Konten dihapus Konten ditambahkan
Djoko s (bicara | kontrib)
k jelas tidak sepadan dengan distinct
Djoko s (bicara | kontrib)
urutan dikemablikan
Baris 11:
 
Dalam gagasan [[Nietzsche]], istilah "Tuhan" juga merujuk pada segala sesuatu yang dianggap mutlak kebenarannya. Sedang Nietzsche berpendapat tiada "Kebenaran Mutlak"; yang ada hanyalah "Kesalahan yang tak-terbantahkan". Karenanya, dia berkata, "Tuhan telah mati". "Kesalahan yang tak-terbantahkan" dengan "Kebenaran yang-tak terbantahkan" tidaklah memiliki perbedaan yang signifikan. Sekiranya pemikiran Nietszhe ini dimanfaatkan untuk melanjutkan proses pencairan Tuhan, maka Tuhan itu suatu eksistensi yang tak terbantahkan. Dengan demikian eksistensi absolut, mutlak dan tak terbantahkan itu sama saja. Jadi, persoalan umat manusia dalam proses pencairan Tuhan tiada lain proses penentuan peletakan dirinya kepada (segala) sesuatu yang diterimanya sebagai 'tak terbantahkan', atau mutlak, atau absolut. Muhammad 'Imaduddin 'Abdulrahim Ph.D mendefinisikan Tuhan sebagai segala sesuatu yang dianggap penting dan dipentingkan sehingga dirinya rela didominirnya (Buku:Kuliah Tauhid).
 
== Perbandingan antara konsep Tuhan dengan Dewa ==
 
Di dalam [[bahasa Melayu]] atau [[bahasa Indonesia]], dua [[konsep]] atau nama yang berhubungan dengan ketuhanan, yaitu: Tuhan sendiri, dan [[Dewa]]. Penganut [[monoteisme]] biasanya menolak menggunakan kata [[Dewa]] di [[Indonesia]], tetapi sebenarnya hal ini tidaklah berdasar. Sebab di [[Prasasti Trengganu]], [[prasasti]] tertua di dalam [[bahasa Melayu]] yang ditulis menggunakan [[Huruf Arab]] ([[Huruf Jawi]]) menyebut "Sang Dewata Mulia Raya". Dewata yang dikenal orang Melayu berasal dari istilah lokal Nusantara, sama seperti Jubata/Juata/Jata yang dikenal orang [[Dayak]] yang berarti penguasa dunia bawah (dewa air). Bagaimanapun, pada masa kini, pengertian istilah Tuhan digunakan untuk merujuk Tuhan yang tunggal, sementara Dewa dianggap mengandung arti salah satu dari banyak Tuhan sehingga cenderung mengacu kepada [[politeisme]].
 
Perbedaan Tuhan dengan dewa hanya sekedar perbedaan terjemah bahasa, meski masing-masing punya latar belakang perkembangan makna terkait dengan apresiasi masing-masing atas konsepsi Ketuhanannya. Namun secara universal keduanya menunjuk pada eksistensi yang sama, yaitu soal 'Yang Tak Terbantahkan'
 
== Konsekuensi eksistensi Tuhan ==