Mangkunegara II: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Rangga Suryo (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Rangga Suryo (bicara | kontrib)
Baris 40:
'''3. Intervensi Eropa di Jawa'''
 
'''Dalam dua periode Gubernur Jenderal ([[Daendels]] dan [[Raffles]])''', Yogyakarta ditekan dengan kekuatan militer untuk memaksa [[Hamengku Buwono II]] turun tahta.Di bulan Desember tahun 1810 Daendels dengan pasukan 4.200 tentara menyerbu Yogyakarta.Daendels menurunkan [[Hamengku Buwono II]] kemudian mengangkat putera Mahkota Yogyakarta sebagai [[Hamengku Buwono III]] dan kembali ke Batavia dengan membawa Pangeran Natakusuma sebagai tawanan.Pada bulan Juli 1812 gantian Raffles dengan 2.000 tentara menyerbu Yogyakarta.Dalam waktu yang bersamaan Tentara Gurkha-Sepehi yang datang ke Jawa bersama Inggris terlibat rencana pemberontakan terhadap kekuasaan Inggris karena beredar desas desus bahwa mereka akan dijual ke Belanda dan ditinggalkan [[Inggris]] sehingga untuk memperbesar jumlah pasukan menekan Yogyakarta maka Raffles mengkontak [[Pangeran Prangwadana]] dari [[Mangkunegaran]] untuk mengerahkan [[Legiun Mangkunegaran]] memback up pasukan [[Natakusuma]].
 
'''Kekuatan Eropa''' yang datang ke Jawa adalah kekuatan yang memiliki kemampuan untuk memaksa karena dilengkapi dengan pasukan tempur yang sangat memadai.Terhadap yang mementang maka kekuatan ini tidak segan segan untuk bertindak keras bahkan kalau perlu membubarkan kekuasaan dan penguasa tradisional di [[Jawa]].Korban pertama dengan datangnya [[Daendels]] ke [[Jawa]] adalah [[Banten]]. Oleh [[Daendels]] Kasultanan [Banten dibubarkan.
Baris 46:
'''4. Destabilisasi Kraton Yogyakarta'''
 
Pada masa [[Raffles]] memerintah [[Jawa]] menggantikan [[Janssens]], Kasultanan [[Yogyakarta]] terancam dibubarkan.Campur tangan Mangkunegaran dengan [[Legiun Mangkunegaran]] berhasil '''mencegah pembubaran Kasultanan''' dengan penyelesaian berdirinya Kadipaten [[Paku Alaman]]. Solusi berdirinya Kadipaten di [[Yogyakarta]] ini adalah '''kompromi''' untuk mencegah munculnya satu kerajaan dengan dua penguasa.
 
Kompromi adalah solusi yang tepat karena tidak ada ketepatan untuk menyingkirkan [[Hamengku Buwono III]] dan menggantinya dengan [[Pangeran Natakusuma]] dan juga tidak ada ketepatan mempertahankan [[Hamengku Buwono III]] dengan menyingkirkan [[Pangeran [[Natakusuma]]. Contoh dari masa lalu yang berhasil untuk meredakan konflik yang berlarut adalah pembagian kekuasaan. 17 Maret 1813 Yogyakarta dibelah menjadi dua kekuasaan. Bersamaan dengan pembelahan itu (masih jaman [[Raffles]] [[Mangkunegaran]] mendapat tambahan wilayah masuk dalam kekuasaannya.
 
'''5. Kompromi Kekuasaan di Yogyakarta'''
 
'''Konflik kekuasaan''' di [[Yogyakarta]] berakhir dengan dilantiknya [[Pangeran Natakusuma]] sebagai [[Paku Alam]] tetapi ini baru awal dari peran '''Paku Alaman''' dalam peta konflik di Yogyakarta.Sejarah mencatat bahwa [[Paku Alam I]] termasuk wali dari Sultan [[Hamengku Buwono IV]]
karena Sultan masih sangat belia 10 Tahun ( lahir 3 April 1804 dan mejadi Sultan tahun 1814).