Wikipedia:Bak pasir: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
k reset
Baris 1:
{{Bakpasir}}
TEST
<!-- Uji coba dilakukan di baris di bawah ini-->
 
UJI
 
 
 
sudut
spacer
NASIONAL
spacer
Mudik Edisi Khusus
Tiga Arah Penuh Pesona
 
MUDIK saat Lebaran, tentu, bukan sekadar mengisi waktu libur, mengunjungi kampung halaman, dan sanak keluarga. Mudik Lebaran, terutama bagi warga Jakarta, akan mengingatkan bahwa Indonesia memang kaya, dan dunia bukan cuma Ibu Kota. Perjalanan darat ke Pulau Sumatera, misalnya, adalah sebuah penjelajahan yang penuh pesona.
 
Dari pusat kota Jakarta, melintasi kota industri Cilegon dan Serang --calon ibu kota Provinsi Banten-- selama dua jam, akan sampai di Pelabuhan Merak. Di kota pantai paling barat Pulau Jawa itu, terdapat 20 unit feri di tiga dermaga, yang bergiliran melayani penyeberangan nonstop 24 jam. Dengan berlayar sekitar dua setengah jam melintasi Selat Sunda, kita akan sampai di Pelabuhan Bakauheni, bibir selatan Pulau Sumatera yang juga bernama Perca atau Andalas itu.
 
Suasana berdesakan, kemacetan, dan antrean panjang kendaraan di Pelabuhan Merak atau Bakauheni, seperti lazimnya di Jakarta, segera terlupakan begitu kita memacu kendaraan sejauh 91 km, atau sekitar dua jam perjalanan ke Bandar Lampung. Di ibu kota Provinsi Lampung ini, kita bisa melepas lelah sembari mencicipi kopi Lampung yang harum. Sekalian mengudap kripik pisang atau nangka, penganan ringan yang dikemas apik dan dijual di warung nasi di sepanjang jalan.
 
 
Tiga Jalur
 
UNTUK menuju ujung Pulau Andalas, tinggal pilih salah satu dari tiga jalur yang ada: jalur tengah, timur, atau lewat pesisir barat. Jalur pantai barat, dari Bandar Lampung ke Bandar Jaya, 80 km, kemudian terus 87 km ke Bukitkemuning. Di sini belok ke kiri menuju kota Liwa sejauh 100 km melintasi Sumber Jaya, kemudian sampai di Krui. Dari Krui perjalanan menyisir pantai sejauh 200 km melintasi kota Manna, menuju kota Bengkulu.
 
Terus menelusuri pantai arah ke utara sepanjang 341 km dari Bengkulu, akan sampai di Lunang, lokasi transmigrasi di perbatasan Sumatera Barat. Selanjutnya, di kota kecil Tapan, Sumatera Barat, jalan bersimpang dua: ke kanan, 60 km menuju Sungai Penuh, ibu kota Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Ke arah kiri, 213 km menuju Padang melintasi Painan, ibu kota Kabupaten Pesisir Selatan. Dari Padang, jalur pantai barat masih bisa diteruskan 56 km ke Pariaman, terus ke Manggopoh di Kabupaten Agam dan sampai di Panti, Kabupaten Pasaman, ketemu lagi lintas tengah Sumatera menuju Sumatera Utara.
 
Meski agak sempit, cuma 5-6 meter, jalan lintas barat ini terbilang lengang. Bahkan, selepas dari Liwa ke Bengkulu, setelah sekitar 200 km, kita akan melintasi hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan sepanjang 100 km yang sepi. Tak ada lagi stasiun pengisian bahan bakar dan rumah makan yang memadai. Yang ditemukan cuma kebun-kebun penduduk. Di beberapa permukiman, di malam hari, yang terlihat hanya kerbau dan sapi yang bergolek di jalanan.
 
Setelah memasuki wilayah Sumatera Barat, suasana mulai berubah. Jalannya lebar dan mulus. Permukiman penduduk terbilang rapat, dan di kiri-kanan jalan banyak rumah makan. Pompa bensin pun ada di Balaiselasa dan Batangkapas, 70 km sebelum kota Painan.
 
Perjalanan di pantai barat cukup mengasyikkan. Selain bisa menghirup udara segar di kawasan hutan perawan, saat-saat Lebaran, kota Bengkulu, yang pernah diduduki Gubernur Inggris Raffles, lazimnya diramaikan pesta tabot, kesenian yang berasal dari Goa, India. Berbeda dengan tabot atau tabut di Pariaman, Sumatera Barat, yang cuma menampilkan dua tabot, di Bengkulu melibatkan seluruh kampung dan instansi pemerintah.
 
Meski bau sakral masih kental, tabot, yang merupakan visualisasi perang di Karbela, antara Hasan dan Husein, cucu Nabi Muhammad, di Bengkulu atraksi itu menjadi hiburan rakyat. Yang ditampilkan bukan lagi huru-hara, melainkan kemegahan masing-masing tabot. Jumlahnya mencapai ratusan. Jangan heran jika saat pesta tabot berlangsung, kota Bengkulu tenggelam dalam keramaian umat dan gemerlap warna-warni lampu hias tabot.
 
Di Desa Lunang, Sumatera Barat, bisa disinggahi rumah tua milik Mandeh Rubiah, pewaris Bundo Kanduang, raja wanita dari Kerajaan Pagaruyung Minangkabau. Di situ juga terdapat kuburan Bundo Kanduang, Cinduo Mato, dan pengikut raja lainnya. Rumah penuh peninggalan sejarah abad ke-16 itu masih berdinding kulit kayu. Padahal, ribuan hektare tanah ulayat warga Lunang telah diambi alih untuk lokasi transmigrasi. Meski demikian, disarankan jangan coba bertangan jail di sana. Berbicara kasar pun bisa membuat Anda batal melanjutkan perjalanan.
 
Tak jauh dari Lunang, ada Desa Muara Sakai. Di situ terdapat sisa pelabuhan peninggalan VOC, Kantor Dagang Belanda, di abad ke-18. Sebelum meninginjakkan kaki di kota Padang, ada objek wisata Pantai Bungus dan Pelabuhan Telukbayur di pinggir selatan kota. Di sana terdapat beberapa rumah makan dengan sajian khusus gulai kepala ikan.
 
Dari Padang, bila Anda mau ke kota Medan, Sumatera Utara, banyak jalan alternatif. Bisa lewat Lembah Anai yang sejuk, terus ke Padang Panjang dan Bukittinggi, Lubuk Sikaping, Panti, perbatasan Sumatera Utara, sekitar 240 km. Atau, menyisir pantai lagi, 56 km, ke Lubukalung, belok kiri sampai di Pariaman. Terus ke Manggopoh dan Simpang Ampat, melintasi kehijauan kebun sawit, sejauh 110 km. Dari Simpang Ampat, terus ke Panti dan bergabung lagi dengan jalan lintas tengah Sumatera.
 
Waktu tempuh jalan ini terbilang lebih cepat, karena hampir tak terdapat tikungan berarti. Jalannya pun lebar dan mulus. Di Desa Padang Tujuh, sebelum kota kecil Talu, Anda dapat bermain-main sejenak dengan ikan larangan yang suka makan kacang goreng, di halaman Masjid Syekh Inyiak Landua.
 
Jika memilih jalur tengah, yang selama ini dikenal dengan sebutan ''lintas Sumatera'', dari Lampung harus lewat Kotabumi, Bukitkemuning, Martapura, kemudian masuk ke wilayah Sumatera Selatan, kota Baturaja, Muara Enim, Lahat, Tebingtinggi, dan Lubuklinggau. Kemudian melintasi Sorolangun dan Muarobungo, Provinsi Jambi. Jalan yang rata-rata bak benang terentang itu, meski ramai, cukup lebar dan mulus, tak melelahkan. Tak jarang, pengemudi berani melarikan mobilnya di atas 100 km per jam.
 
Cuma, di sepanjang jalan tak banyak tamasya yang bisa dinikmati, kecuali hutan-hutan belukar sisa-sisa lahan hak pengusahaan hutan. Baru setelah masuk Sungai Dareh, Provinsi Sumatera Barat, tampak rumah makan berjejer di sepanjang jalan 260 km ke Padang. Permukiman pun lebih padat dibandingkan dengan daerah Jambi. Dari Sungai Dareh, terus ke Kiliran Jao. Dari situ, Anda bisa ke Pekanbaru, Provinsi Riau, belok ke kanan melewati Lubuk Jambi, Teluk Kuantan, Logas, dan Lipat Kain.
 
Dari ibu kota Provinsi Riau itu, mau ke kota Medan, Anda bisa melanjutkan perjalanan lewat Minas, terus ke kota Duri, Bangko, dan Baganbatu di perbatasan Riau-Sumatera Utara. Sampai di Kotapinang, Rantau Parapat, perjalanan tinggal diteruskan ke Kisaran, Tebing Tinggi, sampai di Medan.
 
Perjalanan ini pun menyenangkan. Wartawan Gatra Rosul Sihotang khusus ditugaskan untuk menelusuri jalur ini dari Jakarta sampai ke Medan, awal bulan lalu. Melewati jalur ini, Anda bisa menyaksikan hamparan areal konsesi tambang minyak milik PT Caltex. Belukar bergelombang, nyaris dipenuhi pompa angguk, penyedot minyak dari bumi Melayu itu. Di sana-sini terlihat pipa minyak ukuran 20 cm dan 60 cm menjalar di sepanjang pinggiran jalan.
 
Sampai di wilayah Sumatera Utara, pemandangan mendadak berubah. Mulai Baganbatu hingga Tebing Tinggi, sekitar 300 km, yang tampak cuma hijauan kebun sawit dan karet. Sesekali terlihat desa-desa kecil yang nyaris tenggelam dalam kelebatan tanaman perkebunan.
 
Jika dari Kiliran Jao, mengikuti jalan sepanjang 190 km ke kota Solok, bisa singgah di Muara Kalaban, persimpangan ke kota tambang batu bara Sawahlunto, mencicipi ''dendeng batokok''. Atau, sekitar 26 km sebelum Solok, turun di Desa Silungkang. Pengunjung tinggal pilih aneka hasil kerajinan anak nagari di celah bukit itu. Ada tenunan songket, sarung, pakaian muslim, serta anyaman bambu dan rotan. Yang tak dilupakan pelintas Sumatera, biasanya, adalah sapu ijuk yang makin sulit ditemukan. Harganya cuma Rp 10.000-Rp 15.000 sebuah. Atau membeli kerupuk singkong, seukuran koin atau selebar piring.
 
Dari kota Solok, 60 km dari Padang, ada dua pilihan. Ke kiri bisa naik ke perbukitan jajaran Gunung Talang, menikmati pemandangan alam berupa persawahan yang indah. Melintasi Cagar Alam Tarusan, akan sampai di panorama alam Sitinjau Laut, sebelum menuruni Taman Hutan Raya Bung Hatta sampai di pabrik semen PT Semen Padang di Indarung, pinggiran kota Padang. Disebut Sitinjau Laut, karena dari daerah itu bisa disaksikan laut lepas pantai Padang. Kala malam tiba, terlihat indahnya temaran lampu-lampu kota Padang, pabrik PT Semen Padang, dan kerlipan lampu perahu nelayan.
 
Atau, dari Solok tadi belok kanan, 45 km ke Padangpanjang, atau 15 km sebelum Bukittinggi. Lintasan ini memberikan kenangan tersendiri kala menelusuri sepertiga bibir Danau Singkarak nan indah. Rumah makan di pinggir danau, seperti di Desa Ombilin atau Desa Kacang, menyajikan hidangan dengan menu khusus ikan danau. Misalnya ikan bilih, garing, kapiek, dan juga ikan mas. Ikan bilih kering, seukuran jari kelingking, ada yang dibelah atau siap digoreng, tersedia di pinggir danau.
 
Bukittinggi, kota sejuk yang dijuluki ''kota Jam Gadang'', adalah tempat istiharat yang menyenangkan. Udaranya bersih, segar, dan beraneka jenis masakan khas Bukittinggi dapat diperoleh dengan mudah. Ayam pop, yang lebih gurih daripada ayam goreng Amerika atau California, paling diminati pendatang. Juga dendeng kering dan nasi kapau, di sinilah pusatnya. Dari kota inilah asal pengusaha rumah makan yang terdapat di sepanjang jalan raya lintas Sumatera atau di Jakarta dan di beberapa kota lainnya. Antara lain Rumah Makan Roda Baru, Simpang Raya, dan Garuda.
 
Bukittinggi juga menawarkan hasil kerajinan aneka sulaman, bordiran untuk berbagai keperluan. Rupa-rupa makanan ringan: kerupuk sanjai, kerupuk balado, aneka wajik, kelamai, dan sagun selalu jadi rebutan para pelancong. Di kota wisata itu tersedia ratusan penginapan, dari sekadar rumah singgah sampai hotel-hotel berbintang.
 
Dari Bukittinggi, perjalanan bisa dilanjutkan dengan naik mobil sepanjang 40 km menuju bibir Danau Maninjau. Di sana bisa dirasakan serunya tikungan jalan Kelok 44, atau udara sejuk di Puncak Lawang, di kening perbukitan yang memagar Danau Maninjau.
 
Bila capek ke luar kota, perjalanan bisa dialihkan ke panorama alam Ngarai Sianok, kebun binatang, atau menatap kota dari puncak Bukit Fort de Cock. Atau cukup mengabadikan diri di depan Jam Gadang dan memasuki Lobang, alias gua peninggalan Jepang, sekitar 100 meter di bawah permukan tanah.
 
Dari kota tiga gunung itu, selanjutnya terserah Anda. Jika mau ke kota Pekanbaru, sekitar 180 km dari Bukittinggi, akan melewati Waduk PLTA Koto Panjang, danau seluas 140.000 hektare, yang mengempang Batang Kampar. Dari perbatasan Sumatera Barat-Riau hingga ke kota Pekanbaru, dengan mudah bisa ditemukan masakan ikan patin yang terkenal nikmatnya. Atau makan udang galah khas Batang Kampar --yang langka-- di Desa Rantau Berangin. Di kota Pekanbaru sendiri, di kawasan Simpang Tiga, juga bisa ditemukan restoran khusus sop dan sate daging rusa.
 
Bila Anda hendak ke kota Medan, dari Bukittinggi dapat meneruskan perjalanan ke Lubuk Sikaping, ibu kota Kabupaten Pasaman, terus ke Panti dekat perbatasan Sumatera Utara. Ini perjalanan yang menyenangkan. Selain sejuk, Anda juga bisa bernapas seleganya di Cagar Alam Lembah Berangin atau Hutan Lindung Rimba Panti.
 
Suasana Sumatera Utara kian terasa begitu Anda meninggalkan Rao, Kecamatan Rao Mapat Tunggul. Mengikuti jalan berliku-liku, rumah-rumah penduduk berjejer rapat di pinggir jalan, sampai di Kotanopan dan Padang Sidempuan. Dahaga di perjalanan segera terobati begitu singgah di warung-warung penjual salak yang menjadi julukan kota Padang Sidempuan itu. Terus ke Sipirok, Tarutung, Balige, Parapat, Pematang Siantar, Lubukpakam, 30 km dari Medan.
 
 
Jalur Timur
 
ADA jalan pintas dari Bandar Lampung ke Palembang, Jambi, atau Pekanbaru, Riau, yang disebut ''lintas timur Sumatera''. Jalan selebar 5-6 meter itu pun terbilang sepi tikungan, dan hampir tak bertanjakan. Dari Bandar Lampung belok kanan di Bandarjaya, terus melaju ke Indralaya, dekat Pelembang. Cuma, jalan ini agak sepi. Sejauh 300 km perjalanan, hanya terdapat delapan pompa bensin. Bengkel dan rumah makan pun jarang dijumpai. Hanya ada dua, di Kayu Agung dan Tanjungraja.
 
Malam hari, lengang sekali. Di sini, para pengemudi sering dihantui bajing loncat yang suka menabur paku di tengah jalan. Jika ban mobil kempis, mereka menyergap pengemudi dan merampas bawaan penumpang. Belakangan, kondisi jalan di daerah berawa-rawa itu kian parah. Lubang-lubang berlumpur menganga lebar, sering memerangkap kendaraan yang lewat. Terutama di desa-desa Kecamatan Lempuing, sekitar 120 km selepas perbatasan Sumatera Selatan-Lampung. Sejak bulan lalu, pemerintah daerah bekerja keras merapikan jalan itu, menyambut arus mudik.
 
Dari Palembang ke kota Jambi, sekitar 270 km, bisa ditempuh melewati Betung, Bayungilir, terus ke Tempino, 27 km sebelum masuk kota Jambi. Kemudian, sekitar 500 km ke utara kota di pinggir Sungai Batanghari itu, kendaraan boleh dipacu ke arah Pekanbaru, Riau. Dari Kuala Tungkal, terus ke Merlung, dan sampai di Sebrida, perbatasan Riau-Jambi. Kemudian dilanjutkan ke Pematangrebah, Japura, dan sampai di Pangkalan Kerinci, daerah konsesi pabrik bubur kayu (pulp) milik PT RAPP, sekitar 80 km dari pinggir kota Pekanbaru.
 
Selanjutnya, tinggal pilih tujuan berikutnya. Bila melanjutkan ke Medan, bisa melalui Minas, kota Duri, terus ke Baganbatu dekat perbatasan Sumatera Utara-Riau. Atau, belok kiri, berkeliling, ke kota Payakumbuh dan Bukittinggi, kemudian terus ke Panti di perbatasan Sumatera Barat-Sumatera Utara. Namun, perjalanan lintas timur Bandar Lampung-Palembang-Jambi-Pekanbaru tidak disarankan. Selain jalannya agak sempit, suasana di perjalanan pun kurang nyaman. Menurut laporan wartawan Gatra, Budi Pristiwanto, dari Palembang, kondisi jalan di daerah itu masih parah. Sepanjang jalan, sepi permukiman. Yang terlihat cuma rawa-rawa serta perkebunan karet dan sawit. Itu pun setelah mendekati wilayah Provinsi Riau.
 
Melintasi Sumatera akan lengkap setelah dari Medan berkunjung ke Banda Aceh, ibu kota Provinsi Daerah Istimewa Aceh, 574 km dari Medan. Sebelum meninggalkan kota Medan, 125 km ke perbatasan ''provinsi rencong'' itu, disarankan mencoba manisnya rambutan Binjai yang terkenal itu. Kemudian, sampai di Stabat terus ke Tanjungpura, kota penghasil dodol terkenal di Sumatera Utara. Maklum, kota tempat berdirinya Masjid Azizi dan Makam Pujangga Tengku Amir Hamzah itu memang banyak dihuni penduduk asal Pulau Jawa.
 
Sebelum masuk Kualasimpang, kota pertama yang dijumpai di Provinsi Aceh, Anda akan melewati kota Pangkalan Brandan, daerah tambang minyak milik Pertamina, Bukitaruna, dan Pantebuaya penghasil jeruk manis ternama di Aceh. Kualasimpang pun dikenal dengan hasil karetnya, dan makanan khas ikan segar dan kuah gulai pliek-u. Jika memang harus beristirahat, Anda boleh menginap di Hotel Kartika, satu-satunya di kota Langsa, kota setelah Kuala Simpang.
 
Kota berikutnya adalah Peureulak, Peudawa, dan Idi, penghasil ikan laut terbesar di Aceh Timur, juga duku manis seperti halnya di beberapa daerah di Palembang. Kota Lhoknibong, dan Pantonlabu, Aceh Utara, adalah daerah penghasil pisang. Dari Lhoksukon terus ke Simpang Ceubrek, kawasan eksplorasi minyak dan gas milik Exxon Mobil. Terus ke kota Geudong, Samudra Passe, tempat agama Islam pertama kali diterima di Asia Tenggara. Itu, misalnya, dibuktikan dengan adanya sejumlah kuburan tua. Antara lain, makam Malikulsaleh dan Ratu Nahrisyah, yang masih sering dikunjungi tamu dari India atau Arab Saudi.
 
Kota Lhokseumawe, ibu kota Kabupaten Aceh Utara, adalah kota berikutnya. Kota ini kian ramai bersamaan berkembangnya perusahaan gas dan minyak bumi, seperti PT Arun, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Asean Aceh Fertilizer, dan PT Kertas Kraft Aceh. Lelah menyaksikan cerobong asap pabrik, Anda boleh makan sate kambing terkenal di kota Matang Geulumpangdua. Terus ke kota Mini, Beureunuen, dan Sigli di Kabupaten Pidie, yang dikenal dengan emping melinjonya, yang dijual Rp 14.000 per kg.
 
Sebelum menjangkau kota Banda Aceh, masih harus melewati kawasan Pegunungan Seulawah, tempat kawanan monyet suka duduk di pinggir jalan. Anda boleh mengulurkan makanan, seperti kerupuk ubi dan kue-kue yang dijual di desa-desa sekitarnya. Menuruni perbukitan Seulawah, Anda masuk ke daerah Aceh Besar dan Banda Aceh, kota yang tak pernah sepi dari pemberitaan media massa berkaitan dengan aksi masyarakat, dalam 20 tahun terakhir ini.
 
Suasana Aceh belakangan memang sering menciutkan nyali para pengendara mobil, terutama di malam hari. Namun, menurut laporan koresponden Gatra di Aceh, Ibrahim Passe, di sepanjang lintasan Kuala Simpang hingga ke kota Aceh terdapat sekitar 46 pos keamanan. Petugas keamanan gabungan TNI/Polri itu memeriksa setiap kendaraan yang lewat, mengantisipasi kemungkinan penyelusupan gerakan bersenjata pengacau keamanan atau Gerakan Aceh Merdeka. Nah, selamat mudik, atau bertamasya sepanjang Sumatera.
Fachrul Rasyid HF, dan Kolam Pandia (Bandar Lampung) [Majalah Gatra: Edisi Khusus Lebaran 2000. Bengkalai Silaturahmi]
 
 
printer Versi Cetak email Kirim Berita ke Teman komentar Komentar Anda
 
spacer
sudut spacer sudut
 
sudut spacer sudut
search calendar
<< 20 December 2000 >>
Su M T W Th F Sa
dot dot dot dot dot 1 2
3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15 16
17 18 19 20 21 22 23
24 25 26 27 28 29 30
31