Tamjidullah I dari Banjar: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
Alamnirvana (bicara | kontrib) |
||
Baris 9:
Perjanjian itu tertanggal [[18 Mei]] [[1747]] tertulis huruf Arab-Melayu dan [[bahasa Melayu]] dan [[huruf Latin]] [[bahasa Belanda]]. Perjanjian yang tertulis dengan huruf Arab-Melayu dan berbahasa Melayu itu antara lain berbunyi:
''Bahwa inilah surat perniagaan dan persahabatan yang telah dimufakatkan oleh Sultan Tamjidillah serta Ratu Anum dan sekalian orang yang besar-besar yang ada memerintahkan dalam negeri Banjar, maka sekalian itu mufakatlah dengan Kompeni Wilandia titah dari pada Gurnadur Jenderal Gustap Wilem Baron pan Imhoff serta dengan Raden pan India yang telah berbuat titah perintah kepada tiga orang Wilandia dan yang menjadi kepala perintah itu yaitu komandur Astipan Markus pan der Hiden dan dua orang pitur besar yang seorang Yan pan Suchtelen dan yang seorang Danil pan der Beruh maka yang tiga orang itu sama juga menanggung titah itu. Syahdan tersebutlah perjanjian yang telah lalu itu tatkala pada zaman itu adalah Seri Sultan sangat kasih berkasihan dengan Kompeni Wilandia maka tiba-tiba tiada orang Banjar menurut seperti perjanjian yang telah lalu itu. Syahdan kemudian dari pada itu yang telah tersebut perlu Kompeni Wilandia membuat surat perjanjian tatkala pada zaman Seri Sultan sangat berkasih-kasihan dengan Kompeni Wilandia maka sekonyong-konyong tiada orang Banjar mengikuti seperti perjanjian yang dahulu itu adalah seolah-olah tiada surat perjanjian yang tinggal lagi pada sekarang ini. Syahdan maka tersebutlah dalamnya Gurnadur Jenderal dan segala Raden pan India dengan segalanya juga menitahkan tiga orang Wilandia akan membaharui surat perjanjian yang lebih patut antara kedua pihak itu supaya kekal berkekalan selama-lamanya dari pada sahabat bersahabat tiada berubah-ubah dalam kedua pihak itu dan adapun titah Kompeni itu tertanggung atas tiga orang Wilandia yaitu Komandir Astipan Markus pan der Hiden dan dua orang pitur besar yaitu Yan pan Suchetelen dan Danil pan der Beruh ialah yang akan membikin surat perjanjian yang baharu ini''<ref name="Bandjermasin">{{id}} Bandjermasin (Sultanate), Surat-surat perdjandjian antara Kesultanan Bandjarmasin dengan pemerintahan2 V.O.C.: Bataafse Republik, Inggeris dan Hindia- Belanda 1635-1860, Penerbit Arsip Nasional Republik Indonesia, Kompartimen Perhubungan dengan Rakjat 1965</ref>
Dari pendahuluan surat perjanjian ini dapat diketahui bahwa perjanjian yang telah dibuat sebelumnya, tidak ditaati oleh Orang Banjar, karena Orang Banjar memang dikenal sebagai pedagang bebas tidak mau terikat dengan aturan-aturan yang merugikan perdagangan mereka sendiri. Perjanjian ini dibuat antara Kesultanan Banjar yang dilakukan oleh Sultan Tamjidillah I serta [[Ratu Anum]] (Muhammad Aliuddin Aminullah) dengan pihak VOC yang diwakili Steven Marcus van der Heijden, Yan van Suchtelen dan Danil van der Burgh atas perintah Gubernur Jenderal [[Gustaaf Willem baron van Imhoff]].<ref name="Bandjermasin"/>
[[Berkas:Vanimhoff.jpg|right|thumb|Gustaaf Willem baron van Imhoff, Gubernur Jenderal VOC tahun 1743-1750]]
Baris 23:
''Pasal yang ketujuh mengikat juga kiranya Kompeni Wilandia seperti bicara Seri Sultan dan Ratu Anum dari pada sebuah wangkang Cina yang supaya boleh ia datang ke Banjar pada tiap-tiap tahun satu wangkang dan akan dagangannya itu mana sekehendak orang memikili akan tetapi menjual lada itu sekali-sekali tiada ia boleh orang Banjar menjual lada dengan orang Cina dengan putus harga delapan real dalam sepikul.''{{br}}
''Pasal yang kedelapan Kompeni Wilandia telah memutuskan harga lada dengan Seri Sultan dan Ratu Anum yang dalam sepikul itu enam real putus harganya selama-lama tiada berubah akan tetapi dalam sepikul itu adalah seratus kati atau seratus dua puluh lima pun dacin. Kompeni yang dipakai dan hendaklah lada itu kering dan bersih dalamnnya jangan ada seperti ciri seperti pasir atau batu yang kecil-kecil dan jikalau menimbang lada itu hendaklah ada dua orang pihak dari pada seri Sultan dan dua orang pula dari pada pihak Kompeni .........''{{br}}<ref name="Bandjermasin"/>
Perjanjian itu berisi dua belas pasal. Disamping ketentuan tentang harga yang sudah pasti juga meliputi persyaratan tentang kualitas lada, bahwa lada itu harus kering. Ketetapan monopoli tersebut juga menyangkut tentangnya para pedagang ke negeri Banjar. Orang Cina tidak boleh membeli lada kepada orang Banjar, tetapi harus membeli kepada kompeni. Kompeni membeli lada kepada orang Banjar seharga enam real sepikul sedangkan Kompeni menjualnya kepada orang Cina delapan real sepikulnya.<ref name="Bandjermasin"/>
Monopoli tersebut juga mengatur bahwa Orang Banjar tidak boleh berlayar ke sebelah [[timur]] sampai ke [[Bali]], [[Sumbawa]], [[Lombok]], batas ke sebelah [[barat]] tidak boleh melewati [[Palembang]], [[Johor]], [[Malaka]] dan [[Belitung]]. <ref name="Bandjermasin"/>
Kata-kata penutup dari perjanjian itu berbunyi : {{br}}
''Tamat surat ini perjanjian yang telah jadi di dalam istana Seri Sultan dan Ratu Anum di Kayu Tangi yang telah mufakat dengan Kompeni Wilandia dalam hijrat seribu seratus enam puluh tahun kepada tahun Ba dan kepada bulan Rabi’ulawwal dan pada hari Chamis yaitu dua surat yang telah jadi dan dalam keduanya itu sama serta dengan capnya dan tapak tangan dan satu surat yang tinggal dibawah [[Seri Sultan]] dan [[Ratu Anum]] dan yang satu surat tinggal di bawah Kompeni.''{{br}}<ref name="Bandjermasin"/>
Perjanjian itu ditandatangani oleh Sultan Tamjidillah I, dengan cap segi delapan di tengahnya tertera [[huruf Arab]] dan terbaca Sultan Tamjidillah. Pada bagian yang ditandatangani Kompeni tertulis :
''Terbuat dan tersurat dalam bilik musyawarah kami dalam [[Kota Intan]] Batawiah pada enambelas hari bulan Juni tahun seribu tujuh ratus empat puluh tujuh.''{{br}}<ref name="Bandjermasin"/>
Secara sepintas bahwa perjanjian itu mendudukkan pihak Kompeni Belanda pada posisi yang lebih dominan, tetapi pada praktiknya kemudian perjanjian itu hanya sekedar siasat bagi pihak kerajaan untuk melindungi terhadap pengaruh pihak lain, karena Orang Banjar selalu mengadakan transaksi perdagangan secara bebas dengan bangsa apa saja yang membeli lada. Kenyataan ini dapat diketahui bahwa setelah sembilan tahun kemudian diadakanlah perjanjian kembali sebagai usaha Kompeni Belanda untuk lebih mengefektifkan perjanjian tahun [[1747]].
|