Majalah Prisma: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 57:
Tampaknya upaya itu tidak berhasil mengangkat kembali Prisma menjadi bacaan yang laris dan dicari. Pada tahun-tahun kemudian penjualan majalah ini terus merosot, yang menjadikan para pengasuh kehabisan akal tentang apalagi yang harus dilakukan. Di satu pihak, ada kepercayaan bahwa potensi pembaca Prisma akan bertambah banyak karena makin banyak orang terpelajar. Namun dalam kenyataannya majalah ini sulit menarik perhatian mereka. Pesaing dalam bentuk majalah sejenis tampaknya belum ada yang muncul, walaupun penerbitan buku-buku dengan isi dan tema yang sama memang sudah semakin banyak. Untuk mengatakan bahwa masyarakat lebih suka membaca buku daripada majalah, diperlukan data yang cukup memadai. Dan, sebelum data itu terkumpul Prisma sudah semakin jarang muncul, hingga akhirnya pada tahun 1998 hanya terbit satu nomor. Secara kebetulan tahun tersebut bersamaan dengan tahun jatuhnya rezim pembangunan di Indonesia. Apakah Prisma yang dahulu muncul pertama kali sebagai majalah pembangunan memang harus berakhir pada tahun itu? Atau bagaimana hubungannya dengan apa yang ditulis Onghokham bahwa Prisma merupakan pencerminan dari wajah kaum cendekiawan Indonesia; menampilkan wajah cendekiawan Indonesia pada zamannya (Prisma, November 1980)? Tidak penting untuk dicari hubungannya. Yang penting Prisma perlu muncul kembali dengan perspektif dan semangat yang sesuai dengan zamannya.
== Referensi ==
<references />
|