Rahma Azhari: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 28:
Pernikahannya mengalami cobaan pada bulan [[November 2006]]. Rahma terlihat bertengkar dengan suaminya di sebuah tempat hiburan malam, Blowfish. Bahkan karena pertengkaran ini, Rahma harus dibawa ke rumah sakit akibat mengalami kekerasan. Peristiwa ini akhirnya berujung pada [[perceraian]]. 13 [[Februari 2008]] Rahma resmi bercerai dari Rauf, suaminya.
 
Memang benar ucapan bung Wiro bahwa dalam making love sebagian besar
== Kasus ==
wanita lebih dominan perasaannya sedangkan pria sebagian besar lebih
Pada bulan [[November 2008]], Rahma menjadi [[kontroversi]] akibat munculnya foto-foto telanjangnya bersama sang kakak, [[Sarah Azhari]] di [[internet]]. Sampai saat ini, kasusnya masih diperiksa oleh pihak yang berwajib. Rahma dan Sarah yang merasa dirugikan, melaporkan seorang ahli, [[Roy Suryo]] ke polisi dengan dugaan pencemaran nama baik.
dominan nafsunya. Jadi kalau ingin 'main' dengan wanita, aku sarankan
kepada penggemar cerita-cerita seru khususnya yang berkelamin jantan
untuk mendapatkan perasaannya dulu sebelum mendapatkan tubuhnya,
sehingga kita akan mendapatkan kepuasan maksimal karena penyerahan
totalnya. Kalau nggak percaya ikutin aja cerita dibawah ini :
 
Tadinya aku pikir Lisa cemburu, karena hubunganku dengan Jenny semakin
dekat. Ternyata sama sekali tidak. Bahkan ketika aku tanyakan langsung
kepada Lisa, Kenapa semakin jauh denganku, malah balik bertanya "Eloe
apa Gua yang menjauh?" Aku jadi semakin bingung dengan sikapnya.
Memang sih kalau aku tinjau lagi, hubungan Lisa dan Jenny tetap akrab
seperti dulu. Hanya saja aku jadi kikuk jika berkumpul bertiga, karena
di satu sisi aku benar-benar naksir Lisa, tapi di lain sisi aku juga
tak mau kehilangan kenikmatan bersama Jenny.
Suatu hari di kala aku sedang jalan jalan menikmati kesibukan manusia
di jalan-jalan, aku melihat mobil Lisa parkir di sebuah rumah dengan
plang nama spesialis kandungan. Cepat aku bersembunyi di warung ping-
gir jalan, pura-pura memesan minuman. Tak lama, aku lihat Lisa dan
Jenny keluar dan seperti terburu-buru langsung menuju mobilnya dan
tancap gas.
Ngapain mereka kesini?, aku bertanya dalam hati, penasaran, aku lang-
sung menyebrang jalan dan masuk ke rumah dokternya.
"Ada apa, mas?" suara suster assisten dokter menyambutku.
"ehh, nggak mbak, saya mau tanya mengenai saudara saya yg baru saja
keluar."
"Memangnya kenapa, mas?"
"Boleh saya tahu, tujuan mereka kesini?" aku mencoba bertanya, kebetu-
lan saat itu tidak ada pasien.
"wah, maaf Mas, saya tidak bisa menjelaskan."
 
Aku diam berfikir, memang akupun tahu tak mungkin dapat informasi itu,
karena selain terbentur dengan etika kedokteran, akupun bukan pihak yg
berkepentingan. Namun aku masih yakin uang mampu membeli informasi.
Pelan aku dekati susternya, 2 lembar sepuluhribuan kuselipkan di
tangannya.
"Tolong mbak, salah satu di antara mereka adalah pacar saya."
"tapi..." suster itu kelihatannya masih ragu.
"Ayolah mbak," aku terus merayu.
"Iya deh." Akhirnya suster itu meyerah juga setelah selambar limari-
buan aku tambahkan ke tangannya.
 
Pas dengan dugaanku, ternyata mereka suntik KB, untuk mencegah kehami-
lan. Tapi yang membuat aku agak kaget ternyata Kedua-duanya adalah
akseptor sejak 3 tahun yg lalu, bukan hanya Jenny saja tapi Lisa juga.
Berarti mereka sudah mengenal seks sejak SMP. Ya itulah produk broken
home.
 
Sejak aku tahu masalah itu, aku semakin gila melakukan seks dengan
Jenny. Setiap ada kesempatan aku selalu melakukannya. Yang paling
sering di rumahnya. Karena jarang ada orang, Aku tidak lagi menumpah-
kan spermaku di perutnya tapi langsung menembakkannya ke dalam liang
senggamanya. Dan komentar Jenny atas ulahku adalah "nikmat yang luar
biasa".
 
Hanya ada satu yang mengganjal selama aku berhubungan dengan Jenny,
yaitu malam Minggu aku tidak boleh datang ke rumahnya. Alasannya
simple, orang tuannya selalu ada pada malam Minggu. Meskipun aku
menerima alasannya, tapi aku penasaran juga.
Malam itu pk 19.00 aku menuju rumah Jenny untuk menuntaskan rasa
penasaranku. Sampai di rumah Jenny, aku melihat sebuah sedan parkir di
depan rumahnya. Mungkin itu mobil orang tuanya, pikirku. Tapi belum
sempat aku berfikir lama, Jenny keluar dengan seorang pria setengah
baya, lalu masuk mobil dan pergi, entah kemana. Aku hanya bengong.
Apa iya itu papanya?
Tapi kok mesra sekali?
Jangan-jangan itu pacarnya?
Berkutat dengan perkiraan yang tak pasti, membuat aku pusing, segera
aku menuju rumah Lisa ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
 
Sampai di rumah Lisa, Aku lihat mobilnya masih ada, berarti dia belum
pergi. Segera saja aku pencet bel rumahnya. Tak lama seorang wanita
mengenakan daster samar-samar menuju tempatku berdiri. ternyata Lisa.
"Eh, La! kok tumben kesini! Mana Jenny?"
Serentetan pertanyaan menyambutku. Aku menjawab alakadarnya. Setelah
duduk di ruang tamu barulah aku lepas semua unek-unekku. Dan kete-
rangan dari Lisa serasa bagaikan petir. Ternyata selama ini Jenny
memang berpacaran dengan lelaki tua itu. Dia jalan denganku hanya
karena seks yang tidak terpuaskan dari pacar tuanya itu.
"Berarti, loe tahu dong semua yang gua lakuin sama Jenny?"
"Iya," jawabannya pendek tapi mantap.
Aku cukup terperanjat juga, apalagi Lisa adalah wanita yang lebih aku
taksir dari pada Jenny.
"Kata Jenny sih, permainan loe lihai. Betul nggak?" pertanyaan Lisa
berani sekali.
"Ehhh, biasa saja! Ngomong-ngomong, kok kamu di rumah Malam Minggu
begini? Pakai daster lagi, nggak Jalan?" aku membelokan arah pembica-
raan.
"Kebetulan aja, pacar gua lagi dinas ke luar kota."
Deg!!!!! jantungku bagai terpukul mendengar dia sudah punya pacar
juga.
"Oh.." hanya itu yang keluar dari mulutku.
 
Kupandangi wajah Lisa yang cantik. Sinar matanya yang bening, rambut-
nya yang tergerai, dengan kulit yang bersih menambah pesonanya sebagai
seorang wanita. Apalagi membayangkan dia juga bisa 'dipakai', spontan
senjataku langsung menegang keras. Rasa 'ingin' dan 'insting nyele-
weng' ku berputar keras mencari solusinya.
 
"Lis! Sebenarnya gua lebih suka loe dari pada Jenny," aku mulai menco-
ba merayunya. Lisa tak bereaksi.
"Memangnya kenapa?"
"Lho, semua orang juga tahu, loe lebih cantik dari Jenny."
Kulihat raut mukanya mulai berubah, (Inilah sifat dasar hampir semua
wanita yaitu senang di puji. Betul nggak?)
 
"Ditambah lagi Jenny orangnya egois dan tidak terbuka," aku terus
berusaha untuk menguasai perasaannya dengan lebih memenangkannya
daripada Jenny.
 
"Sebenarnya, gua juga suka sama loe, La! Tapi gua nggak enak sama
Jenny."
Aku bersorak dalam hati. Perasaannya telah aku kuasai, tinggal bagai-
mana menggiring Lisa ke puncak kenikmatan. Segera aku beranjak pindah
duduk di sebelahnya.
"Lis, Gua akan lepasin Jenny kalau loe mau jalan sama Gua. Kebetulan
gua juga agak kesel dibohongin sama dia."
"Jangan, La! Gua nggak mau persahabatan gua rusak, gara-gara cowok."
"Jadi, gimana dong?"
"Kita jalan saja, tapi loe nggak usah ngomong sama Jenny."
"Ntar kalau Jenny ngajak jalan gua, gimana?"
"Jalan aja, no problem. Tapi Loe juga nggak boleh ngelarang gua jalan
sama cowok gua, jadi sama sama tahu, OK?"
 
Andai saja situasi ini terjadinya sekarang, aku pasti tak akan banyak
berfikir dan langsung menjawab OK, sebab inilah yang diharapkan oleh
hampir semua lelaki yang masuk dalam kategori 'Normal' versinya Wiro
Sableng. Tapi waktu itu aku masih terlalu muda dan masih dikuasai
perasaan Cinta sehingga rasa Cemburu menjadi yang utama. Tapi aku
yakin justru rasa cemburuku saat itulah yang membuat Lisa makin simpa-
tik terhadapku sehingga waktu aku diam dalam keraguan.
 
"Nggak usah terlalu banyak mikir, La! Jalanin aja apa adanya."
"Tapi gua nggak rela, kalau loe jalan sama orang lain."
"Apa gua juga rela, kalau loe jalan sama Jenny."
Aku diam mencerna perkataannya. Dua hati telah bersatu, perasaan sudah
menyatu, selanjutnya.... hanya tinggal melangkah. Yang jelas saat itu
aku dan Lisa telah terlena dalam cumbu rayu yang panas. Suasana ru-
mahnya yang sepi membuat aku semakin gila. Tak peduli kalau saat itu
aku ada di ruang tamu, Lidahku menerobos masuk melewati sela-sela gigi
Lisa. Nafasnya yang harum memompa semangatku. Lidah kami saling
berkaitan dan saling menghisap. Tanganku tidak tinggal diam. Dengan
sekali sentak saja daster yang dikenakan Lisa langsung melorot ke
lantai meninggalkan tubuh Lisa yang putih dan mulus. Sambil terus
berciuman Jari-jariku menelusuri seluruh tubuh Lisa. Remasan jariku
yang menelusup di balik bra-nya membuat Lisa semakin mendesis. Pu-
tingnya ku pilin-pilin, sementara jariku yang lain menelusuri kehalu-
san kulit punggung lisa dan terus menelusup ke balik celana dalamnya
dan meremas-remas kekenyalan pantatnya. Lidahku mulai turun menjilati
lehernya yang jenjang. Kadang kuciumi tengkuknya. Pelan tapi pasti aku
mengerahkan semua kemampuanku untuk menaklukan Lisa.
Saat Bra-nya kulepas, terhamparlah dua buah gunung kembar yang tidak
terlalu besar di hadapanku. Kuselimuti putingnya dengan mulutku sambil
lidahku menekan nekan dengan kuat. Birahi Lisa yang kian memanas
mengakibatkan seluruh pakaianku terlepas. Kini kami berdua hanya
menyisakan celana dalam saja. Ternyata dalam hal ini Lisa lebih lihai
dari Jenny. Lisa pintar sekali memancing gairahku. Aktivitas jari-
jarinya yang lentik di seluruh tubuhku menjadikan kepala senjataku
tersembul dari celana dalamku. Cepat aku miringkan posisi senjataku
agar tidak menyembul keluar. Lalu aku rebahkan tubuh lisa di sofa.
Lidahku mulai menelusuri perutnya yang ramping. Kucium batang pahanya
yang mulus, dan jari-jariku menggosok pelan kemaluannya yang masih
diselimuti celana dalamnya yang tipis.
"La! achhhh........ enak La!" Erangan lisa semakin kuat terdengar.
Apalagi saat celana dalamnya terlepas dan lidahku dengan bebasnya
menjilati klitorisnya. Lidahku terus berputar mengitari klitorisnya.
Kuhisap pelan dan kuhisap kuat. Lisa semakin merintih tak karuan.
Apalagi saat lidahku hampir seluruhnya terbenam dalam lubang kema-
luannya yang telah basah.........
"Sudah, La... please masukkin."
"Ntar sayang."
Aku terus mencumbui Lisa, sampai akhirnya Lisa tak tahan dan bangkit
dari sofa. Kini gantian birahiku dipermainkan Lisa. Lidahnya yang
mungil dan hangat menjilati dadaku. Puting dadaku dihisapnya, kadang
digigitnya, sehingga birahiku makin tinggi. Aku yang terlentang di
sofa hanya memejamkan mata menikmati keindahan yang mengalir akibat
perlakuan Lisa. Saat celana dalamku ditariknya, Lisa agak terpekik
melihat senjataku yang sudah menegang kaku dengan keregangan maksimal.
Dengan rakus mulutnya yang mungil langsung menjelajahi senjataku,
kedua biji senjataku di kemotnya, dan air liurnya telah membasahi
seluruh senjataku. Aku tak kuat lagi menahan gairahku yang sudah
menyesakkan dada. Aku bangkit dan duduk di sofa. Lisa langsung saja
naik dan menduduki senjataku. Perlahan Lisa menurunkan pantatnya. Aku
merasakan kehangatan menyelimuti kepala senjataku. Pantat lisa terus
turun menekan senjataku, sampai seluruh senjataku lenyap ditelan
lubang kemaluannya. Nikmatnya sungguh luar biasa.
"Oh... La, en..nak, gua baru bener-bener ketemu yg gede begini."
 
Sementara aku sendiri merasakan senjataku bagai diurut-urut. Kupegang
Pinggul Lisa dan kutahan agar tidak bergerak. Aku ingin menikmati
sensasi dalam lubang kemaluannya. Buah dada Lisa yang pas di depan
mataku, kujilati dan kuhisap. Tak lama Lisa mulai menggerakkan ping-
gulnya ke atas ke bawah kadang berputar kekiri kekanan. Kami tenggelam
dalam lautan birahi yang tak bertepi. Sungguh Lisa bagaikan seekor
kuda liar. Tubuhnya yang ramping memudahkannya untuk melakukan berba-
gai macam gaya. Apa lagi pada posisi aku di atas dengan kedua kaki
Lisa berada di pundakku, senjataku sampai mentok ke dasar rahim Lisa.
Kedua mata Lisa sampai mendelik, dan yang paling nikmat adalah jepitan
kemaluan Lisa terasa sangat kuat dari kepala sampai pangkal senjataku.
Aku sudah tak kuat lagi menahan Kenikmatan yang akan memancar dari
senjataku. Untunglah Lisa pun sudah demikian. Lisa yang makin histeris
membantu pantatku bergerak maju mundur sehingga gerakanku semakin
cepat. Aku langsung membantu orgame Lisa agar lebih cepat, dengan
pilinan dikedua puting buah dadanya. Kedua pantatku yang dicengkram
Lisa membuatku tak bisa menghentikan gerakanku untuk menghambat ke-
luarnya sperma. Akhirnya... akupun tak tahan dan langsung menumpahkan
lahar panasku. Seluruh tubuhku bagai dialiri setrum saat sentakan-
sentakan halus berdenyut di senjataku, dan bersamaan dengan itu tubuh
Lisa mengejang kaku dan kedua giginya menggigit pundakku. Ternyata
Lisa pun orgame.
"La, baru kali ini gua ngerasain nikmat yang luar biasa."
"Gua juga, Lis!"
"Bohong! Memangnya punya Jenny gimana?"
aku melihat ada api cemburu dalam pertanyaannya, padahal aku jujur
memang baru kali ini orgasme dalam waktu yang benar-benar bersamaan.
Kucium keningnya pelan, kedua mata Lisa yang terpejam pun kukecup
perlahan.
"Gua sayang loe, Lis!"
Lisa semakin kuat memelukku sebagai balasan ucapan sayangku.
 
Ini pertama kalinya aku main dengan Lisa, di sofa lagi.
 
== Filmografi ==