Karangtawang, Kuningan, Kuningan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 19:
Menurut asal-usul kata (etimologi) nama Karangtawang berasal dari dua kata yaitu ''karang'' dan ''tawang'', ''karang'' dalam bahasa [[Sunda]] berarti halaman depan rumah sedangkan ''tawang'' bukan merupakan kata dalam bahasa [[Sunda]], kalau merujuk dari bahasa [[Jawa]] ''tawang'' berarti langit.
 
Menurut sumber lisan yang berkembang dari mulut ke mulut di masyarakat sejak dulu, bahwa asal nama Karangtawang diambil dari peristiwa meninggalnya seorang pengembara yang berasal dari daerah ''Tawang'' ( sebuah daerah di antara [[Ciamis]] dan [[Tasikmalaya]]). Pengembara tersebut pada mulanya berniat untuk menimba ilmu ke pondok pesantren [[Lengkong, Garawangi, Kuningan|Lengkong]] yang dipimpin oleh seorang ulama kharismatik, Kyai Haji Hasan Maulani. Pada saat itu (sekitar abad XIX atau tahun 1800-an) pesantren [[Lengkong, Garawangi, Kuningan|Lengkong]] merupakan salah satu pondok pesantren yang sangat termashur dan disegani di wilayah [[Jawa Barat]]. Sampai akhirnya si pengembara yang akan ''masantren'' ke [[Lengkong, Garawangi, Kuningan|Lengkong]] tersebut berhasil menginjakan kakinya di tapal batas desa [[Lengkong, Garawangi, Kuningan|Lengkong]] atau pada waktu itu lebih dikenal dengan [[Lengkong, Garawangi, Kuningan|Lengkong]] tonggoh/barat. Namun sayang, sang pengembara dari Tawang tersebut rupanya kelelahan karena menempuh perjalanan jauh dari daerah [[Tasikmalaya]] ke [[Kuningan]], hanya dengan berjalan kaki dan akhirnya meninggal dunia di halaman rumah milik salah seorang penduduk desa [[Lengkong, Garawangi, Kuningan|Lengkong]] ''tonggoh''. Karena niat dan tujuan baik nan suci dari sang pengembara yang pergi jauh-jauh hanya untuk ''masantren'', namun cita-citanya tidak kesampaian ini, penduduk setempat mengabadikan daerah tempat meninggalnya sang pengembara dari TAWANG di sebuah halaman rumah (dalam bahasa Sunda disebut KARANG) dengan sebutan KARANGTAWANG, yang artinya halaman rumah tempat meninggalnya orang dari Tawang tadi.
 
Dahulu desa Karangtawang dan desa [[Lengkong, Garawangi, Kuningan|Lengkong]] masih merupakan satu kesatuan, tapi karena ada suatu "peristiwa" kemudian dua desa itu dipisah, bagian Barat menjadi desa Karangtawang sedangkan bagian Timur menjadi desa [[Lengkong, Garawangi, Kuningan|Lengkong]]. Jalan desa yang membentang menjadi batas kedua desa tersebut yaitu jalan yang menuju Desa Sindangsari atau Ancaran sekarang. Asal mula terpecahnya desa Karangtawang dan desa [[Lengkong, Garawangi, Kuningan|Lengkong]] disebabkan adanya peristiwa perselisihan "parebut cai" (berebut air) guna keperluan mengairi areal sawah dan kolam ikan mereka. Sumber air yang diperebutkan berasal dari sungai "Surakatiga" yang membentang dari Selatan ke Utara yang terletak antara Desa Winduhaji dan Desa [[Lengkong, Garawangi, Kuningan|Lengkong]] saat itu. Penduduk [[Lengkong, Garawangi, Kuningan|Lengkong]] sebelah barat rupanya ketika sedang mengalirkan atau mengairi sawah dan kolam mereka dari "Hawangan Surakatiga" ini, anak cabangnya diantaranya ada "Hawangan Cikole" entah sengaja atau tidak disengaja aliran Hawangan Cikole ini sering "dipendet" atau ditutup. Akibatnya penduduk [[Lengkong, Garawangi, Kuningan|Lengkong]] sebelah Timur tidak kebagian air, dan ini akhirnya menimbulkan persengketaan antara penduduk [[Lengkong, Garawangi, Kuningan|Lengkong]] Barat (Tonggoh) dan [[Lengkong, Garawangi, Kuningan|Lengkong]] Timur (Landeuh). Akibat peristiwa ini[[Lengkong, Garawangi, Kuningan|Lengkong]] Barat dan [[Lengkong, Garawangi, Kuningan|Lengkong]] Timur akhirnya terpecah menjadi Desa Karangtawang sekarang dan Desa [[Lengkong, Garawangi, Kuningan|Lengkong]]. Sedangkan masalah sengketa tadi diselesaikan diantaranya dengan sebuah kesepakatan berupa "tukar guling" tanah bengkok desa, yaitu "Hawangan Landeuh" yang mengalir sepanjang Sungai Cisanggarung yang merupakan milik Desa Karangtawang (tadinya Lengkong Barat) diberikan ke Desa [[Lengkong, Garawangi, Kuningan|Lengkong]], dan tanah pekuburan (makam atau astana) yang berada di daerah Lengkong juga merupakan pemakaman milik penduduk Desa Karangtawang. Mengenai kebenaran ceritera ini masih perlu penelusuran lebih lanjut. Perlu sumber dan bahan pembanding lainnya yang kadang memang sulit didapatkan. Karena memang cerita di atas diambil dari sumber lisan yang sifatnya kadang dipengaruhi unsur subyektifitas yang tinggi.