Sutan Takdir Alisjahbana: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 44:
Setelah lulus dari ''Hogere Kweekschool'' di Bandung, STA melanjutkan ke ''Hoofdacte Cursus'' di Jakarta (Batavia), yang merupakan sumber kualifikasi tertinggi bagi guru di Hindia Belanda pada saat itu. Di Jakarta, STA melihat iklan lowongan pekerjaan untuk Balai Pustaka, yang merupakan biro penerbitan pemerintah administrasi Belanda. Dia diterima setelah melamar, dan di dalam biro itulah STA bertemu dengan banyak intelektual-intelektual Hindia Belanda pada saat itu, baik intelektual pribumi maupun yang berasal dari Belanda. Salah satunya ialah rekan intelektualnya yang terdekat, [[Armijn Pane]].
Dalam kedudukannya sebagai penulis ahli dan kemudian ketua Komisi Bahasa selama pendudukan Jepang,Takdir melakukan modernisasi bahasa Indonesia sehingga dapat menjadi bahasa nasional yang menjadi pemersatu bangsa. Ia yang pertama kali menulis Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia (1936) dipandang dari segi Indonesia, buku mana masih dipakai sampai sekarang,serta Kamus Istilah yang berisi istilah- istilah baru yang dibutuhkan oleh negara baru yang ingin mengejar modernisasi dalam berbagai bidang. Setelah Kantor Bahasa tutup pada akhir Perang Dunia kedua, ia tetap mempengaruhi perkembangan bahasa Indonesia melalui majalah Pembina Bahasa yang diterbitkan dan dipimpinnya. Sebelum kemerdekaan, Takdir adalah pencetus Kongres Bahasa Indonesia pertama di Solo. Pada tahun 1970 Takdir menjadi Ketua Gerakan Pembina Bahasa Indonesia dan inisiator Konferensi Pertama Bahasa- Bahasa Asia tentang "The Modernization of The Languages in Asia (29 September-1 Oktober 1967)
Direktur Cenfer for Malay Studies Universitas Malaya tahun 1060-1968
|