Teruo Nakamura: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 28:
== Penemuan dan repatriasi ==
Pada pertengahan tahun 1974, penduduk setempat melaporkan tentang terlihatnya seseorang di hutan pegunungan Galoka, [[Kabupaten Pulau Morotai|Morotai]]. Pada bulan November 1974, Kedutaan Jepang untuk [[Indonesia]] di [[Jakarta]] meminta bantuan [[pemerintah Indonesia]] untuk mengorganisasi sebuah misi pencarian, yang kemudian dilakukan oleh [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat|TNI-AU]]. Tim tersebut beranggotakan 11 orang, dan dipimpin oleh [[Letnan Satu|Lettu]] Supardi AS dari KODAU XII/Morotai, dan mereka dengan cerdik berhasil mengamankan Nakamura pada tanggal 18 Desember 1974. Ia kemudian diterbangkan ke Jakarta ditemani KASAU waktu itu, [[Marsekal]] [[Saleh Basarah]], lalu ditempatkan di Rumah Sakit Pelni untuk beristirahat. Berita penemuannya diumumkan di Jepang pada tanggal 27 Desember 1974.<ref>[http://www.tempointeractive.com/hg/mbmtempo/arsip/1975/01/04/NAS/mbm.19750104.nas1.id.html "Hari Terakhir di Morotai"] ''Tempo.'' 10 Januari 1975.</ref> Nakamura memutuskan untuk [[Repatriasi|direpatriasi]] langsung ke
Repatriasi dan persepsi publik Jepang atas Nakamura waktu itu sangat berbeda dari yang dialami serdadu yang terus bertahan sebelumnya, seperti [[Hiroo Onoda]], yang baru ditemukan hanya beberapa bulan sebelumnya. Salah satu alasannya adalah pertanyaan soal kewarganegaraan Nakamura. Ia lahir di Taiwan, secara etnis berasal dari suku Amis, dan secara legal tak punya negara asal; pertanyaan soal kewarganegaraan dianggap penting oleh publik Jepang pada waktu itu. Selain itu, walaupun Kedutaan Jepang menawarkan untuk [[Repatriasi|merepatriasinya]], muncul pula masalah diplomatis tentang bagaimana memperlakukan dirinya jika seandainya ia lebih suka kembali ke Taiwan. Pada saat ia diamankan, ia tak bisa berbahasa [[Bahasa Jepang|Jepang]] ataupun bahasa [[Bahasa Tionghoa|Cina]]. Kedua, jika [[Hiroo Onoda|Onoda]] adalah seorang perwira, pangkat Nakamura yang hanya Prajurit dan statusnya sebagai [[Wajib militer|wamil]] dari sebuah koloni Jepang tak menggugah imajinasi publik, dan kemungkinan justru membangkitkan pertanyaan soal peran kolonialisme Jepang selama perang. Satu isu sensitif lain adalah soal uang rapel dari tunjangan prajurit atas namanya. Sebagai prajurit kena wajib militer, Nakamura tak berhak menerima berbagai tunjangan setelah sebuah perubahan atas undang-undang tentang pensiun di tahun 1953, sehingga ia hanya menerima jumlah minimal sebesar ¥68,000 (US$227.59 pada saat itu).<ref>[http://www.time.com/time/magazine/article/0,9171,917064,00.html?iid=chix-sphere "The Last Last Soldier?"] ''Time.'' January 13, 1975.</ref> Ini menimbulkan kegemparan yang cukup besar di kalangan pers, sehingga memotivasi pemerintah untuk mendonasikan jumlah yang lebih besar, kira-kira menyamai yang telah diberikan kepada Onoda. Ini pada gilirannya menghasilkan sejumlah pertanyaan di antara para serdadu asal Taiwan yang sempat bertahan tapi menyerah lebih dulu, dan memicu perdebatan publik yang cukup luas seputar perbedaan perlakuan oleh pemerintah atas para prajurit yang bertahan asal Jepang dengan yang berasal dari Taiwan.
|