Kesultanan Buton: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k bot kosmetik perubahan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-shalat +salat)
Baris 106:
Ilmu tersebut sering disebut ilmu tauhid (ilmu kejadian), ilmu tentang menjadi ada. Ilmu ini penting jika orang ingin mengetahui tentang diri sendiri dan asal-usulnya. Tanpa ini, orang benar-benar tidak dapat yakin adanya Tuhan.
 
Seandainya orang telah mencapai ilmu itu, maka ia telah mencapai taraf kenal akan hakikat. Pada tingkat ini, orang tidak harus sembahyang (shalatsalat) secara teratur, karena bila sudah dekat pada Tuhan orang tidak perlu lagi bersembahyang. Lalu orang sudah berjalan di sisi Tuhan. Mereka yang telah mencapai taraf ini, para ahli tasawuf atau ahli sufi, terlepas dari soal keduniaan. Mereka yang telah menimba banyak ilmu, yang sangat mendekati Tuhan (opoopoti oputa, secara harfiah “merenungkan Tuhan) dapat menentukan kemana arwah mereka akan pergi, sebagaimana dapat mereka lakukan juga hal-hal lain yang tidak dapat dilakuakan oleh orang biasa.
 
Di lain pihak, dikatakan pula bahwa kehidupan baik dapat diganjar dengan kehidupan berikut yang lebih baik. Seseorang dari golongan bangsawan lapis ketiga (papara) dapat dilahirkan kembali sebagai anak dari walaka (lapis kedua) atau dari La ode (lapis pertama) atau pada zaman dahulu bahkan bisa jadi adalah sultan sendiri. Sebaliknya, seseorang yang hidup buruk dapat dilahirkan kembali ke golongan yang lebih rendah. Terkadang hal itu juga dipandang sebagai seorang perempuan. Dahulu perempuan biasanya meratapi kenyataan bahwa mereka dititiskan sebagai perempuan karena orang laki-laki selalu dianggap lebih penting dan anak laki-laki lebih dimanjakan daripada gadis.
Baris 134:
Meskipun demikian, ada pula kepercayaan pada kembalinya arwah yang dipandang tidak bertentangan dengan Islam. Orang yang benar-benar percaya pada reinkarnasi biasanya menjalani hidup dengan baik, menepati janjinya, menolak hidup mewah, menahan semua keinginan untuk mengungguli orang lain dan menahan diri supaya tidak sombong dan ia mengutuk tingkah laku seperti itu pada orang lain.
 
Mereka memperoleh pembenaran atas kepercayaan pada reinkarnasi dalam sebuah ayat al-Qur’an yang mereka baca sebagai pujian setiap hari setelah shalatsalat. Disitu dinyatakan” Perpindahan malam ke siang dan perpindahan siang ke malam; dan masuknya hidup dari mati bagi siapa saja yang disukainya dengan tidak menghitung. Tuliju al-layla fi an-nahari, wa-tuuliju an-nahara fi al-layli, wa tukhriju al-hayya min al-mayyiti, wa-tukhriju al-mayyita min al-hayyi, wa-turziqu man tahsa’u bi-ghayri hisaabin.(Qur’an, 3:27) dan (Arbery 1955, I:76).
 
Antara ilmu tasawuf (Islam) dan perundang-undangan Kesultanan Buton memang ada hubungan. Murtabat Tujuh juga menyatakan bahwa arwah berpindah, teristimewa pada bagian: orohi yitu kalipa-lipa, rohi yitu ooni arabu, maanan olipa (Wolio). Dalam bahasa Arab nyawa itu disebut roh, karena selalu pergi atau berpindah dan sebab itu roh dalam bahasa Wolio dikataka lipa, artinya pergi. Teks Wolio itu mempunyai arti harfiah: roh itu pergi terus-menerus, roh itu kata Arab yang artinya “pergi”.