Marga Simalungun: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 145:
Pada hari ini tanggal 16 Oktober 1907 hadir di hadapan saya Jure Lucan O'Brien . Controleur Simalungun.
 
Op heden , den Zestienden october negentien honderd en zevend , voor mij , J.L.O'Brien , ConytoleurControleur van Simeloengoen.
 
1. Si Saoeadim , Toean Van Bandar
Baris 196:
 
Kekhasan Sumatera Timur menjelang Indonesia merdeka tahun 1945 adalah adanya perbedaan-perbedaan kelas antara bangsawan dan rakyat jelata. Dalam masyarakat Simalungun, perbedaan kelas tersebut adalah seperti golongan parbapaan (bangsawan), partongah (pedagang), paruma (petani) dan jabolon (budak). Keadaan yang sama ada pada rakyat Melayu Sumatera Timur terutama antara Sulthan dan rakyat.Sebagai negera yang bari terbentuk, nasionalisme rakyat Indonesia masih mengental dan dapat dipahami apabila masih menaruh dendam terhadap feodalisme yang sebelumnya merupakan kaki tangan kolonial. Oleh karena itu, situasi rakyat yang masih baru merdeka, kemudian disulut dengan provokasi orang lain (organisasi) tak pelak lagi apabila kecemburuan sosial dapat berujuk revolusi massa yang menelan ongkos sosial yang tinggi. Termasuk punahnya sebuah peradapan di Sumatera Timur (Simalungun dan Melayu), dimana raja dan kerabatnya beserta istananya musnah selama-lamanya. Keadaan seperti ini berlanjut hingga memasuki tahun 1946 sehingga mendorong kebencian masyarakat terhadap golongan elit. Sejalan dengan itu, berkembangnya pemahaman politik pada waktu itu, turut pula menyulut keprihatinan terhadap perbedaan kelas yang didorong oleh keinginan untuk menghapuskan sistem feodalisme di Sumatera Timur.Demikianlah hingga akhirnya terjadi peristiwa berdarah yang meluluhlantakkan feodalisme di Sumatera Timur terutama pada rakyat Simalungun dan Melayu. Pada peristiwa tersebut empat dari tujuh kerajaan Simalungun yaitu Tanoh Jawa, Panai, Raya dan Silimakuta pada periode ketiga ini musnah dibakar. Sementara Silau, Purba dan Siantar luput dari serangan kebringasan massa. Raja dan kerabatnya banyak dibunuh. Peristiwa ini menelan banyak korban nyawa, harta dan benda. Kejadian yang sama juga menimpa kesultanan Melayu dimana empat kesultanan besarnya Langkat, Deli, Serdang serta Asahan dibakar dan lebih dari 90 sultan dan kerabatnya tewas dibunuh (Reid, 1980)Riwayat swapraja Simalungun telah berlalu setelah terjadinya revolusi sosial pada tahun 1946. Revolusi itu tidak saja menamatkan kerajaan tapi juga seluruh kerabat perangkat kerajaan dan keluraga raja yang mendapatkan hak istimewa dari pemerintah kolonial, sehingga telah meningkatkan kecemburuan sosial dari rakyat terhadap raja. Revolusi terjadi setelah rakyat diorganisir dan diagitasi oleh organisasi dan partai revolusioner di Simalungun. Sejak saat itu sistem kerajaan tradisional Simalungun menemui riwayatnya. Dalam arti lain, lenyapnya atau runtuhnya zaman keemasan monarhi itu telah pula menandai berakhirnya peradapan besar rumah bolon. ( Suntingan dari Erond Damanik )
 
 
 
 
== Penambahan Marga ==