Daniel S. Lev: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 45:
===Pengaruh Kahin===
[[George McTurnan Kahin]] adalah guru besar di Fakultas Politik [[Universitas Cornell]] yang memiliki andil besar memengaruhi Dan Lev terhadap studi keindonesiaan. Dalam pengantar buku karyanya berjudul “Hukum dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan,” Dan Lev memuji setinggi langit kehebatan dan kemampuan George Kahin.
“Di sanalah (Universitas Cornell-pen) saya mulai tertarik pada Indonesia melalui guru saya, George Kahin, yang terkenal sebagai ahli [[ilmu politik]] yang menulis tentang [[revolusi]] Indonesia. Kahin memang luar biasa. Bukan hanya sebagai mahaguru, tetapi juga pribadi yang sangat jujur dan bertanggungjawab, seorang humanis yang senantiasa mendorong mahasiswanya untuk memahami politik dalam perspektif sosial-budaya yang luas. Sampai sekarang, seperti juga banyak mahasiswanya yang lain, saya menganggap Kahin sebagai seorang sarjana dan guru yang patut diteladani.”<ref>Daniel S. Lev, Hukum dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan, (Jakarta: LP3ES, 1990), hlm. vii-viii.</ref>
Pengaruh besar Kahin dalam hidup Dan Lev juga dikemukakan oleh Arlene. Menurut Arlene terdapat lima guru dalam hidup Dan Lev. Pertama Ayah Dan Lev sendiri, Louis Lev. Kedua, George McTurnan Kahin, Ketiga, Mr. [[Besar Martokoesoemo]], pengacara pertama yang dimiliki Indonesia. Keempat adalah Kiai Adnan yang mengajarkan Dan Lev mengenai nilai-nilai agama yang membebaskan dan memberontak dari kedzaliman penguasa. Dan guru kelima adalah mendiang Yap Thiam Hien, pengacara kondang pembela hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Dan Lev sangat berkeinginan untuk membuat biografi Yap Thiam Hien yang namanya digunakan sebagai simbol anugerah tertinggi bagi para pejuang dan pembela HAM di Indonesia.<ref>Herni Sri Nurbayanti dan Widiyanto, Daniel Lev, Indonesia, dan Candy Bar, Jentera, Jurnal Hukum, edisi khusus 2008, hlm. 8.</ref>
Posisi Kahin sebagai guru yang sangat memengaruhi Dan Lev setelah Ayahnya memperlihatkan betapa besar sumbangsih perspektif Kahin dalam permikiran Dan Lev. Wajar saja dengan terus terang Dan Lev menyatakan bahwa kecintaannya terhadap Indonesia bermula dari kekagumannya terhadap Kahin. Guru Dan Lev ini juga menjadi seorang pengkritik kebijakan [[perang]] yang ditebarkan [[Amerika]] di [[Vietnam]].<ref>Pada [[April]] [[Tahun]] [[1965]], Kahin pernah menjadi pembicara utama menentang kebijakan Amerika dalam memerangi Vietnam di [[Washington DC]]. Kahin menjalin pertemanan dengan beberapa pendiri bangsa Indonesia, di antaranya ialah [[Sumitro Djojohadikusumo]], [[Soedjatmoko]], [[Moh. Natsir]], bahkan [[Soekarno]] dan [[Moh. Hatta]].</ref> Hal tersebut juga menjadi ideology Dan Lev. Kritik pedas Dan Lev terhadap kebijakan Amerika tersebut bahkan membuatnya tersingkir dari [[Universitas California,
Kahin pula yang mendorong Dan Lev untuk menjadi peneliti tangguh bagi perkembangan [[hukum]] dan [[politik]] di [[Indonesia]]. Bermula dari ajakan Kahin untuk meneliti perkembangan pergerakan nasional Indonesia, Dan Lev kemudian mulai serius mendalami Indonesia. Ia bahkan bergiat belajar langsung bahasa Indonesia dari orang-orang asli Indonesia yang ada di kota [[Ithaca]], Amerika, bahkan kepada tokoh sekaliber [[Selo Sumardjan]] dan istrinya, serta [[Umar Kayam]].<ref>Opcit, Daniel S. Lev, Hukum…, hlm.viii.</ref>
Akhir [[1958]] setelah beberapa bulan menikahi Arlene, Dan Lev memutuskan untuk belajar tentang bahasa dan segala sesuatunya tentang Indonesia di Belanda. Ia juga “terpaksa” harus mempelajari bahasa Belanda dikarenakan seluruh data tentang [[Indonesia]] disajikan dalam bahasa [[Belanda]]. Kegigihan mendalami Indonesia tersebutlah yang membuat Dan Lev berbeda dari murid Kahin yang lainnya.
Tentu saja Kahin yang disebut sebagai “pakar utama” dalam studi-studi politik di [[Asia Tenggara]] memiliki banyak murid-murid yang memiliki nama besar. [[Thak Chaloemtiarana]], Direktur Program Asia Tenggara di [[Universitas Cornell]], menyebut Kahin memiliki murid-murid yang paling terbaik (the very best student) dalam studi-studi Asia Tenggara. Dan Lev adalah salah satu dari yang paling terbaik tersebut.<ref>Murid-murid Kahin yang memiliki nama besar sebagai Indonesianis atau pakar Asia Tenggara di antaranya adalah Herb Feith, Harry Benda, Ruth McVey, Ben Anderson, dan lain-lain.</ref>
Setelah membaca pelbagai literature tentang Indonesia dan mendalami bahasanya, Dan Lev kemudian mendapatkan fellowship untuk pergi ke Indonesia dari [[Ford Foundation]]. Untuk pertama kalinya Dan Lev dan Istri menginjakkan kakinya di Indonesia pada medio [[Februari]] di Tahun [[1959]]. Akrab dengan beberapa pembesar di Indonesia membuat Dan Lev merasa tidak terasing. Menurut Dan Lev pada masa itu [[Jakarta]] dan kota-kota besar di Indonesia masih bersahaja dan para pemimpin bangsa masih sangat terbuka dan senang bertukar pikiran. Walaupun datang pada era [[Demokrasi Terpimpin]], Dan Lev sepertinya tidak merasa kesulitan dalam mencari informasi untuk mendalami hukum dan politik di Indonesia.
Dari banyak pembesar, orang-orang penting, dan pakar yang berhasil Dan Lev dekati, maka Mr. Besar Martokoesoemo-lah (sebagaimana telah dikemukakan di atas) memberikan pengaruh luar biasa dalam pandangan hidupnya. Dan Lev menggambarkan Mr. Besar sebagai berikut:
Baris 67:
Walaupun memiliki koneksi yang baik dan telah melakukan penelitian dengan sungguh-sungguh, Dan Lev masih menyimpan pelbagai kekhawatiran mengenai penelitiannya. Menurutnya penulisan hasil penelitiannya dalam bahasa Inggris untuk para pembaca yang ingin mengetahui tentang Indonesia malah di satu sisi memberikan kendala lain. Penelitian tersebut menjadi minim kritik, karena menurut Dan Lev pembaca paling kritis tentu saja adalah orang-orang yang setiap harinya mengalami segala situasi yang ditulis oleh Dan Lev sendiri.
Sebagai orang yang terbuka terhadap kritik, tentu Dan Lev sendiri adalah seorang yang sangat kritis. Terbukti akibat daya kritisnya yang tak memandang “jenis”, pada tahun 1980 hingga tahun 1984 Dan Lev dan beberapa orang Indonesianis lainnya dicekal oleh pemerintahan repressif [[Orde Baru]] di bawah kendali [[Soeharto]].<ref>Suwidi Tono (Edt), Kita Lebih Bodoh dari Generasi Soekarno-Hatta (I), (Jakarta: PT. Perspektif Media Komunika, 2009), hlm. 25. Lihat pula Daniel S. Lev, Politik Hukum di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan, (Jakarta: LP3ES, 1990), hlm. xxii.</ref>
Di sisi lain sikap kritis tersebut menjadi dilema hidup bagi Dan Lev sendiri. Melalui sikap kritisnya, di Indonesia Dan Lev dianggap sebagai pihak asing yang terlalu jauh ikut campur, sedangkan di tanah airnya sendiri sebagai akademisi yang seringkali mempertanyakan kebijakan luar negeri Amerika telah mengakibatkan Dan Lev dan berapa koleganya dituduh berpihak kepada Indonesia. Dedikasi sebagai akademisi sajalah yang membuat Dan Lev menyadari bahwa posisi rumit tersebut sebagai sesuatu yang lumrah. Ia menyatakan;
Baris 73:
“Dedikasi Cornell pada tugas untuk mengembangkan pengetahuan tentang Indonesia, dan perasaan intim para sarjana Cornell dengan Indonesia, kiranya tidak perlu diragukan, dan dedikasi itu dibentuk oleh semangat kejujuran dan tidak oleh tujuan politik apa pun. Begitu juga dengan kritik saya sendiri dan sarjana lain dalam masalah hak-hak asasi manusia di Indonesia (dan Negara-negara lain). Kritik terhadap pemerintah oleh para sarjana di mana saja bukan hal baru, dan begitu juga dengan kejengkelan pemerintah terhadap sarjana dan intelektual. Seperti banyak sarjana lain, saya sering kritis terhadap pemerintah Amerika. Pendirian kritis saya terutama dalam hal politik luar negeri, sangat dipengaruhi oleh pengalaman saya di Indonesia…”
Bahkan kritiknya terhadap kebijakan perang Amerika di Vietnam telah menyebabkan Dan Lev harus “terbuang” dari [[Universitas California, Berkeley]]. Tempat ia telah mengajar selama 5 tahun. Dan Lev kemudian memutuskan untuk pindah ke [[Universitas Washington]]. Di sana ia memperoleh gelar professor tetap di bidangnya.
===Pemikiran-pemikiran Dan Lev===
|