Kesultanan Paser: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 107:
Ketika Sayyid Ahmad Khairuddin yang menjadi guru dari raja Paser Aji Mas Anom Indra diangkat menjadi imam di kerajaan Paser, Sareat Islam pun diperlakukan dalam kerajaan Paser, sehingga Islam masuk dalam struktur kekuasaan kerajaan Paser, sehingga islam menyebar dikalangan rakyat Paser.
Setelah Sayyid Ahmad Khairuddin menunaikan ibadah haji, rupanya takdir Allah menghendaki Sayyid Ahmad Khairuddin di Makatul Musyarrafah (Vr, A.S. Assegaff. Op cit hlm 40*). Siar Islam dilanjutkan keturunan beliau, Imam Sayyid Abdurrahman bin Sayyid Ahmad Khairuddin (Vr, Haji Aji Padang Arjan. Haji Sardani Usman, et. al Op cit hlm 4*)
 
=== Masa Kejayaan Kesultanan Paser ===
<poem> '''PEMERINTAHAN
PENEMBAN ADAM
1090-1114 H atau 1680-1705 M''' </poem>
 
Aji Duo gelar Penambahan Adam bin Aji Mas Anom Singa Maulana memerintah tahun 1090-1114 H atau tahun 1680-1705 M.
Dengan persoalan geomorfologi bumi, menyebabkan Penemban Adam memindahkan istana dari Lempesu ke Gunung Sehari tempat rombongan Abu Mansyur Indra Jaya mendarat. Pemindahan istana ini terjadi pada tahun 1684.
Agar masyarakat tidak meninggalkan rumah mereka bila musim tanam, Penemban Adam membuka persawahan di Atang Gandeng dan Atang Jaya.
Dengan kemapanan dalam kekuasaan Penemban Adam ditandai dengan kebijakan-kebijakan dalam berbagai sektor, seperti pertahanan, pertanian dan pengetahuan keagamaan, walaupun terfokus pada figur Aji Geger (adik beliau), setidaknya beliau sudah berusaha meningkatkan kemampuan & kemandirian sebagai sebuah kerajaan yang bercorak Islam.
Penemban Adam menerima kedatangan Andi Mappanyukki dari Bugis Penekki dengan kelapangan dada, dan mengikat perjanjian untuk bekerja sama dalam perdagangan (Vr, H. M Yusuf kedatangan Andi Mappanyukki di Kerajaan Paser Diterbitkan oleh BAPPEDA Kabupaten Pasir tahun 2000*). Sekembalinya Andi Mappanyukki dari Paser, tidak berapa lama kemudian datang rombongan pelamaran dari pihak Andi Mappanyukki untuk meminang Aji Rainah, putri Penemban Adam, untuk memberikan jawaban atas pinang tersebut Penamban Adam berjanji Andi Riajang untuk menanyakan lamaran anaknya, saat itu diwakili juru bicaranya, Petta Wattenge, ibu Andi Mappanyukki yang turut dalam rombongan pelamaran tersebut, ketika mendengar lamaran Andi Mappanyukki tidak diterima dengan alasan Aji Raenah masih kekanakan, belum dewasa. Penolakan lamaran ni tidak diterima oleh Andi Riajang diapun meninggalkan pertemuan dan kembali ke kapal. Disaat berada diatas kapal berkatalah Andi Riajang kepada seluruh rombongan dan Andi Mappanyukki “Launi Sin ta" artinya “Hiang Kehormatan Kita" Dengan terjadinya peristiwa ini, tidak lama kemudian Kerajaan Paser diserang oleh orang-orang Bugis Penekki. Akibat serangan ini Penemban Adam mengerahkan pasukannya, yang dipimpin oleh Aji Geger Komando angkatan perang kerajaan Paser. Sebagai Panglima`Aji Geger mengatur berbagai siasat, pertempuran terjadi memanjang dari sungai Lumut sampai ke Teluk Mahligai.
Pasukan Bugis Penekki semakin banyak berdatangan, akan tetapi Aji Geger bersama pasukannya berhasil menyusup kedaerah pertahanan musuh, dan menghancurkan seluruh perbekalan mereka. Andi Mappanyukki melihat serangan dari Paser dua arah, pasukan Bugis dari Penekki yang dipimpin Andi Mappanyukki akhimya melarikan diri, dengan menggunakan perahu lepa-lepa yang laju disusul oleh pasukan kerajaan Paser dipimpin Aji Geger kalah cepat, karena menggunakan perahu biasa, ketika pasukan Bugis Penekki sampai di tempoleng mereka memasuki sungai seratai meneruskan ke sungai sambu, kapal kapal layar yang membawa perbekalan Andi Mappanyukki memasuki sungai Raya, sungai Pampang dan sungai Tedung. Di hutan belantara sungai sambu ini, Andi Mappanyukki membuat pertahanan untuk menyerang kembali Kerajaan Paser.
Sambil menunggu bantuan dari ayahnya, Andi Mappanyukki bersama dengan pasukannya membuat terusan di tepi sungai Seratai bagian Selatan, menuju sebelah Utara Sungai Kandilo, melalui hutan galam sejauh 15 Km. Sementara itu Aji Geger bersama pasukannya dari sungai Laburan yang diperkirakan Andi Mappanyukki bersama pasukannya diperkirakan memasuki sungai Laburan ternyata tidak ditemukan. Aji Geger kembali ke tempoleng tidak memasuki sungai seratai yang berhubungan dengan sungai Sambu, sehingga tidak mengetahui persembunyian Andi Mappanyukki bersama pasukannya (Vr, A.S. Assegaff Op cit hlm 59-61. Haji Aji Padang Arjan, Haji Sardani Usman, et al Op cit 8-9. H.M Yusuf kisah kampung daya Taka*). Aji Geger telah membuktikan kemampuannya dalam mempertahankan kekuasaan dan kedaulatan kerajaan Paser, Pengaruh Islam turut mentalitas tempur pasukannya. Aji Geger dikenal sebagai panglima yang banyak Ilmu Pengetahuan Islam.
Dengan datangnya bantuan dari Penekki Andi Mappanyukki menyerang kembali Kerajaan Paser. Melalui terusan yang dibuat, Andi Mappanyukki bersama pasukannya. Dalam penyerangan ini, Aji Geger terkena peluru pucunang di kaki, Aji Geger dibawa ke kampung Cengal untuk diobati oleh tabib yang bernama Kakah Tego(Vr,A.S.Assegaff,Op cit hlm 61-63, Haji Aji Padang Arjan, Haji Sardani Usman, et al hlm 9-1. H.M Yusuf Awal kerajaan Paser BAPPEDA Paser 2000*). Akibat Penglima Kerajaan Paser terluka dan dibawa ke kampung Cengal, terjadilah jeda pertempuran sengit, pasukan Penekki hampir saja menguasai arena pertempuran dan di saat-saat pertempuran akan dimenangkan oleh pihak Penekki, saat itulah datang 3 orang sesepuh kerajaan Paser ketiganya adalah :
# Kakak Gaeng.
# Kakak Lati.
# Kakak Raba.
ketiganya dianggap Penemban Adam "Al-Jimat kerajaan" dengan gelar panglima pikun. Ketiganya mempunyai tempat tinggal terpisah-pisah antara satu dengan yang lainnya, Kakak Lati tinggal di daerah Setui. Kakak Gaeng tinggal di daerah Peteban. Kakak Raba tinggal di daerah Raba, ketiga panglima pikun ini bekas panglima Aji Mas Pati Indra atau Kakek Penemban Adam.
Dengan bantuan tiga panglima pikun ini ditambah dengan 300 pengawal kerajaan dengan bersenjatakan sumpitan, senapang dan kelewang dapat mengusir pasukan Andi Mappanyukki. Ketiga panglima pikun bersama pengawal kerajaan dapat memenangkan pertempuran tersebut, dengan tanda kemenangan melalui bendera sesuai perjanjian Penemban Adam bersama ketiga panglima pikun. Jika menang dalam pertempuran kibarkan bendera pusaka yang berwarna kuning dan mengalami kekalahan kibarkan bendera putih. Disebabkan pada saat itu musim panas bendera, kuning dilihat Penemban Adam berwarna putih beliau bersama keluarga membakar diri. Ketiga panglima pikun atau ajimat kerajaan dari sejak itu, meninggalkan kerajaan. Dengan tangisan bagaikan bapak-anak ketiganya pergi, sejak hari itu tidak pernah lagi menampakkan diri, baik perorangan maupun bersama-sama.
 
<poem> '''PEMERINTAHAN
SULTAN AJI MUHAMMAD ALAMSYAH
1114 - 1150 H ATAU 1703 - 1738 M''' </poem>
 
Dengan wafatnya Penemban Adam digantikan dengan Aji Geger dengan gelar Sultan Aji Muhammad Alamsyah memerintah tahun 1114-1150 Hijrah atau tahun 1703-1738 Masehi.
Gelar Sultan yang disandang oleh Aji Geger adalah Sultan yang pertama (1) di kerajaan Paser.
Sultan Aji Muhammad Alamsyah bin Aji Mas Anom Singa Maulana menyusun sistem pemerintahan, mengangkat pembantu dari kalangan bangsawan Paser sendiri, dan memberikan sebutan dengan istilah Pangeran. Dasar Pemerintahan kesultanan ditetapkan dalam “Boyan Bungo Nyaro” yang diartikan antara lain:
# Usaha keselamatan pemerintahan Kesultanan.
# Jalan bunga keberuntungan.
# Mendapat rezeki yang tidak terduga.
 
“SUSUNAN BIDANG PEMERINTAHAN”
 
Boyan Bungo Nyaro adalah Undang-undang yang diadakan secara formal dalam Kesultanan Paser, isi Boyan Bungo Nyaro:
# Kesultanan Paser, diperintah oleh seorang Sultan yang dipilih oleh Majelis Adat dan Alim Ulama dari seorang bangsawan Paser berdasarkan pertimbangan mencukupi syarat.
# Sultan Paser dalam menjalankan pemerintahan dibantu 4 orang bangsawan yang menjabat menteri diberi gelar Pangeran.
# Kesultanan Paser, terdiri beberapa wilayah diperintah oleh seorang bangsawan Paser, berdasarkan pertimbangan, memenuhi syarat dan ditunjuk oleh Sultan dengan diberi gelar Pangeran.
# Setiap wilayah terdiri dari negeri-negeri yang diperintah oleh seorang bangsawan atau orang biasa atas dasar pertimbangan memenuhi syarat yang ditunjuk oleh Pangeran yang bersangkutan dan diberi gelar oleh Sultan Penggawa.
# Setiap negeri, terdiri dari kampung-kampung yang diperintah seorang bangsawan atau orang awam atas dasar pertimbangan dan memenuhi syarat yang ditunjuk oleh Pangeran, dengan sebutan Pembekal (Kepala Kampung).
# Pangeran setaku kepala wilayah dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh 4 orang Kapitan.
# Penggawa dalam menjalankan tugas dibantu oleh 4 orang polisi.
# Pembekal sebagai pimpinan kampung dalam tugasnya dibantu 2 orang juru tulis, 2 orang penggerak dan sejumlah kepala padang, sesuai dengan keperluan.
 
 
BIDANG PERTAHANAN DAN KEAMANAN
 
# Di Ibu Negeri Kesultanan dilantik 300 orang prajurit yang dipimpin 3 orang panglima, yang terdiri dari 100 orang bersenjata senapang, 100 orang bersenjata sumpitan dan tombak, 100 orang bersenjata pedang.
# Di Ibu negeri wilayah, dilatih 150 orang prajurit dipimpin seorang panglima, terdiri dari 50 orang bersenjata senapang, 50 orang bersenjata sumpitan dan tombak, 50 orang bersenjata pedang.
# Di setiap negeri / wilayah diadakan 20 orang mata-mata dibawah pimpinan polisi pembantu penggawa.
 
 
“ PERSYARATAN MENJADI SULTAN PASER “
 
# Yang dapat dipilih dan dinobatkan menjadi Sultan Paser seorang yang menduduki nama kebangsawanan AJI.
# Tidak seorang Aji yang boleh dipilih dan dinobatkan untuk menjadi Sultan Paser, terkecuali memiliki kekuatan rohani dan jasmani.
# Tidak seorang Aji yang boleh dipilih dan dinobatkan menjadi Sultan Paser, terkecuali memiliki kekuatan rohani.
# Tidak seorang Aji yang boleh dipilih dan dinobatkan untuk menjadi Sultan Paser, yang mempunyai sifat sombong, congkak, takabur, suka disanjung dan memuj i diri sendiri.
# Tidak seorang Aji yang boleh dipilih dan dinobatkan untuk menjadi Sultan Paser, peminum, pemadat, penjudi, pembohong dan pencuri.
 
 
SECARA KESELURUHAN BOYAN BUNGO NYARO
 
Jika dikaji Boyan Bungo Nyaro yang ditetapkan oleh Sultan Aji Muhammad Alamsyah, maka ada ketetapan penting yang sangat strategi bagi kelangsungan kekuasaan. Ketetapan-ketetapan ini sesuai dengan syarat Islam.
# Susunan pemerintahan dan pembagian administrasi dalam Kesultanan Paser.
# Membentuk petugas keamanan Kesultanan Paser dan penjaga-penjaga keselamatan rakyat.
# Menertibkan nama-nama kebangsawanan Paser serta martabat kebangsawanan.
# Menentukan bahwa jabatan Sultan, bukanlah hak keturunan lurus dari bawah ke atas, akan tetapi harus dipilih oleh Majelis Adat dan Alim Ulama dari bangsawan yang berhak, memenuhi sarat-sarat yang ditentukan.
# Menjunjung tinggi martabat kemanusiaan dalam hukum kemasyarakatan dan menjamin hak perorangan.
# Menentukan bahwa pihak kehakiman adalah berdiri sendiri dan tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun dan oleh hal-hal apapun.
# Memberi ketentuan hukum terhadap beberapa soal perdata dan tindak pidana (Vr, A.S Assegaff, Ibid hlm 66*).
# Secara tegas menerapkan hukum Islam dan berjihad dalam persoalan yang menyangkut kemasalahatan masyarakat, dan yang menyangkut rasa keadilan.
 
 
Berdasarkan Boyan Bungo Nyaro, Sultan Aji Muhammad Alamsyah membagi keseluruhan Paser menjadi 6 wilayah, yaitu:
# Wilayah Tanah Balik, Ibu negerinya berkedudukan di Tanjung Jemelai (sekarang Sepaku Semoi).
# Wilayah Tanah Telake, Ibu negerinya berkedudukan di Sebakung (sekarang di Long Kali).
# Wilayah Tanah Hulu, Ibu negerinya berkedudukan di Salinau.
# Wilayah Tanah Aper, Ibu negerinya berkedudukan di Tabruk.
# Wilayah Tanah Pemuken, Ibu negerinya berkedudukan di Cengal.
# Wilayah Tanah Adang, Ibu negerinya berkedudukan di Selang (Samuntai sekarang).
 
(Vr, A.S Assegaff, Ibid hlm 86. Pembagian ini menurut Haji Aji Padang Sarjan, Haji Sardani Usman, et al, menjadi 6 wilayah. Penulisan 6 wilayah ini mengingat silsilah yang dibuat Aji Norman UK, justru ada 8, yang disebutnya, dengan raja raja kecil, yang berkembang dan hanya tercatat sejak tahun 1805. Dan menyebutkan tahun 1890 sudah ada raja Selang (Samuntai). Kemungkinan sejak awal wilayah ini sudah ada mengingat letak selang cukup strategis menghubungkan pusat wilayah dengan pendalaman. Haji Aji Padang Arjan, Haji Sardani Usman, et al, Op cit hlm 17*).
Segenap kepala wilayah diperintah oleh Sultan Aji Muhammad Alamsyah, untuk membangun masjid di ibu negeri. Fungsi Masjid antara lain:
# Sebagai tempat sholat berjamaah dan mengkaji ilmu agama Islam serta pengetahuan umum.
# Sebagai wadah untuk mendekatkan rakyat dengan raja (pemerintahan).
# Sebagal tempat bagi raja untuk menerima dan mengetahui keadaan kehidupan dan penghidupan rakyat.(Vr.A.S. Assegaff Ibid hlm.87*).
 
Untuk menjaga keamanan, Sultan Aji Muhammad Alamsyah meneruskan penyelesaian kapal yang telah dirancang kakaknya/Penemban Adam (Aji Duo). Kemungkinan Sultan menambah lagi beberapa buah kapal, dan mempersenjatai kapal itu dengan 3 pucuk meriam.
Fungsinya untuk patroil di sungai dan pantai-pantai laut kesultanan Paser, di Muara Kandilo dan Muara Komam.
Di wilayah Kesultanan Paser, ketersediaan bahan baku kapal khusus kayu ulin dan sintuk tidak menjadi persoalan. Wilayah ini kaya dengan kayu, termasuk damar untuk menambal celah-celah keping kayu yang disusun membentuk perahu / kapal layar agar tidak bocor, kepandaian membuat kapal ini tentu saja sudah lama dimiliki orang-orang Paser yang bekerja sama orang-orang Bugis yang sudah lama bermukim di kawasan pesisir muara sungai Kandilo. Bermata pencaharian sebagai nelayan, dalam perang melawan Andi Mappanyukki tahun 1702 Bugis Paser yang bernama La Palatte, telah menjadi mata-mata yang membela kepentingan Paser (Vr, A.S Assegaff, Ibid hlm 56. Haji Aji Padang Arjan, Haji Sardani Usman/ et al, Ibed 8*).
Stabilitas politik dan keamanan yang tercipta menyebabkan Sultan Aji Muhammad Alamsyah dapat meningkatkan pendapatan negerinya melalui hasil cukai dan pajak. Seiring dengan keamanan di sungai dan laut yang terjamin, juga hasil ladang dan perkebunan yang dibuka sejak Penemban Adam sudah dapat dipetik hasilnya, bahkan kerbau sebagai alat pengelola tanah sawah tadah hujan mulai dipergunakan.
 
 
<poem> '''PEMERINTAHAN
SULTAN AJI SEPUH ALAMSYAH
1150 - 1181 H. atau 1738 - 1768 M''' </poem>
 
Setelah Sultan Aji Muhammad Alamsyah wafat. Majelis Adat dan Alim Ulama Kesultanan Paser di gunung sehari, kemudian memilih penggantinya. Aji Dipati Pangeran Sukma Ningrat bin Aji Duo (Penemban Adam) untuk penggantinya. Aji Dipati meminta restu ibunya, Dayang Cengal, si Ibu kemudian sholat istikharah, hasil sholat mengisyaratkan beban berat batinnya menyertai si anak Aji Dipati, peristiwa tragis yang menimpa si suami, meninggalkan rasa trauma yang mendalam. Mendengar pendapat si Ibu, Aji akhirnya memutuskan untuk tidak menerima pengangkatan dirinya menjadi sultan. Melalui sepucuk surat. Aji Dipati mengucapkan terima kasih kepada majelis Adat dan Alim Ulama yang memilih dirinya, karena tidak dapat nemenuhi permintaan Majelis Adat dan Alim Ulama untuk dinobatkan sebagai Sultan Paser di gunung sehari, menyarankan agar Majelis Adat dan Alim Ulama untuk mengangkat Aji Ngara bin Aji Muhammad Alamsyah sebagai Sultan Paser. Dan bersyukur dipercayakan sebagai kepala Wilayah Pumuken (Vr, A.S Assegaff, Ibid him 88-89. Haji Aji Padang Sarjan,Haji Sardani Usman, et.al. Ibid hlm 20. Aji Aqub, Op cit hlm 18*).
Menyikapi surat Aji Dipati, Majelis Adat dan Alim Ulama Kesultanan Paser, memutuskan dengan mufakat untuk mengukuhkan Aji Ngara bin Aji Muhammad Alamsyah sebagai Sultan Paser, dengan gelar Sultan Sepuh Alamsyah, memerintah tahun 1150-1181 Hijriyah atau 1738-1763 Masehi.
Gelar Sepuh dipakai Aji Ngara, arti sepuh adalah dikukuhkan atau disepuh karena posisinya menggantikan Aji Dipati. Dalam pemerintahan, pembukaan sawah tadah hujan diteruskan, penggunaan kerbau untuk membajak sawah semakin dikenal, untuk ladang yang sudah dua tahun tidak terpakai, dianjurkan ditanami rotan, dan buah-buahan (tanaman keras) semua tanah turun temurun menjadi hak adat.
Dampak dari pembukaan sawah tadah hujan dan perladangan, menyebabkan Kesultanan Paser mengalami peningkatan produksi beras. Banyak kapal dari Kutai, Berau, Suluk (Philipina) dan yang lain-lain berdatangan di dermaga Paser. Pelabuhan Paser menjadi ramai puluhan pinisi, Wangkang dan Sekunyir bertambat di dermaga Paser.
Dalam bidang keamanan di darat, Sultan Aji Sepuh Alamsyah mendatangkan 50 ekor kuda dari Sumbawa disertai beberapa pucuk senapang dari Pedang, menyebabkan senapang sudah mulai diperjualbelikan secara gelap, para pandai besi meniru pembuatan senapang yang dinamakan senapang ber-ujak. Pengangkut barang-barang yang cukup berat, digunakan kerbau sebagai alat angkut yang dikawal pasukan berkuda. Sistem pengawalan ini lazim dipakai pada masa lampau. Mengingat terbatasnya sarana pengangkutan darat, ditambah lagi keamanan yang selalu rawan, para pengangkut membawa barang-barang dari pedalaman ke pelabuhan dan sebaliknya dari pelabuhan ke pedalaman. Hasil hasil hutan di pedalaman, diangkut ke tepi-tepi sungai, sehingga kuantitas barang semakin bertambah, apalagi pengangkutan rotan, damar yang cukup memakan tenaga.
Masa pemerintahan Sultan Sepuh Alamsyah ditandai dengan kedatangan rombongan Bugis Wajo, dipimpin Andi Sibengngareng, kedatangan rombongan tersebut disambut dengan upacara adat Paser. Rombongan Andi Sibengngareng disediakan wisma untuk menginap lengkap dengan para pelayan lelaki dan perempuan, sesudah beberapa hari kemudian Andi Sibengngareng kembali ke Wajo. Beberapa bulan masa berlalu datang Andi Madukkeleng bersama permaisurinya Andi Abeng, untuk melamar Putri Aji Doyah. Semula agak ragu untuk mengawinkan Andi Sibengngareng dengan anak Sultan Paser mengingat peristiwa yang terjadi di masa lalu. Penolakan Raja Paser terhadap Andi Mappanyukki dari Penekki, yang menimbulkan perang. Untuk ini La Madukkeleng mempersiapkan seluruh kekuatan agar tidak menimbulkan malu yang dapat menyebabkan pertumpahan darah.
Petta Colla Lowa sebagai juru bicara sekaligus ketua rombongan, dengan secara resmi melamar Putri Aji Doyah atas nama Andi Sibengngareng anak Andi Madukkeleng. Singkat cerita Sultan Aji Sepuh Alamsyah bersama keluarga menerima lamaran atas putri mereka. Mahar diputuskan 40 ringgit emas, 40 ringgit perak, 7 budak lelaki dan 7 budak perempuan.
Di saat mengantarkan jujuran yang diantar sebagai berikut; (1) Sepasang sima empeng emas. (2) Sepasang rantai raga-raga emas. (3) Sepasang anting-anting mabule emas. (4) Sepasang tusuk sanggul emas. (5) Satu sisir rambut emas dan satu sisir rambut perak. (6) Sepasang gino mabbule emas. (7) Satu tempat celak emas dan satu tempat celak perak. (8) Satu tempat pupur emas dan satu tempat pupur perak. (9) Satu pemerah bibir terbuat dari emas dan satu. dari perak. (10) Sepasang gelang kaki dari emas (Vr/ A. S Assegarf, Op cit hlm 101 *). Peti cermin kedua berisi alat-alat kerajinan tangan perempuan berupa ; (1) Satu gunting emas dan satu gunting perak. (2) Satu pisau lipat emas dan satu pisau lipat perak. (3) Satu pisau biasa emas dan satu dari perak. (4) 6 Jarum perenda terbuat dari emas dan 6 jarum perenda perak. (5) 6 Jarum biasa emas dan 6 j arum biasa emas.
Peti pakaian yang berisikan 5 lembar baju pokok bersulamkan benang emas. 5 Lembar baju bodong jai'tall. 5 Serudung (selendang). 5 Lembar tapih khas Bugis dan 5 Lembar sarung songket khusus untuk upacara. Iring-iring pengantar jujuran didahului dengan bendera kerajaan Wajo (Vr, Assegaff, Ibid, hlm 102*).
Di hari ketiga dari pihak mempelai wanita melakukan tanda jemputan dibawa oleh 3 anak gadis kecil, yang dibawa antara lain; 1 Peti kecil berisikan sebilah golok atau otak dalam bahasa Paser. Lengkap dengan sarung dan gagang bersalutkan emas. 1 Cupu emas berisi 1 Cincin emas permata jamrud. 1 cincin emas bermata merah. 1 cincin emas bermata 5 butir berlian, dan 1 peti berisikan 5 lembar kain sutra cina. 5 lembar daster bersulam emas, 5 lembar sarung songket benang emas, 1 ikat pinggang emas berukir indah. Arak-arakan pembawa jemputan didahului dengan bendera Kesultanan Paser (Vr, H.M, Yusuf “Pernikahan Putri Paser dengan Putra Mahkota Wajo” IS. Assegaff, mengatakan iring-iringan pembawa jemputan didahului oleh bendera kerajaan Wajo, Ibid hlm 103-104*).
Pernikahan Aji Doyah dengan Andi Sibengngareng pada malam pertama diadakan maulidan atau membaca berjanji, malam kedua pembacaan Lontar Wajo. Sure Selle Ang Mallisa Lira na Lapunna Ware, hikayat pelayaran Sawirigading. Malam ke empat sampai malam ke tujuh pertunjukan tarian khas Paser dan pencak silat Bugis Wajo (Vr, A. S. Assegaff, Op cit hlm 103-110. Haji Aji Padang Arjan, Haji Sardani Usman, et al, op cit hlm 20-21 *). Beberapa lama kemudian kedua mempelai berangkat ke Wajo setelah 40 hari sejak perkawinan di laksanakan (Vr,A.S. Assegaff, Ibid hlm 110*). Haji Padang Arjan, Haji Sardani Usman, ct al. hlm 2 1. Menyatakan kedua mempelai bertolak ke Wajo setelah 7 tahun dari sejak perkawinan mereka*).
Buah perkawinan mereka melahirkan Andi Riajang Andi Pasere. Andi Makasa-u. Andi Riajang tinggal bersama nenek dan kakeknya di bawah asuhan Sultan Aji Sepuh Alamsyah. Setelah Andi Riajang menjadi gadis remaja, dia dipersunting Sultan Aji Muhammad Idris. Sultan muda remaja dari Kesultanan Kutai Karta Negara Ing Marta Dipura. Andi Riajang kemudian diberi gelar, Aji Putri Agung, permaisuri Sultan Kutai. Dari perkawinan mereka melahirkan Aji Pangeran Anom Panji Mendapa Ing Marta Dipura atau Aji Imbud. Ketika naik tahta Kesultanan Kutai bergelar Sultan Muhammad Muslihuddin (Vr, A.S Assegaff, Ibid hlm 111- 120. Haji Aji Padang Arjan, Haji Sardani Usman et al. Ibid hlm 23*). Perkawinan ini aliansi sedarah antara Wajo-Paser-Kutai situasi zaman yang menghendaki adanya perkawinan, menunjukkan bahwa pertalian darah merupakan sarana yang efektif untuk menjalankan kesetaraan, ketenteraman stabilitas politik dan pemerintahan di kerajaan masing-masing. Kekuasaan juga terpelihara secara seimbang, perkawinan melahirkan kekerabatan adalah akar penguat politik yang lazim dalam setiap kurun zaman.
 
 
<poem> '''PEMERINTAHAN
SULTAN AJI DIPATI ANOM ALAMSYAH
1181-1213 H atau 1768-1779 M''' </poem>
 
Setelah wafatnya Sultan Aji Sepuh Alamsyah, diganti oleh Aji Dipati bin Penemban Adam. Dengan gelar: Sultan Aj i Dipati Anom Alamsyah, memerintah tahun 1181 - 1213 Hijriyah atau 1768 - 1779 Masehi. Sultan ini menerima putusan Majelis Adat dan Alim Ulama menggantikan Sultan Aji Sepuh Alamsyah, karena ibunya Diang Cengal telah meninggal dunia, sebelumnya tahun 1738 Masehi, menolak menjadi Sultan saat itu perlu merawat si Ibu yang sudah tua (Vr, Aji Aqub menggambarkan Aji Dipati Anom Alamsyah sebagai tokoh yang tidak puas atas pengangkatan Aji Ngara, nama asli. Aji Selumuh bergelar Pangeran Raka, dia memberontak Rantau Manggaris banjir darah, Pangeran ini kalah, dan ditolong Kiai Mas Muda dan dibawa ke muara Suatang. Dan tunduk kepada Sultan Sepuh. OP cit hlm 18 *).
Sultan Aji Dipati memerintah dalam usia tua, kehidupan sebagai Sultan dijalankan dengan sederhana kegiatan rutin menghadiri sholat di masjid sambil memberikan berbagai petuah keagamaan. Aktivitas pemerintahan banyak dijalankan oleh wajirnya Aji Panji bin Ratu Agung mantan kepala wilayah Lempesu.
 
 
<poem> '''PEMERINTAHAN
SULTAN SULAIMAN ALAMSYAH
1213 -1225 H atau 1799 -1811 M''' </poem>
 
Pemerintahan Aji Panji bin Ratu Agung dimulai tahun 1213 sampai tahun 1225 Hijriyah atau 1799 sampai tahun 1811 Masehi. Bergelar Sultan Sulaiman Alamsyah. Pemerintah menyisakan berbagal persoalan diantaranya sebanyak 30 buah kapal pengawal pantai tenggelam. Kapal-kapal ini dipakai oleh Arung Turawe melawan Sultan Nata Alam Sultan Banjar, bentuk partisipasi Paser membantu Pangeran Amir, yang masih berkerabat dengan Bugis Pagatan dan Kesultanan Paser.
Dalam tahun 1801 Masehi, Kerajaan Penekki yang masih berada dalam lingkungan kerajaan Wajo Sulawesi Selatan memerintah seorang Ratu, bernama Andi Tanra Tellu-e bersuamikan seorang keturunan Arab Ba'Alwi keluarga Sultan Banten yang bernama Sayyid Abu Bakar Adni Al-Idrus. gelar Petta Mattasi-e, seorang ulama besar dan keramat terkenal di kalangan orang-orang Bugis Penekki dan Wajo. Salah seorang anaknya bernama Sayyid Thaha, bergelar Puang Petta Saiye-e di Penekki bertugas sebagai penguasa perkapalan, beliau berkunjung ke Paser. Di saat tiba di Muara sungai Kandilo beliau mengirim 7 orang utusan untuk menemui syahbandar untuk meminta ijin dan diperkenankan bertemu Sultan Paser.
Utusan dipimpin Najanuddin Daeng Lallo, dan disambut syahbandar La Manrape Daeng Nattutu, orang Bugis kelahiran Paser, masih keturunan Luwuk, wilayah kerajaan besar Wajo. Sultan Paser bersedia menerima rombongan Sayyid Thaha. Rombongan diterima dengan baik bahkan Sultan bersedia bertemu muka dan berbicara dengan Sayyid Thaha. Dalam pembicaraan menyetujui pembuatan 40 buah kapal. Tenaga ahlinya Penekki Wajo (Vr, A.S Assegaff, Op cit hIm 133140. Haji Padang Sarjan. Haji Sardani Usman, et a], hlm 27*).
 
Setelah kembali dari Penekki, Sayyid Thaha membawa 4 orang tenaga ahli dalam membuat perkapalan, 50 orang tukang dan pekerja, setahun kemudian barulah kapal-kapal itu selesai dibuat. Sultan Sulaiman Alamsyah meminta kepada Sayyid Thaha untuk mempersenjatai kapal-kapal tersebut. Sayyid Thaha berangkat ke Ujung Pandang di sana Sayyid Thaha mendapatkan informasi, bahwa senjata dapat dibeli di Deli Timor-Timor. Sayyid Thaha pun segera berangkat ke Deli, setibanya di Deli dan menemui seorang Portugis yang bernama Da Costa. Bersedia menjual senjata (Vr, A.S Assegaff, op cit hlm 133-140. Haji Padang Arjan, Haji Sardani Usman, et al hlm 27*). Sejak 1769 Portugis telah menjadikan Deli sebagai kedudukan Gubernumya karena didesak oleh Belanda. Awalnya kedudukan Gubernur Portugis berada di Lifao Timor bagian Timur.
Berdasarkan kesepakatan dengan Da Costa jual beli senjata diadakan di perairan laut Deli, agar tidak diganggu Belanda. Pembelian dilakukan dengan cara barter Da Costa menyiapkan meriam, senapang dan mesiu, sedangkan Kesultanan Paser menyiapkan hasil hutan antara lain ; Rotan, semambu, getah, tengkawang, getah katio dan damar mata kucing.
Kapal-kapal dari pelabuhan Kesultanan Paser menuju Deli memakan waktu berbulan-bulan lamanya, dan luput dari pengawasan Belanda, karena Belanda menganggap kapal barang pengangkut beras seperti biasa, begitu juga ketika membawa persenjataan, dari Deli ke pelabuhan Benuo, Kesultanan Paser, berlangsung aman.
Ada 5 kapal yang dipersenjatai yaitu:
(1) Tanjung Batu Jaya. (2) Tanjung Aru Jaya. (3) Tanjung Jemelai Jaya. (4) Tanjung Meruat Jaya. (5) Tanjung Tanah Merah (Vr, A.S Assegaff, op cit hlm 142-144. Haji Padang Arjan, Haji Sardani Usman, et al. op cit hlm 28, menyatakan 5 buah kapal itu bernama; Tanjung Batu Jaya, Tanjung Aru Jaya, Tanjung Jumelai Jaya, Teluk Adang Jaya dan Teluk Aper Jaya*).
Sultan Sulaiman Alamsyah beserta keluarga dan kerabat beliau meresmikan ke 5 buah kapal perang tersebut, yang dipersenjatai. Sultan sendiri menumpang kapal yang dinakhodai oleh Sayyid Thaha. Kapal melayari muara kandilo dan beberapa bagian pesisir utara dan selatan laut Kesultanan Paser. Kesultanan Paser kembali memiliki armada laut yang cukup tangguh pada zaman itu.
Sayyid Thaha yang cukup lama mengabdi untuk membangun angkatan laut Kesultanan Paser. Meminang Aji Renik, anak Sultan Sulaiman Alamsyah, Perkawinan berlangsung cukup meriah. Mengingat Sayyid Thaha adalah keturunan para habib, yang selalu dimuliakan kedudukannya oleh umat Islam, kemudian Sayyid Thaha bergelar Pangeran Sayyid Thaha perwira samudera, beliau bertugas membina dan membangun angkatan laut Kesultanan Paser.
Hasil dari perkawinan keduanya melahirkan 2 orang anak perempuan, yang pertama bernama Aji Syarifah, yang kawin dengan Pangeran Dipati dari keluarga si Ibu. Sedangkan si adik Syarifah Aji Muznah kawin dengan Sayyid Hamid Assegaff dari pihak keluarga si Ayah (Vr, A. S Assegaff, Ibid hlm 144-146).
Peranan para Sayyid dari juriyat Rasullullah SAW dalam syiar Islam di Nusantara tidak diragukan lagi, pada umumnya mereka memasuki dalam istana sebagai penasehat para Sultan dan juga melangsungkan perkawinan dengan kerabat Kesultanan. Para Sayyid ini memiliki ilmu agama yang mendalam, mampu menjaga akhlak dan mudah diterima berbagai kalangan. Mereka bukan sekedar penasehat atau guru, bahkan menduduki jabatan sebagai Sultan.
Mobilitas mereka sangat dinamis sepanjang kurun waktu, sejak lslamisasi nusantara sampai saat ini. Umpamanya Kesultanan Cirebon sendiri memakai gelar Syarif. Para Sayyid memelihara dan melanggengkan kekuasaan para Sultan, sepanjang para Sultan taat dalam formal syariah, yang menjadikan landasan dakwah mereka, kebanyakan mereka menghindari konflik fisik, pandai berdiploma cakap dalam berdagang sehingga mudah bergaul dalarn berbagai bangsa. Jalan kehidupan dan nafas mereka adalah syiar dan dakwah Islam, jika kita lihat dinamika Kesultanan Paser ternyata interaksi kalangan bangsawan sangat multietnis, dan terkristal dalam, skala kekuasaan yang saling menjaga dan memelihara stabilitas pemerintahan muslim.
 
<poem> '''PEMERINTAHAN
SULTAN IBRAHIM ALAMSYAH
1225-1230 H''' </poem>
 
Pemerintahan kesultanan Paser selanjutnya dipimpin Aji Sembilan bin Aji Muhammad Alamsyah memerintah tahun 1225-1230 Hijriyah. Dengan gelar Sultan Ibrahim Alamsyah. Sultan ini menunjuk keponakannya Pangeran Syarif Thaha menjadi wajir (menteri 1) Kesultanan Paser. Panglima pertahanan keamanan dijabat Aji Karang bin Sultan Aji Panji. Dalam masa pemerintahan Sultan Ibrahim Alamsyah kehidupan petani penggarap sawah tadah hujan dan ladang, selama 2 tahun mengalami problem. Tanaman padi terkena wabah hama Tikus dan burung pipit, akhimya Kesultanan Paser kekurangan persediaan beras. Sultan mendatangkan beras dari daerah lain, khususnya dari Kutai dan Banjar.
Dalam bidang, telah selesai dibuat 40 buah kapal. Pembuatan kapal sejak Sultan Aji Panji. Kesultanan Paser menjadikan 30 buah kapal sebagai kapal perang, 30 buah kapal dibagi di 3 pangkalan; 10 buah di pangkalan Tanjung Batu, 10 buah di pangkalan Tanjung Aru, 10 buah lagi di pangkalan Tanjung Jemelai. sisanya 8 buah dijadikan kapal dagang untuk mengangkut hasil hutan seperti; Rotan, Madu, Getah, Tengkawang, Damar dan lain-lain.
Sultan Ibrahim Alamsyah memfokuskan pelabuhan Benuo sebagai Bandar utama Kesultanan Paser. Semua kapal-kapal yang ingin berdagang dan bertransaksi harus bertambat di pelabuhan Benuo, pelabuhan ini menjadi ramai. Banyak pedagang kaya membangun rumah di kawasan pelabuhan, mereka membangun gudang-gudang penyimpanan barang, rumah dan gudang dibangun sejajar pelabuhan. Pemukiman sangat heterogen, dari berbagai suku bangsa diantara ; Bugis, Banjar, Kutai, Jawa, Cina dan Arab. Dari pelabuhan ini Sultan sering melakukan pelayaran mengunjungi 3 pangkalan angkatan lautnya. Di tiap pangkalan Sultan membangun rumah peristirahatan (Vr, A.S Assegaff, Ibid hlm 146-147. Sebenarnya, urutan Sultan yang memerintah Paser sejak Aji Panji. Diantara penulis tidak ada yang singkron. Haji Aji Padang Arjan. Haji Sardani Usman, et al menyebutkan pengganti Aji Geger gelar Sultan Muhammad Alamsyah, Aji Aqub sama dengan Haji Aji Padang Arjan. Haji Sardani Usman, et al. Aji Nurman UK dalam silsilahnya*).
Perdagangan di Kesultanan Paser Benuo masih bersifat barter, masyarakat Paser masih memakai plat emas yang dinilai berdasarkan berat timbangan, dengan menggunakan biji buah kupang dan buah biji mata burung. Walaupun demikian mata uang asing cukup lama masuk Kesultanan Paser. Seperti uang Cina, Uang Belanda VOC, Uang Portugis, Uang Spanyol dan sebagainya. Akan tetapi belum sepenuhnya beredar di masyarakat Paser. Sultan Ibrahim Alamsyah kemudian memerintah menggunakan mata uang real, bermacam-macam nilai uang diantaranya sebagai berikut:
# 1 Real = 1 Batu dari bahan perak
# 1 Real = 4 Suku dari bahan perak
# 1 Real = 10 Ketip, dari bahan perak
# 1 Real = 25 uang dari bahan tembaga
# 1 Real = 40 gobang dari bahan tembaga
# 1 Real = 100 picis dari bahan tembaga
 
Kebutuhan mata uang mulai dirasakan masyarakat Paser. Di saat mereka menemui kesulitan dalam lalu lintas perdagangan, mengakibatkan mereka tidak dapat melakukan sistem barter. Penggunaan bahan perak dan tembaga, untuk memenuhi standar kelayakan mata uang, harus memenuhi persyaratan, mudah dibawa kemana-mana, tahan lama, tidak mudah berubah dari masa ke masa, dan dikeluarkan oleh pemerintah atau penguasa resmi.
Semakin dinamisnya arus perdagangan di pelabuhan Benuo dan perputaran Capital, menyebabkan sistern barter sudah tidak layak lagi.
Keluarga Kesultanan Paser menjalin hubungan perkawinan Kembali Sultan lbrahim memiliki putri yang bernama Aji jawiah kawin dengan Aji Kuncar bin Muhammad Muslihudin. Aji Kuncar kemudian menjadi Sultan Kutai dan bergelar Sultan Muhammad Salehuddin mereka diberi istana peristirahatan oleh Sultan lbrahim di Tanjung Batu. Di saat guha sarang burung di hulu sungai Toyu, dimasuki pencuri mengambil sarang burung yang siap dipanen, Sultan lbrahim meminta bantuan Aji Kuncar di Kutai untuk menangkap pencuri-pencuri itu serta mengawasi perkampungan Muara Pahu, yang dekat dengan perkebunan rotan Sultan Kutai.
 
 
“ KEDATANGAN BAJAK LAUT “
 
Di tahun 1813. Teluk Adang kedatangan bajak laut mereka mengganggu pelayaran di Teluk Adang. Kondisi Teluk Adang memang cukup rawan, sungai-sungai dan daratan tertutup daun-daun bakau, sungai-sungai dangkal sehingga perahu-perahu besar sulit masuk ke tengah pulau (Vr, H.M Yusuf, “Penumpasan Bajak Laut di pantai Kesultanan Paser” 1993). Anden Segara sebagai komandan laut di Tanjung Jemelai, tidak dapat langsung masuk, kapal-kapalnya hanya bersiaga di muara sungai Rangan, sungai Modang dan sungai Semunte, sungai Gamasin, sementara itu Aji Karang memimpin 3 kesatuan infantri. Masing masing beranggotakan 150 personil, dan pasukan berkuda 40 personil, berangkat melalui desa Bekoso menuju Utara ke arah laut Adang.
Aji Karang tiba di sebelah Barat Teluk Adang, pasukan pengintai menemukan markas bajak laut, ternyata dipimpin La Makkarodda Daeng Sitaba. Pasukan bajak laut dibantu oleh masyarakat Bajau. Dengan pasukan kurang lebih 1500 orang, pasukan Aji Karang menggempur markas bajak laut secara mendadak, para bajak laut terkejut, segera La Makkarodda Daeng Sitaba mengatur anak buahnya, dengan teknik tempur yang baik menyebabkan pasukan Aji Karang kewalahan. Aji Karang dengan pasukannya terpaksa mundur. Dengan mengirim sepucuk surat, Aji Karang meminta bantuan Sultan Ibrahim, Sultan mengirirnkan bantuan angkatan laut dipimpin Mangku Bulu Sumi, yang berani dan kebal. Dengan kekuatan pasukan 200 orang pasukan dan diperkuat pasukan Anden Segara dari Tanjung Jemelai, sehingga seluruh pasukan menjadi 150 orang. Dini hari, pasukan Mangku Bulu Sami merapat di Teluk Adang dan masuk melalui sungai-sungai yang berhutan bakau dan menyerang secara tiba-tiba, dengan menggunakan panah berapi memanahi atap-atap gubuk bajak laut yang terbuat dari daun nipah, kontan saja api menyala melalap atap-atap nipah yang sudah kering.
Para bajak laut terkejut, mereka dihujani panah api dan peluru senapang, banyak anak buah bajak laut yang mati. La Makkarodda dan beberapa anak buahnya lari ke arah Barat. Aji Karang yang menyusul ke Teluk Adang bersama pasukannya. Menurut penyelidikan La Makkarodda berada di Selang (Semuntai), pasukan Aji Karang secepatnya ke Selang dan menyerang gerombolan bajak laut. Aji Karang kemudian dalam pertempuran dapat memotong kedua belah tangan La Makkarodda sehingga pingsan anak buah La Makkarodda kemudian menyerah, Peristiwa ini disebut " Pertempuran Selang" (Vr, AAssegaff, Op cit hlm 152-154*).
Atas jasa mereka menumpas bajak laut. Sultan Ibrahim menganugerahkan tiga lokasi hutan, kepada ketiga komandan angkatan lautnya. Hutan tersebut diharapkan dapat digarap menjadi sumber penghasilan keturunan.
# Aji Karang mendapatkan daerah Teluk Adang
# Pangeran Mangku Bulu Sami mendapatkan daerah Senipah dan Tanjung Aru
# Anden Segara mendapatkan daerah Tunan
 
Aji Karang membuka hutan dengan berladang, kemudian ditanami rotan dan buah-buahan. Aji Karang juga membuat nama-nama wilayah sesuai dengan yang dialaminya dalam pertempuran dalam melawan bajak laut. Seperti Semuntae "Samun" adalah tempat penyamun. "tae" adalah artinya kampung, jadi "kampung penyamun" Modang tempat "Menyanggul" atau menghadang bajak laut Muru artinya disana "mo'ro' Dialek Paser Modang "Mo'aru" Dialek Paser Peteban. Selang artinya Mempertahankan Nasib (Vr/ A.S Assegaff, Ibid hIrn 156-157*).
 
== Penguasa Pasir ==