Jamiat Kheir: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 2:
'''Jamiat Kheir''' adalah lembaga swasta yang bergerak dalam bidang pendidikan dan berperan penting dalam sejarah perjuangan Indonesia. Berpusat di jalan KH Mas Mansyur 17, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
 
Jamiatul Kheir, Kebangsaan dan Keagamaan
== Sejarah pendirian ==
Oleh
Alwi Shihab (Wartawan Senior Republika)
 
Mendatangi Pekojan berdekatan dengan China Town di Glodok, Jakarta Barat, saya mendapati makin menciutnya jumlah keturunan Arab di kampung ini. Padahal, sejak abad ke-19, pemerintah colonial menjadikan Pekojan sebagai kampung Arab.
Jamiatul Kheir sebagai suatu perkumpulan jauh sebelum tahun 1919 telah terbentuk dan bermula berada di Pekojan, yang merupakan suatu yayasan atau perkumpulan sosial dan menampung semua aspirasi baik Al-Alawiyyin, Al Masyaikh dan Al-Ajami, kemudian tanggal 27 Desember 1928 izin pertama berdirinya Al Arabithah AlAlawiyyah dari pemerintah Belanda, dan izin kedua 27 November 1929.
Bila pada awal 1950-an, sekitar 90 persen penghuninya adalah warga Arab, keadaannya kini berbalik. Mereka tinggal 10 persen bahkan kemungkinan terus berkurang. Selebihnya, sebagian besar warga Cina. Meski begitu, peninggalan-peninggalannya masih bisa kita jumpai seperti masjid dan gedung-gedung tua bergaya Moor. Kita juga masih menapati rumah bekas tempat tinggal Kapiten Arab.
Sejarawan Sagimun MD dalam buku Jakarta dari Tepian Air ke Kota Proklamasi menyebutkan, di Pekojan pada 1901 berdiri organisasi dan perkumpulan Jamiatul Kheir. Perkumpulan ini kemudian melahirkan tokoh-tokoh dan pemimpin-pemimpin pergerakan Islam yang terkenal seperti KH Ahmad Dahlan (Muhamadiyah), HOS Tjokroaminoto (Sarikat Islam), dan H Agus Salim.
Melalui Jamiatul Kheir , para pemimpin gerakan Islam ini punya hubungan yang luas dengan Negara-negara Islam terkenal maju seperti Mesir dan Turki. Mereka membaca majalah-majalah dan surat-surat kabar yang membangkitkan semangat kebangsaan dan kemerdekaan pada rakyat Indonesia.
Dalam buku yang diterbitkan Dinas Museum dan Sejarah Pemda DKI terbitan 1988, Sagimun M.D. menyebutkan, Jamiatul Kheir dianggap berbahaya oleh permerintah colonial Belanda karena pengaruhnya dapat membangkitkan semangat kebangsaan dan semangat jihad fisabilillah di kalangan kaum Muslimin Indonesia. Tak heran kalau pemerintah colonial mengawasi dengan ketat perkumpulan ini. Sengaja menunda-nunda permohonan pengesahannya dan baru diberikan 1905 dengan catatan: ‘Tidak boleh membuka cabang di luar kota Batavia’. Meski kenyataannya perkumpulan ini membuka pendidikan di berbagai daerah dengan nama lain. Keberadaan Jamiatul Kheir merupakan wujud perlawanan terhadap pendidikan di sekolah-sekolah Belanda yang tidak dapat dipisahkan dengan Kristenisasi.
 
Pada awal mula didirikan tahun 1901 M, Organisasi Jamiat Kheir lebih bersifat organisasi sosial kemasyarakatan, dimana tujuan awalnya dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, membantu fakir miskin, baik dalam segi material maupun spiritual. Kedua, mendidik dan mempersiapkan generasi muda Islam untuk mampu berperan di masa depan. Dan yang ketiga, menolong ummat yang lemah dalam sektor ekonomi.
 
Berdirinya madrasah Jamiat Kheir berdasarkan akte notaris J.W.Roeloffs Valks Notaris Batavia, nomor 143 tertanggal 17 Oktober 1919 dalam akte ''STICHTINGSBRIEF der STICHTING'' '''"SCHOOL DJAMEAT GEIR"''' dengan susunan pengurus pertamanya, sebagai ketua Said Aboebakar bin Alie bin Shahab dan sebagai anggota-anggota pengurus lainnya adalah : Said Abdulla bin Hoesin Alaijdroes, Said Aloei bin Abdulrachman Alhabsi, Said Aboebakar bin Mohamad Alhabsi, Said Aboebakar bin Abdullah Alatas, Said Aijdroes bin Achmad bin Shahab dan Sech Achmad bin Abdulla Basalama (semua dalam ejaan aslinya dalam akta tersebut).
 
[[Al Maktab Addaimi]] adalah salah satu lembaga di bawah payung [[Rabithah Alawiyah]] yang dikhususkan melakukan pencatatan dan penetapan nasab-nasab As-Saadah Al-Alawiyyin. Maktab ini telah melakukan pencatatan dalam keterangan hasil pencatatan pada tanggal 18 Dzulhijjah 1358 H bertepatan dengan 28 Januari 1940 atas biaya Syekh bin Ahmad bin Muhammad bin Shahabuddin, jumlah yang tercatat adalah 17.764 orang. Pekerjaan pencatatan ini dilaksanakan oleh Habib Ali bin Ja'far Assegaf dengan biaya dari Al Arabithah Al-Alawiyyin. Daarul Aitam didirikan dengan akta notaris D.J.M. De HONDT No. 40.
 
Anggota pengurus pertama adalah :
 
* Said [[Aboebakar bin Mohammad bin Abdulrachman Alhabsi]], sbg ketua
* Said Aboebakar bin Abdullah bin Achmad Alatas, wakil ketua
* Said Idroes bin Ahmad bin Mohamad Sjahab, ketua ketiga
* Said Hoesain bin Ahmad bin Hoesin bin Semit, sekretaris satu
* Said Moehamad bin Ahmad bin Hoesin bin Semit, sekretaris kedua
* Said Salim bin Tahir bin Saleh Alhabsi, bendahara kesatu
* Said Abdulqadir bin Hasan bin Abdulrachman Molagela, bendahara kedua
 
Para komisaris :
 
* Said Ali bin Abdulrachman bin Abdullah Alhabsi
* Said Alwi bin Tahir Alhadad
* Said Alwi bin Mochamad bin Tahir Alhadad
* Said Ahmad bin Abdullah bin Mochsin Assegaf
* Said Jahja bin Oesman bin Jahja
* Said Abdullah bin Aboebakar bin Salim Alhabsi
* Said Hasjim bin Mohamad bin Hasjim Alhabsi
* Said Hasan bin Sech Assolabiah Alaidroes
* Said Abdoellah bin Moehamad Alhadad
* Said Aloei bin Abdullah bin Hoesin Alaijdroes
* Said Tahir bin Hoesin bin Semit
* Sjech Salim bin Achmad bin Djoenet Bawazir
* Said Abdulrachman bin Abdilla bin Abdulrachman Alhabsi
* Said Ali bin Aloei bin Abdulrachman Alhabsi
* Said Abdullah bin Mohamad bin Achmad bin Hasan Alatas
 
Almarhum [[Habib Abubakar bin Ali bin Abubakar bin Shahabuddin]] adalah salah seorang pendiri yayasan Jamiatul Kheir dan ketua pertama madrasah Jamiatul Kheir, telah membuat sebuah buku otobiografinya yang diberi judul RIHLATUL ASHFAR (telah diterjemahkan oleh Ali Yahya). Ia lahir di Jakarta tanggal 28 Rajab tahun 1287 H dan wafat di Jakarta juga tanggal 23 Rabiul Awal 1363 H, bertepatan dengan 18 Maret 1944 dan dimakamkan di pemakaman Tanah Abang, Jakarta. Ayahnya adalah Ali bin Abubakar bin Umar bin Ali bin Abdullah bin Shahabuddin, Ibunya Muznah binti Syekh Said Na'um (Pendiri yayasan waqaf Turbah Syekh Said Na'um). (Lihat Biografi Habib Abubakar Shahab.)
 
 
Kondisi umat pada masa kolonial memang sungguh memprihatinkan. Mereka tidak diberi kesempatan sedikitpun untuk mengembangkan kemampuan. Sementara itu, kitapun tidak dapat memungkiri ada sebagian kecil orang Islam terutama orang-orang Islam yang hijrah dari Hadramaut justru mampu bersaing dan berhasil menjadi pedagang dan pengusaha yang handal, mereka inilah yang kemudian berinisiatif membuat perkumpulan yang diberi nama Jamia Kheir (Perkumpulan Kebaikan) dengan motivasi dan tujuan sebagaimana disebutkan diatas.
 
Terlebih bila dilihat dari anggota yang ikut berperan dalam tubuh organisasi Jamiat Kheir saat itu yang terdiri dari orang-orang pergerakan, baik dari kalangan ulama maupun dari kalangan cendikiawan muslim yang kemudian mereka dietapkan sebagai pahlawan nasional, seperti misalnya [[Haji Omar Said (HOS) Tjokroaminoto]], [[Husein Jayadiningrat]], [[Ahmad Dahlan]] dan lain-lain, dimana mereka adalah pemuda-pemuda Islam Indonesia yang mempunyai garis keturunan ulama yang berasal dari negeri Arab. Sebagai contoh, almarhum [[Ahmad Dahlan]] yang dikenal sebagai pendiri perkumpulan Islam Muhammadiyah adalah cucu dari Sunan Giri, salah satu wali Songo yang bernama asli Muhammad Ainul Yaqin dan bergaris keturunan ke atas hingga Al-Imam Ali bin Abi Thalib R.A. suami dari Siti Fatimah binti Rasulullah SAW.
 
[[Image:Jamiat kheir sekarang.jpg|Jamiat Kheir Sekarang]]
== Anggota Pengurus Jamiat Kheir ==