Pasang Surut Dinasti Mataram: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Rangga Suryo (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Rangga Suryo (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 116:
Ketika Belanda menjadi unsur stabilisator yang menjadikan Mataram stabil, tak kurang disini ditemui beberapa hal yang menjadikan cermatan bahwa para personil Belanda di Jawa adalah para bandit yang berkedok dermawan kepada penguasa [[Mataram]].Peristiwa klasik yang dapat dilihat adalah peristiwa pemahkotaan [[Amangkurat II]] yang menggantikan ayahnya menjadi Raja Mataram.Kapten Tack seorang perwira Belanda medapat kehormatan untuk menyematkan '''Mahkota''' Mataram ke Amangkurat II. Mahkota yang dipakai raja baru ini sudah hilang '''berlian'''nya di Mahkota karena di ambil oleh [[Kapten Tack]].
 
Para petualang yang tergabung dalam korps militer Belanda memang sudah ditengarai membawa penyakit ketidak beresannya dalam kapasitas sebagai pegawai di dinas kemiliteran [[VOC-Belanda]]. Stabilitas dan ketenteraman di Jawa bagi sebagian orang Belanda yang dinas di militer sangat tidak menguntungkan posisinya karena peran dan penghasilan mereka sebagai pegawai menjadi berkurang (Soekanto, Dr.,1952).Tambahan penghasilan dan karir dalam dinas menjadi berarti ketika tenaga dan keberadaan mereka dibutuhkan dan ini hanya terjadi jika konflik yang berujung perang terbuka terjadi.
 
 
 
 
Dinasti [[Mataram]] sepanjang sejarahnya adalah dinasti penuh dengan konflik antar keluarga yang sedang memegang tampuk kekuasaan.Yogyakarta sebagai pecahan dari Mataram tidak terkecuali pula dalam hal ini.Kekerabatan di Kasultanan Yogyakarta setelah perjanjian Giyanti meningkat dengan pesat.Peningkatan ini disebabkan tingkat kelahiran di kalangan bangsawan [[Yogyakarta]] lebih tinggi dibanding dua kerabat Kraton yang lain (Lihat: Ricklefs, MC.,2002).
 
Meningkatnya jumlah keturunan di Yogyakarta tidak diimbangi dengan kekompakan diantara para pewaris yang mengakibatkan terjadinya banyak kesedihan pada diri Sultan (Soekanto, Dr.,1952).Koflik yang bermula diantara para pewaris Yogyakarta ini lantas sedikit banyak mengundang pihak luar untuk terseret dan campur tangan.
 
Konflik yang semakin panas dan tegang sudah dapat ditengarai tradisi Mataram yang lama bakal muncul kembali.Tradisi yang menyelesaikan permasalahan dengan kekuatan bersenjata adalah cara klasik yang kembali dipergunakan untuk mengakhiri suatu konflik sampai seorang yang menang mengungguli dan mengatasi yang lain.