Babad Arya Tabanan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Alittresna (bicara | kontrib)
Alittresna (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 109:
'''Memindahkan Kerajaan Dan Batur Kawitan Di Pucangan Ke Tabanan'''
 
Beliau menggantikan Ayahnya ( Sri Megada Nata ) menjadi Raja Tabanan, yang kemudian mendapat perintah Dalem agar memindahkan Purinya ( Kerajaannya ) di Pucangan ke daerah selatan, hal ini kemungkinan disebabkan secara geografis dan demografis sulit dicapai oleh Dalem dari Gegel dalam kegiatan inspeksi. Akhirnya Arya Ngurah Langwang mendapat pewisik, …dimana ada asap mengepul, agar disanalah membangun Puri. Setelah melakukan pengamatan dari Kebon Tingguh terlihat di daerah selatan asap mengepul keatas, kemudian beliau menuju ke tempat asap mengepul tersebut, ternyata keluar dari sebuah sumur yang terletak di dalam areal Pedukuhan yaiti Dukuh Sakti, yang sekarang lokasi sumur tersebut berada di dalam Pura Puser Tasik Tabanan. Kemudian disitulah beliau membangun Puri, setelah selesai dipindahlah '''Puri / Kerajaannya beserta Pura Batur Kawitan Betara Arya Kenceng''' ( lihat denah ). [[Berkas:Puri Agung Tabanan 1906.jpg|thumb|450px|Puri Agung Tabanan 1906]] Oleh karena asap terus mengepul dari sumur tersebut seperti tabunan, sehingga puri beliau diberi nama Puri Agung Tabunan, yang kemudian pengucapannya berubah menjadi [[Puri Agung Tabanan]], sedangkan kerajaannya disebut '''Puri Singasana''' dan beliau disebut '''Sang Nateng Singasana'''. Dari saat itulah beliau bergelar '''Sirarya Ngurah Tabanan''' atau juga '''Ida Betara Nangun Graha'''. Disebelah Timur Puri, dibangun pesanggrahan khusus untuk Dalem, apabila melakukan inspeksi ke Tabanan dan disebut Puri Dalem. Pada saat itu juga, Dalem memberikan seorang '''Bagawanta Brahmana Keniten''' dari Kamasan, yang kemudian ditempatkan di Pasekan ( Griya Pasekan sekarang ).
[[Berkas:DenahPuri Agung Tabanan 1900.jpg|thumb|450px|Denah Puri Agung Tabanan 1900]]
Pada waktu beliau pindah dari Pucangan ke Tabanan diiringi oleh saudara-saudaranya yaitu :
Baris 121:
disuruh pindah ke Desa Nambangan Badung, sebagai pendamping Ki Gusti Ketut Pucangan / Sirarya Notor Wandira yang telah menetap di Bandana ( Badung ).
Selanjutnya cucu dari Ki Gusti Samping Boni bernama Ki Gusti Putu Samping, besrta adik-adiknya yaitu : Kiayi Titih, Kiayi Ersani, Kiayi Nengah dan Kiayi Den Ayung mereka kembali ke Tabanan, karena tidak memproleh kedudukan di Badung, diperkirakan sebagai pengiring I Gusti Ayu Pemedetan ( putrid dari Sirarya Notor Wandira ).
 
Semenjak itu pula Arya Ngurah Langwang, saudara-saudaranya ( Ki Gusti Made Utara, Ki Gusti Nyoman Pascima dan Ki Gusti Wetaning Pangkung) dan seketurunannya berpura kawitan di '''Pura Batur''' di Puri Singasana Tabanan ( [[Puri Agung Tabanan]] )
Sedangkan bekas lahan Pura Batur di Buahan/Pucangan, diserahkan penggunaannya kepada putra upon-upon Ki Tegehan di Buahan.
 
Arya Ngurah Langwang berputra :
Baris 151 ⟶ 154:
* 13. Ni Gusti Luh Ketut
 
== V. '''Ki Gusti Wayahan Pamadekan / Kyai Wayahan Pamadekan / Sirarya Ngurah Tabanan IV, Raja V (?-1647)''' ==
Anglurah Tabanan dan adiknya Aglurah Made Pemadekan, diperintahkan oleh Dalem Sukasada menyerang Pulau Jawa. Dalam peperangan tentara Bali kalah, Anglurah Tabanan ditawan dan dijadikan menantu oleh Sultan Mataram, kemudian berputra Raden Tumenggung.
 
Baris 159 ⟶ 162:
* 4. Raden Tumenggung ( Putra yang lahir di Mataram )
 
== VI. '''Ki Gusti Made Pamadekan / Kyai Made Pamadekan / Sirarya Ngurah Tabanan V, Raja VI (1647-1650) ''' ==
Oleh kakaknya ( Ki Gusti Wayahan Pamedekan ) disuruh kembali ke Bali untuk menggantikannya sebagai raja. Anglurah Made Pamedekan lari dikejar tentara Jawa, bersembunyi disebuah gua, ada seekor burung titiran yang bersuara dapat menyelamatkannya, sehingga bisa selamat sampai kembali di Puri Singasana Tabanan. Sejak saat itu Beliu bersumpah dan juga agar keturunan beliau kelak tidak memelihara, membunuh '''burung titiran'''
 
Baris 167 ⟶ 170:
* 3. Ni Gusti Luh Tabanan
 
== VII. '''Sang Nateng Singasana, Raja VII (1650-?)''' ==
( Kembali naik tahta karena Ki Gusti Made Pamedekan wafat dan putra mahkota masih belum dewasa ).
 
Baris 193 ⟶ 196:
Dalam peperangan Ki Gusti Alit Dawuh dapat mengalahkan Ki Gusti Bola, dimana Ki Gusti Bola tewas ditombak dengan tombak pusaka yang bernama ''Ki Sandang Lawe''.
 
== XI. '''Ki Gusti Alit Dawuh / Sri Magada Sakti, Raja XI (1700)''' ==
Dinobatkan menjadi raja bergelar Sri Megada Sakti, dan negara makmur sejahtera.
Beliau juga memutuskan hubungan dengan Dalem, mengingat berkaitan dengan peristiwa Betara Nisweng Penida.
Baris 229 ⟶ 232:
* 10. Ki Gusti Den ( Bermukim di Banjar Ambengan )
 
== XIII. '''Ida Cokorda Sekar / Ki Gusti Ngurah Sekar, Raja XIII (1734)''' ==
Ki Gusti Ngurah Sekar menggantikan Cokorda Ngurah Tabanan sebagai Raja Tabanan bergelar Ida Cokorda Sekar.
 
Baris 246 ⟶ 249:
* 3. Ki Gusti Ketut Celuk
 
== XV. '''Ki Gusti Ngurah Made Rai / Cokorda Made Rai, Raja XV (?-1793)''' ==
berputra :
* 1. Ki Gusti Ngurah Agung Gede (Seda sebelum Mabiseka Ratu)
Baris 261 ⟶ 264:
Putra dari Ki Gusti Ngurah Made Rai. Dalam pemerintahannya yang didampingi oleh Kiyayi Beng selalu memendam iri hati dan kekwatiran akan kebesaran dan pengaruh Cokorda Rai Penebel beserta putranya Ki Gusti Ngurah Ubung di Penebel, akhirnya Kiyayi Buruan Menyerang Cokorda Rai di Penebel, akan tetapi Kiyayi Buruan dan Kiyayi Beng beserta laskarnya dikalahkan oleh laskar Penebel. Kiyayi Buruan dan Kiyayi Beng bertahan diistananya di Tabanan, akhirnya pasukan Penebel dibawah pimpinan Ki Gusti Ngurah Ubung menyerang Tabanan dan Kiyayi Buruan dan Kiyayi Beng terbunuh beserta seluruh keluarganya. Sedangkan Kiyayi Beng mempunyai istri yang sedang mengandung dan kebetulan berada dirumah orang tuanya di desa Suda akhirnya melahirkan anak laki-laki yang bernama I Gusti Wayahan Beng yang selanjutnya menurunkan Jero Beng, Jero Beng Kawan dan Jero Putu di Tabanan.
 
== XVII. ''' Ki Gusti Ngurah Rai/ Cokorda Rai Penebel, Raja XVII (1793-1820)''' ==
Berputera '''Ki Gusti Ngurah Ubung'''.
 
== XVIII. '''Ki Gusti Ngurah Ubung, Raja XVIII (1820)''' ==
Beliau adalah putra Ki Gusti Ngurah Rai / Cokorda Penebel.
Ki Gusti Ngurah Ubung sebagai raja Singasana berkedudukan di Puri Agung Tabanan, setelah kalah dalam pertempuran di pesiatan ( Pesiapan ) dengan laskar Ki Gusti Ngurah Agung ( putra Ki Gusti Ngurah Nyoman Panji ), kemudian Ki Gusti Ngurah Ubung lari dan bertahan di Puri Penebel dan akhirnya Ki Gusti Ngurah Agung Masuk ke Puri Agung Tabanan sebagai Raja Tabanan. Setelah beberapa tahun berperang, akhirnya raja Ki Gusti Ngurah Agung dibantu oleh raja Mengwi menyerang Ki Gusti Ngurah Ubung di Penebel dan Ki Gusti Ngurah Ubung tewas dalam peperangan di Desa Sesandan.
 
== XIX. '''Ki Gusti Ngurah Agung / Cokorda Tabanan, Raja XIX (1820-1844)''' ==
Beliau adalah putra Ki Gusti Ngurah Panji.
Berputra :
Baris 278 ⟶ 281:
* 6. Ki Gusti Ngurah Made Penarukan ( Membangun Puri Anyar Tabanan )
 
== XX. '''Sirarya Ngurah Agung Tabanan / Sirarya Ngurah Tabanan ( Betara Cokorda / Betara Ngaluhur ), Raja XX, Tahun 1868 s/d (1844-1903)''' ==
Berputra :
* 1. Sirarya Ngurah Gede Marga, lahir dari permaisuri dari Marga, bertempat tinggal di Puri Denpasar (sebelah utara Jero Beng).
Baris 345 ⟶ 348:
Mereka ber tinggal di Puri Dangin Tabanan , yang dibangun lagi, setelah datang dari Lombok, yang mana lokasi purinya tidak dibekas area Puri Dangin Tabanan dulu yang telah dihancurkan Belanda. Yang kemudian selanjutnya menurunkan keluarga-keluarga di '''Puri Dangin Tabanan''' dan '''Puri Dangin Tabanan di Jegu''' sekarang.
 
== XXII. '''Cokorda Ngurah Ketut, Raja Tabanan ke XXII''' (291929-1939)<ref>List Juliof 1938monarchs s/dof Bali (http://en.wikipedia..org/wiki/List_of_monarchs_of_Bali)</ref>''' ==
Pada jaman penjajahan Belanda, Belanda kemudian membentuk suatu daerah otonomi yang dipimpin oleh seorang self bestur, daerah otonomi ini disesuaikan dengan pembagian kerajaan-kerajaan sebelumnya. Untuk Tabanan dan Badung self bestur diberi gelar Ida Cokorda, Gianyar Ida Anak Agung dan sebagainya. Dalam rangka memilih Kepala Pemerintahaan di Tabanan, Belanda juga mencari dan menerima saran-saran dari beberapa Puri / Jero yang sebelumnya ada dalam struktur kerajaan, tentang bagaimana tatacara memilih seorang raja di Tabanan sebelumnya. Setelah mempertimbangkannya, Pada tanggal 8 Juli 1929, diputuskan oleh pemerintah Belanda, sebagai Kepala / Bestuurder Pemerintahan Tabanan dipilih '''I Gusti Ngurah Ketut''', putra I Gusti Ngurah Putu ( putra Sirarya Ngurah Agung Tabanan, Raja Tabanan ke XX ) dari Puri Mecutan, dengan gelar Cokorda. [[Berkas:Foto041.jpg|thumb|250px|Pura Batur Kawitan Ida Betara Arya Kenceng di Puri Agung Tabanan]] '''Selanjutnya Beliau membangun kembali Puri beserta Pura Batur Kawitan Betara Arya Kenceng ( Piodalan pada hari Wrespati/Kamis Umanis Dungulan )''' di area bekas letak Puri Agung Tabanan yang telah dihancurkan Belanda. Karena adanya keterbatasan saat itu, luas area yang digunakan dan jumlah bangunan adat yang didirikan tidak seperti yang semula.
 
Pada tanggal 1 Juli 1938 Tabanan menjadi Daerah Swapraja, Kepala Daerah Swapraja tetap dijabat oleh I Gusti Ngurah Ketut ( dari Puri Mecutan Tabanan ), kemudian Beliau dilantik / disumpah di Pura Besakih pada Hari Raya Galungan tanggal 29 Juli 1938 dan '''Mabiseka Ratu bergelar Cokorda Ngurah Ketut''', dilihat dari urutan Raja Tabanan, beliau adalah Raja Tabanan ke XXII 1938 s/d 19471944.
 
Berputra :
Baris 358 ⟶ 361:
selanjutnya digantikan oleh putra sulungnya bernama ''' I Gusti Ngurah Gede ''', bergelar ''' Cokorda Ngurah Gede '''.
 
== XXIII. '''Cokorda Ngurah Gede, Raja Tabanan ke XXIII (Maret 1947 s/d 1986)''' ==
Berputra :
(Maret 1947 s/d 1986), berputra :
** 1. Sagung Putri Sartika
** 2. I Gusti Ngurah Bagus Hartawan
Baris 384 ⟶ 387:
Selanjutnya digantikan oleh ''' I Gusti Ngurah Rupawan ''', Mabiseka Ratu 21 Maret 2008 bergelar ''' Cokorda Anglurah Tabanan '''.
 
== XXIV. ''' Cokorda Anglurah Tabanan Raja Tabanan ke XXIV (2008-....)''' ==
Dari tanggal 21 Maret 2008