Orang Arab Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Sabrangi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Sabrangi (bicara | kontrib)
Baris 21:
== Perkembangan di Indonesia ==
 
Kedatangan koloni Arab dari Hadramaut ke Indonesia diperkirakan terjadi dalam 3 gelombang utama.
Kedatangan koloni Arab dari Hadramaut ke Indonesia diperkirakan terjadi sejak abad pertengahan (abad ke-13), dan hampir semuanya adalah pria. Tujuan awal kedatangan mereka adalah untuk berdagang sekaligus berdakwah, dan kemudian berangsur-angsur mulai menetap dan berkeluarga dengan masyarakat setempat. Berdasarkan taksiran pada 1366 H (atau sekitar 57 tahun lalu), jumlah mereka tidak kurang dari 70 ribu jiwa. Ini terdiri dari kurang lebih 200 marga.
 
1. Abad 9-11 Masehi. Catatan sejarah tertua adalah berdirinya kerajaan Perlak I (Aceh Timur) pada tanggal 1 Muharram 225 H (840 M). Hanya 2 abad setelah wafat Rasulullah, salah seorang keturunan beliau yaitu Sayyid Ali bin Muhammad Dibaj bin Ja'far Shadiq hijrah ke kerajaan Perlak. Beliau kemudian dinikahkan oleh Raja Perlak Syahir Nuwi dengan adik kandung beliau. Dari pernikahan ini lahirlah Abdul Aziz Syah sebagai Sultan (Raja Islam) Perlak I. Catatan sejarah ini resmi dimiliki Majelis Ulama Kabupaten Aceh Timur dan dikuatkan dalam seminar sebagai makalah 'Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh' 10 July 1978 oleh (Alm) Professor Ali Hasymi.
 
2. Abad 12-15 Masehi. Masa ini adalah masa kedatangan para datuk dari Walisongo yang dipelopori oleh keluarga besar Syekh Jamaluddin Akbar dari Gujarat, masih keturunan Syekh Muhammad Syahib Mirbath dari Hadramawt. Beliau besama putra-putra berdakwah jauh ke seluruh pelosok Asia Tenggara hingga Nusantara dengan strategi utama menyebarluaskan Islama melaui pernikahan dengan penduduk setempat utamanya dari kalangan istana-istana Hindu.
 
3. Abad 17-19 Masehi. Abad ini adalah gelombang terakhir ditandai dengan hijrah massalnya para sayyid Hadramawt yang menyebarkan Islam sambil berdagang di Nusantara. Kaum pendatang terakhir ini dpat ditandai keturunannya hingga sekarang karena berbeda dengan pendahuluya, tidak banyak melakukan kawin campur dengan penduduk pribumi. Selain itu dapat ditandai dengan marga yang kita kenal sekarang seperti Alatas, Assegaf, Al Jufri, Alaydrus, Syihab, Syahab dll. Hal ini dapat dimengerti karena marga-marga ini baru terbentuk belakangan. Tercatat dalam sejarah Hadramawt, marga tertua adalah As Saqqaf (Assegaf) yang menjadi gelar bagi Syekh Abdurrahman bin Muhammad Al Mauladdawilah setelah beliau wafat pada 731 M atau abad 14-15 M. Sedangkan marga-marga lain terbentuk bahkan lebih belakangan, umumnya pada abad 16. Biasanya nama marga diambil dari gelar seorang Ulama setempat yang sangat dihormati.
Berdasarkan taksiran pada 1366 H (atau sekitar 57 tahun lalu), jumlah mereka sekarang tidak kurang dari 70 ribu jiwa. Ini terdiri dari kurang lebih 200 marga.
 
Marga-marga ini hingga sekarang mempunyai pemimpin turun-temurun yang bergelar "''munsib''". Para munsib tinggal di lingkungan keluarga yang paling besar atau di tempat tinggal asal keluarganya. Semua munsib diakui sebagai pemimpin oleh suku-suku yang berdiam di sekitar mereka. Di samping itu, mereka juga dipandang sebagai penguasa daerah tempat tinggal mereka. Di antara munsib yang paling menonjol adalah munsib Alatas, munsib Binsechbubakar serta munsib Al [[Bawazier]].