Marga: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
D'ohBot (bicara | kontrib)
k bot kosmetik perubahan
Baris 1:
'''Marga''' atau '''nama keluarga''' adalah [[nama]] pertanda dari [[keluarga]] mana seorang berasal. {{fact}} Marga lazim ada di banyak kebudayaan di dunia. {{fact}} Nama marga dalam kebudayaan Barat dan kebudayaan yang terpengaruh oleh budaya Barat umumnya terletak di belakang, sehingga sering disebut dengan nama belakang.{{fact}} Kebalikannya, [[budaya Tionghoa]] dan [[Asia Timur]] lainnya menaruh nama marga di depan.{{fact}} Ada juga kebudayaan yang dulunya tidak menggunakan marga, misalnya [[suku Jawa]] di [[Indonesia]]{{fact}}, walapun kini sudah ada yang mengadopsi nama dalam keluarganya.{{fact}} Dalam sistematika biologis, marga digunakan bergantian untuk [[takson]] '[[genus]]'{{fact}}.
 
== Marga dalam Suku Batak ==
Baris 5:
Marga menjadi identitas orang batak dalam masyarakat dan adat. Marga diturunkan dari ayah kepada anak-anaknya(''[[patriarchal]]'').<ref name= "Rob"/> Marga turun-temurun dari ''oppu''/kakek kepada ''ama''/bapak, kepada anak, kepada ''pahompu''/cucu, kepada ''nini''/cicit dst.<ref name= "Rob"> W. Hutagalung,___ ''Adat Taringot Tu Ruhut-ruhut ni Pardongan Saripeon di Halak Batak'', Jakarta: N.V Pusaka. hal, 17. </ref>. Marga lebih sering digunakan daripada nama, biasanya nama disingkat saja, contoh: Hamonangan Marbun lebih sering menjadi H. Marbun.<ref name="B"/>
 
Teman semarga(satu marga) di sebut “''dongan tubu''/golongan-golongan seperut” atau satu keturunan, yang ikatan persekutuanya secara terus menyatukan diri dalam komunitas marganya, <ref name="Lothar"> Lothar Schreiner. 1965, ''Telah Kudengar dari Ayahku'', Jakarta: BPK Gunung Mulia. hal 46</ref>. Contoh: persekutuan marga Marbun, persekutuan marga Sihite Se-Jabodetabek dll.<ref name="B"/>
Menurut adat orang batak setiap orang harus mengenal silsilah/''tarombo'' marganya sendiri (marga dan nomor urut dari silsilah marga tersebut), selain itu ia juga wajib mempelajari silsilah marga istrinya.<ref name="B">B Pasaribu, 2003, ''Adat Batak'', Jakarta: Yayasan Obor. ISBN-979-98046-0-4. hal 46-47.</ref>. Karena prinsipnya semua orang yang semarga dengan istrinya adalah ''hula-hula''/semarga dengan istri, supaya ia tahu dan memahami di mana kedudukanya.<ref name="Tobing"/> Adalah hal yang memalukan jika menyalahi ketentuan adat, seperti memerintah hula-hula mengerjakan sesuatu yang harus dikerjakan borunya.<ref name="Tobing">Lumban Tobing, 1992''Makna Wibawa Jabatan dalam Gereja Batak'' Jakarta: BPK Gunung Mulia. hal.32</ref>.
 
Baris 20:
 
{{sosio-stub}}
 
{{Link FA|vi}}
 
[[Kategori:Sosiologi]]
 
{{Link FA|vi}}
 
[[az:Soyad]]