Pembicaraan:Planet katai: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Nggieng (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 8:
 
Halo, masih gagap neh.. maklum orang baru :). Kami biasa menggunakan istilah 'katai' bukan 'kerdil'. Mengapa begitu? Entah ya.. mungkin sudah tradisi. :p Tapi nanti coba saya diskusikan dengan Pak Bambang Hidayat. Sebagai dedengkot, saya kira memang beliau-lah yg mem-populerkan 'istilah' katai. Sebagai tambahan saja.. astronomi adalah ilmu yang sangat menghormati tradisi. Sebagai contoh.. di Bulan tidak ada laut, tetapi bagian dataran rendah di Bulan tetap disebut sebagai 'mare' yang artinya laut. Contoh lainnya, peng-klasifikasian [[spektrum]] [[bintang]] yang awalnya menurut abjad A, B, C, D, dst, ketika didapati bahwa urutan yg benar adalah O,B,A,F,G,K,M tidak serta-merta urutannya dirombak lagi. Perdebatan mengenai Pluto-pun saya kira adalah perdebatan antara yang menginginkan kejelasan dan yang ingin menghormati tradisi. --[[Pengguna:Gabriel Iwan Prasetyono|geboy]] 07:34, 26 Agustus 2006 (UTC)
 
:Sebetulnya bukan hanya masalah tradisi, sebagaimana yang diungkapkan bung geboy, tapi masalah penataan 'tata-bahasa', memang seringkali bahasa indonesia mempunyai keserupaan makna untuk menterjemahkan istilah asing, seperti dwarf = kerdil, katai, bajang, tetapi untuk menetapkan sebagai kosa-kata yang baku dalam kazanah sains (khususnya astronomi) di Indonesia, maka ditetapkan (secara de facto) kata katai digunakan sebagai penyulih kata dwarf.--nggieng
Kembali ke halaman "Planet katai".