Ibrahim Tunggul Wulung: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
PT67Tunggul (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
PT67Tunggul (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 14:
[[Berkas:Ansicht Japare Java.jpg|kiri|thumb|Lukisan ''City of Jepare'' (sekarang: Jepara) pada 1650 dengan latar Gunung Muria]]
 
Menurut tradisi lisan yang beredar di sekitar Muria, Kiai Tunggul Wulung adalah anak seorang selir Raden Ngabehi Atmasudirdja (Bupati Pulisi [[Pura Mangkunegaran]]) yang dilahirkan kira-kira pada tahun 1800 dengan nama asli Raden Tandakusuma.<ref name="Soekotjo"/> Ia kemudian menjadi seorang ''demang'' di kawasan Kediri dengan nama Raden Demang Padmadirdja tetapi karena keterlibatannya dengan [[Perang Diponegoro]] 1825-1830, maka ia menyembunyikan diri dan berbaur bersama rakyat jelata di kawasan Juwono, Kediri.<ref name="Soekotjo"/> Semua gambaran mengenai ciri fisik Kiai Tunggul Wulung sama sekali tidak mengarah pada kesimpulan bahwa ia hanyalah seorang petani biasa dengan tubuh tinggi dan ramping, wajah tampan, mata yang tajam, dsb. Mengenai hal tersebut A.G. Hoekema menyatakan bahwa sikap Kiai Ibrahim Tunggul Wulung yang sering membangkang terhadap orang [[Belanda]] menunjukkan bahwa kemungkinan ia berasal dari golongan bangsawan atau [[priyayi]].<ref name="Hoekema"> A.G. Hoekema. 1980. Kiai Ibrahim Tunggul Wulung (1800-1885): Apollos Jawa; dalam Peninjau Tahun VII Nomor 1. hlm. 5.</ref> Oleh sebab itu, pernyataan Kiai Ngabdullah mengenai pekerjaannya sebagai petani, seperti yang tercatat di dalam laporan-laporan Residen Jepara, mungkin saja sengaja dibuat dengan maksud untuk menyembunyikan identitasnyaidentitas aslinya sebagai pengikut Diponegoro.<ref name="Soekotjo"/>
 
 
==Kondisi Masyarakat Jawa pada Awal Abad XIX==