabau tertuang singkat dalam pernyataan ''Adat basandi syara', syara' basandi Kitabullah'' (Adat bersendikan hukum, hukum bersendikan Al Qur'an) yang berarti adat berlandaskan ajaran Islam<ref>Jones, Gavin W., Chee, Heng Leng, and Mohamad, Maznah, (2009), ''Muslim-Non-Muslim Marriage: Political and Cultural Contestations in Southeast Asia'', Chaptep 6:'' Not Muslim, Not Minangkabau, Interreligious Marriage and its Culture Impact in Minangkabau Society by Mina Elvira'', Institute of Southeast Asian Studies, ISBN 978-981-230-874-0</ref>.
 
Orang Minangkabau sangat menonjol dibidang perniagaan, sebagai profesional dan intelektual. Mereka merupakan pewaris terhormat dari tradisi tua [[Kerajaan Malayu]] dan [[Kerajaan Sriwijaya|Sriwijaya]] yang gemar berdagang dan dinamis.<ref name="GRAVES_p1">{{cite book | last =Graves | first =Elizabeth E. | authorlink = | coauthors = | title =The Minangkabau Response to Dutch Colonial Rule Nineteenth Century | publisher =Cornell Modern Indonesia Project #60 | date =1981 | location =Itacha, NY | url = | doi = | isbn = | page =1}}</ref> Hampir separuh jumlah keseluruhan anggota suku ini berada dalam perantauan. Minang perantauan pada umumnya bermukim di kota-kota besar, seperti [[Jakarta]], [[Bandung]], [[Pekanbaru]], [[Medan]], [[Batam]], [[Palembang]], dan [[Surabaya]]. Di luar wilayah Indonesia, suku Minang banyak terdapat di [[Malaysia]] (terutama Negeri Sembilan) dan [[Singapura]]. Di seluruh [[Indonesia]] dan bahkan di mancanegara masakan khas suku ini, yang populer dengan sebutan [[masakan Padang]], sangatlah digemari.
Baris 32:
Dalam catatan sejarah kerajaan [[Majapahit]], ''Nagarakretagama''<ref>Brandes, J.L.A., (1902), ''Nāgarakrětāgama; Lofdicht van Prapanjtja op koning Radjasanagara, Hajam Wuruk, van Madjapahit, naar het eenige daarvan bekende handschrift, aangetroffen in de puri te Tjakranagara op Lombok''.</ref> bertarikh 1365 M, juga telah ada menyebutkan nama '''Minangkabwa''' sebagai salah satu dari negeri [[Melayu]] yang ditaklukannya.
 
Sedangkan nama "Minang" itu sendiri juga telah disebutkan dalam [[Prasasti Kedukan Bukit]] yang bertarikh [[682]] Masehi dan berbahasa [[Sansekerta]]. Dalam [[prasasti]] itu dinyatakan bahwa pendiri kerajaan [[Sriwijaya]] yang bernama [[Dapunta Hyang]] bertolak dari "Minānga" ...<ref>Cœdès, George, (1930), ''Les inscriptions malaises de Çrivijaya'',BEFEO</ref>. Beberapa ahli yang merujuk dari sumber prasasti itu menduga, kata baris ke-4 (...minānga) dan ke-5 (tāmvan....) sebenarnya tergabung, sehingga menjadi '''mināngatāmvan''' dan diterjemahkan dengan makna ''sungai kembar''. Sungai kembar yang dimaksud diduga menunjuk kepada pertemuan (temu) dua sumber aliran [[Sungai Kampar]], yaitu ''Sungai Kampar Kiri'' dan ''Sungai Kampar Kanan''<ref>Purbatjaraka, R.M. Ngabehi, (1952), ''Riwajat Indonesia'', I, Djakarta: Jajasan Pembangunan.</ref>. Namun pendapat ini dibantah oleh Casparis, yang membuktikan bahwa "tāmvan" tidak ada hubungannya dengan "temu", karena kata ''temu'' dan ''muara'' juga dijumpai pada prasasti-prasasti peninggalan zaman Sriwijaya yang lainnya<ref>Casparis, J.G. de, (1956), ''Prasasti Indonesia II'', Dinas Purbakala Republik Indonesia, Bandung: Masa Baru.</ref>. Oleh karena itu kata ''Minanga'' berdiri sendiri dan identik dengan penyebutan ''Minang'' itu sendiri.
 
== Asal usul ==
{{utama| Tambo Minangkabau|, Tombo Lubuk Jambi| Kerajaan Pagaruyung}}
Suku Minang merupakan bagian dari masyarakat ''Deutro Melayu'' (Melayu Muda) yang melakukan migrasi dari daratan China Selatan ke pulau Sumatera sekitar 2.500-2.000 tahun yang lalu. Diperkirakan kelompok masyarakat ini masuk dari arah timur pulau Sumatera, menyusuri aliran sungai Kampar sampai ke dataran tinggi di lembah [[Limapuluh Koto]], [[Agam]], dan [[Tanah Datar]]. Ketiga lembah yang dikenal dengan ''Luhak nan Tigo'' ini menjadi kampung halaman orang Minangkabau.<ref>Graves (1981), p. 4.</ref>
Selanjutnya masyarakat ini menyebar dari ''Luhak nan Tigo'' terus ke [[Pasaman]] di utara, [[Kabupaten Solok|Solok]] dan [[Kabupaten Sawahlunto Sijunjung|Sawahlunto-Sijunjung]] di selatan, hingga ke daerah pesisir di pantai barat pulau Sumatera, yang terbentang dari [[Natal, Mandailing Natal|Natal]] hingga [[Kerinci]].
 
Selain berasal dari ''Luhak nan Tigo'', masyarakat pesisir juga banyak yang berasal dari [[India]] dan [[Persia]]. Dimana migrasi masyarakat tersebut terjadi ketika pantai barat Sumatera menjadi pelabuhan alternatif perdagangan selain [[kesultanan Malaka|Malaka]], ketika kerajaan tersebut jatuh ke tangan [[Portugis]].
Baris 50:
Suku terbagi-bagi ke dalam beberapa cabang keluarga yang lebih kecil atau disebut ''payuang'' (payung). Adapun unit yang paling kecil setelah ''sapayuang'' disebut ''saparuik''. Sebuah ''paruik'' (perut) biasanya tinggal pada sebuah [[rumah gadang]] secara bersama-sama<ref name="de Jong_p10">{{cite book | last =de Jong | first =P.E de Josselin | authorlink = | coauthors = | title =Minangkabau and Negeri Sembilan: Socio-Political structure in Indonesia | publisher =Bhartara | date =1960 | location =Djakarta | url = | doi = | isbn = | page =10}}</ref> namun hanya kaum perempuan dan anak-anak yang jadi penghuni rumah gadang. Sedangkan laki-laki menetap di rumah istrinya, dan jika laki-laki tersebut belum menikah biasanya tidur di surau. [[Surau]] biasa digunakan sebagai tempat mengaji [[Al Qur'an]], berdiskusi, dan berlatih silat.
 
Selain sebagai basis politik, suku juga merupakan basis dari unit-unit ekonomi. Kekayaan ditentukan oleh kepemilikan tanah keluarga, harta, dan sumber-sumber pemasukan lainnya yang semuanya itu dikenal sebagai harta pusaka. Harta pusaka merupakan harta milik bersama dari seluruh anggota kaum-keluarga. Harta pusaka tidak dapat diperjualbelikan dan tidak dapat menjadi milik pribadi. Harta pusaka semacam dana jaminan bersama untuk melindungi anggota kaum-keluarga dari kemiskinan. Jika ada anggota keluarga yang mengalami kesulitan atau tertimpa musibah, maka harta pusaka dapat digadaikan.
 
=== Nagari ===
Baris 79:
Para perantau biasanya telah pergi merantau sejak usia belasan tahun, baik sebagai pedagang ataupun penuntut ilmu. Bagi sebagian besar masyarakat Minangkabau, merantau merupakan sebuah cara yang ideal untuk mencapai kematangan dan kesuksesan. Dengan merantau tidak hanya harta kekayaan dan ilmu pengetahuan yang didapat, namun juga prestise dan kehormatan individu di tengah-tengah lingkungan adat.
 
Dari pencarian yang diperoleh, para perantau biasanya mengirimkan sebagian hasilnya ke kampung halaman untuk kemudian diinvestasikan dalam usaha keluarga, yakni dengan memperluas kepemilikan sawah, memegang kendali pengolahan lahan, atau menjemput sawah-sawah yang tergadai. Uang dari para perantau biasanya juga dipergunakan untuk memperbaiki sarana-sarana nagari, seperti mesjid, jalan, ataupun pematang sawah.
=== Jumlah Perantau ===
Baris 108:
 
=== Merantau Dalam Sastra ===
Fenomena merantau dalam masyarakat Minangkabau, ternyata sering menjadi sumber inspirasi bagi para pekerja seni, terutama sastrawan. [[Hamka]], dalam novelnya ''Merantau ke Deli'', bercerita tentang pengalaman hidup perantau Minang yang pergi ke [[Deli]] dan menikah dengan perempuan Jawa. Novelnya yang lain ''Tenggelamnya Kapal Van der Wijck'' juga bercerita tentang kisah anak perantau Minang yang pulang kampung. Di kampung, ia menghadapi kendala oleh masyarakat adat Minang yang merupakan ''induk bako''nya sendiri. Selain novel karya Hamka, novel karya [[Marah Rusli]], ''[[Siti Nurbaya]]'' dan ''Salah Asuhan''nya [[Abdul Muis]] juga menceritakan kisah perantau Minang. Dalam novel-novel tersebut, dikisahkan mengenai persinggungan pemuda perantau Minang dengan adat budaya Barat. Novel ''[[Negeri 5 Menara]]'' karya [[Ahmad Fuadi]], mengisahkan perantau Minang yang belajar di pesantren Jawa dan akhirnya menjadi orang yang berhasil. Dalam bentuk yang berbeda, lewat karyanya yang berjudul ''Kemarau'', [[A.A Navis]] mengajak masyarakat Minang untuk membangun kampung halamannya yang banyak di tinggal pergi merantau.
 
Novel yang bercerita tentang perantau Minang tersebut, biasanya berisi kritik sosial dari penulis kepada adat budaya Minang yang kolot dan tertinggal. Selain dalam bentuk novel, kisah perantau Minang juga dikisahkan dalam film ''[[Merantau (film)|Merantau]]'' karya sutradara [[Inggris]], [[Gareth Evans]].
Baris 116:
 
[[Berkas:Famousminang.jpg|thumb|Imam Bonjol, Mohammad Hatta, Soetan Sjahrir, Fahmi Idris]]
Suku Minang terkenal sebagai suku yang terpelajar, oleh sebab itu pula mereka menyebar di seluruh Indonesia bahkan manca-negara dalam berbagai macam profesi dan keahlian, antara lain sebagai politisi, penulis, ulama, pengajar, jurnalis, dan [[Pedagang Minangkabau|pedagang]]. Berdasarkan jumlah populasi yang relatif kecil (2,7% dari penduduk Indonesia), Minangkabau merupakan salah satu suku tersukses dengan banyak pencapaian. Majalah Tempo dalam edisi khusus tahun 2000 mencatat bahwa 6 dari 10 tokoh penting Indonesia di abad ke-20 merupakan orang Minang.<ref>{{cite book|publisher=Majalah Tempo Edisi Khusus Tahun 2000|date = December|year =1999 | accessdate = }}</ref>
 
Keberhasilan dan kesuksesan orang Minang banyak diraih ketika berada di perantauan. Sejak dulu mereka telah pergi merantau ke berbagai daerah di [[Jawa]], [[Sulawesi]], [[Malaysia|semenanjung Malaysia]], [[Thailand]], [[Brunei]], hingga [[Philipina]]. Di tahun 1390, Raja Bagindo mendirikan [[Kesultanan Sulu]] di Philipina selatan. Pada abad ke-14 orang Minang melakukan migrasi ke [[Negeri Sembilan]], Malaysia dan mengangkat raja untuk negeri baru tersebut dari kalangan mereka. [[Raja Melewar]] merupakan raja pertama Negeri Sembilan yang diangkat pada tahun [[1773]]. Di akhir abad ke-16, ulama Minangkabau Dato Ri Bandang, Dato Ri Patimang, dan Dato Ri Tiro, menyebarkan Islam di Indonesia timur dan mengislamkan [[kerajaan Gowa]]. Setelah gagal merebut tahta [[Kesultanan Johor]], pada tahun 1723 putra [[kerajaan Pagaruyung|Pagaruyung]] yang bergelar [[Abdul Jalil Rahmad Syah I dari Siak|Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah I]] mendirikan Kerajaan Siak di daratan Riau.<ref>'''www.melayuonline.com''' [http://www.melayuonline.com|title=Sejarah Kerajaan Siak Sejarah Kerajaan Siak]</ref>
 
Kedatangan reformis Muslim yang menuntut ilmu di [[Kairo]] dan [[Mekkah]] mempengaruhi sistem pendidikan di Minangkabau. Sekolah Islam modern [[Sumatera Thawalib]] dan [[Diniyah Putri]] banyak melahirkan aktivis yang banyak berperan dalam proses kemerdekaan, antara lain [[Ahmad Rasyid Sutan Mansur|A.R Sutan Mansur]], [[Siradjuddin Abbas]], dan [[Djamaluddin Tamin]].
Baris 126:
Di samping menjabat gubernur provinsi Sumatera Tengah/Sumatera Barat, orang-orang Minangkabau juga duduk sebagai gubernur provinsi lain di Indonesia. Mereka adalah [[Datuk Djamin]] ([[Jawa Barat]]), [[Daan Jahja]] ([[Jakarta]]), Muhammad Djosan dan Muhammad Padang ([[Maluku]]), Anwar Datuk Madjo Basa Nan Kuniang dan Moenafri ([[Sulawesi Tengah]]), [[Adenan Kapau Gani]] ([[Sumatra Selatan]]), Eni Karim ([[Sumatera Utara]]), serta Djamin Datuk Bagindo ([[Jambi]]).<ref>'''www.posmetropadang.com''' [http://www.posmetropadang.com/ Budaya Merantau Orang Minang (1) Kalaulah di Bulan Ada Kehidupan]{{dead link}}</ref>
 
Beberapa partai politik Indonesia didirikan oleh politisi Minang. PARI dan [[Partai Murba|Murba]] didirikan oleh Tan Malaka, [[Partai Sosialis Indonesia]] oleh Sutan Sjahrir, PNI Baru oleh Mohammad Hatta, [[Masyumi]] oleh Mohammad Natsir, [[Perti]] oleh [[Syekh Sulaiman ar-Rasully|Sulaiman ar-Rasuli]], dan [[Persatuan Muslim Indonesia|Permi]] oleh [[Rasuna Said]]. Selain mendirikan partai politik, politisi Minang juga banyak menghasilkan buku-buku yang menjadi bacaan wajib para aktifis pergerakan. Buku-buku bacaan utama itu antara lain, ''Naar de Republiek Indonesia'', ''Madilog'', dan ''Massa Actie'' karya Tan Malaka, ''Alam Pikiran Yunani'' dan ''Demokrasi Kita'' karya Hatta, ''Fiqhud Dakwah'' dan ''Capita Selecta'' karya Natsir, serta ''Perjuangan Kita'' karya Sutan Sjahrir.
 
Penulis Minang banyak mempengaruhi perkembangan bahasa dan sastra Indonesia. Mereka mengembangkan bahasa melalui berbagai macam karya tulis dan keahlian. [[Marah Rusli]], [[Abdul Muis]], [[Idrus]], [[Hamka]], dan [[A.A Navis]] berkarya melalui penulisan novel. [[Nur Sutan Iskandar]] novelis Minang lainnya, tercatat sebagai penulis novel Indonesia yang paling produktif. [[Chairil Anwar]] dan [[Taufik Ismail]] berkarya lewat penulisan puisi. Serta [[Sutan Takdir Alisjahbana]], novelis sekaligus ahli tata bahasa, melakukan modernisasi bahasa Indonesia sehingga bisa menjadi bahasa persatuan nasional. Novel-novel karya sastrawan Minang seperti ''Siti Nurbaya'', ''Salah Asuhan'', ''Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck'', ''Layar Terkembang'', dan ''Robohnya Surau Kami'' telah menjadi bahan bacaan wajib bagi siswa sekolah di Indonesia dan Malaysia.
 
Selain melalui karya sastra, pengembangan bahasa Indonesia banyak pula dilakukan oleh jurnalis Minang. Mereka antara lain [[Adinegoro|Djamaluddin Adinegoro]], [[Rosihan Anwar]], dan [[Ani Idrus]]. Di samping [[Abdul Rivai]] yang dijuluki sebagai Perintis Pers Indonesia, [[Rohana Kudus]] yang menerbitakan ''Sunting Melayu'', menjadi wartawan sekaligus pemilik koran wanita pertama di Indonesia.
 
Di Indonesia dan Malaysia, disamping orang [[Tionghoa]], orang Minang juga terkenal sebagai pengusaha ulung. Banyak pengusaha Minang sukses berbisnis di bidang perdagangan tekstil, rumah makan, perhotelan, pendidikan, dan rumah sakit. Di antara figur pengusaha sukses adalah, [[Abdul Latief]] (pemilik ''[[TV One]]''), [[Basrizal Koto]] (pemilik peternakan sapi terbesar di Asia Tenggara), [[Hasyim Ning]] (pengusaha perakitan mobil pertama di Indonesia), dan [[Tunku Tan Sri Abdullah]] (pemilik ''Melewar Corporation'' Malaysia)
 
Banyak pula orang Minang yang sukses di dunia hiburan, baik sebagai sutradara, produser, penyanyi, maupun artis. Sebagai sutradara dan produser ada [[Usmar Ismail]], [[Asrul Sani]], [[Djamaludin Malik]], dan [[Arizal]]. Arizal bahkan menjadi sutradara dan produser film yang paling banyak menghasilkan karya. Sekurang-kurangnya 52 film dan 8 sinetron dalam 1.196 episode telah dihasilkannya. Film-film karya sineas Minang, seperti ''[[Lewat Djam Malam]]'', ''[[Gita Cinta dari SMA]]'', ''[[Naga Bonar]]'', ''[[Pintar Pintar Bodoh]]'', dan ''[[Maju Kena Mundur Kena]]'', menjadi film terbaik yang banyak digemari penonton.
Baris 160:
* [http://wawasanislam.wordpress.com/2008/05/29/ilyas-ya%E2%80%99kub-1903-1958-ulama-dan-pahlawan-nasional-indonesia/ wawasanislam.wordpress.com] ILYAS YA’KUB (1903-1958) Ulama dan Pahlawan Nasional Indonesia
* [http://psbjelebu.blogspot.com/2005/06/asal-usul-adat-perpatih.html psbjelebu.blogspot.com] ASAL USUL ADAT PERPATIH
<br />
{{Daftar Suku-suku Minang}}