Devaluasi mata uang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bkusmono (bicara | kontrib)
Bkusmono (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
'''Devaluasi mata uang''' adalah suatu tindakan penyesuaian nilai tukar [[mata uang]] terhadap mata uang asing lainnya yang dilakukan oleh [[Bank]] Sentral atau [[Otoritas Moneter]] yang mengadopsi sistim nilai tukar tetap. Devaluasi tersebut biasanya dilakukan apabila rezim yang mengadopsi sistim nilai tukar tetap tersebut menilai bahwa harga mata uangnya dinilai terlalu tinggi dibandingkan nilai mata uang negara lain dimana nilai mata uang tersebut tidak didukung oleh kekuatan ekonomi negera yang bersangkutan. Mata uang suatu negara dikatakan mengalami kelebihan nilai dapat dilihat dari perbedaan inflasi kedua negara. Negara yang inflasinya tinggi seharusnya akan segera mengalami penurunan nilai namun dalam sistim nilai tukar tetap proses penyesuaian tersebut tidak berlaku secara otomatis karena penyesuaian nilai tukar tersebut harus melalui penetapan pemerintah. Tanda-tanda suatu mata uang yang mengalami kenaikan nilai antara lain ekspor yang terus menurun dan [[industri]] manufaktur mulai mengalami penurunan kinerja.
 
==Devaluasi di Indonesia== <ref>http://umum.kompasiana.com/2009/10/16/bank-century-vs-indonesia-inc/</ref>
===30 Maret 1950===
Pemerintahan Presiden Sukarno , melalui menkeu Syafrudin Prawiranegara (Masyumi, Kabinet Hatta RIS) pada 30 Maret 1950 melakukan devaluasi dengan penggutingan uang. Syafrudin Prawiranegara menggunting uang kertas bernilai Rp 5 ke atas, sehingga nilainya berkurang separuh. Tindakan ini dikenal sebagai "Gunting Syafrudin". Tindakan moneter kedua dilakukan pada 24 Agustus 1959 ketika mata uang Rp 10.000 bergambar gajah dan Rp 5.000 bergambar macan, "ditembak mati", diturunkan nilainya hanya jadi Rp 100 dan Rp 50.