Muhammad Saleh Werdisastro: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Andri.h (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-merubah +mengubah)
Baris 30:
Ada kisah yang patut diketahui dalam perundingan ini, yang cukup alot dan berlarut-larut. Rakyat merasa tidak sabar menunggu. Mereka berbondong-bondong mendatangi Gedung Negara dengan semangat perjuangan sambil berteriak ''”Pak Saleh keluar!”''. Tanpa gentar sedikitpun karena dirinya merasa benar dan merasa berpihak kepada rakyat, dengan sikap kesatria beliau memilih keluar menghadapi rakyat yang sedang emosi seraya berkata ''”Ketahuilah Saudara-saudara, saya sedang berunding dengan Jepang, percayalah kalian kepada saya”''. Kemudian menghunus keris miliknya dengan suara lantang berteriak di depan massa ''”Jika saya mengkhianati saudara-saudara, bunuh saya dengan keris ini”''. Rakyat mulai tenang dan membubarkan diri.
 
Sebagai seorang muslim yang taat, Muh. Saleh selalu menjauhi syirik. Ia tetap menganggap kerisnya sebagai senjata dan benda biasa yang tidak mungkin dapat merubahmengubah nasib seseorang. Segala apa yang terjadi adalah kehendak Allah semata. Namun di sisi lain, banyak orang Yogyakarta menganggap keris Pak Saleh tersebut sangat bertuah dan keramat, sehingga beberapa hari kemudian keris yang ditaruh dalam tas kantornya hilang dicuri orang.
 
Jepang ternyata ngotot tidak mau menyerahkan senjatanya. Dengan semangat patriotisme, rakyat Yogyakarta dipimpin antara lain oleh Muh. Saleh, menyerbu markas Jepang di Kota Baru, yang tercatat dalam sejarah sebagai [[Pertempuran Kota Baru]]. Akhirnya Jepang menyerah.