Fuad Bawazier: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k +gbr
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 10:
[[Kategori:Politikus Indonesia|Bawazier, Fuad]]
[[Kategori:Arab-Indonesia|Bawazier, Fuad]]
 
 
 
Fuad Bawazier
Berkiprah dalam Barisan Reformis
 
 
Mantan Menteri Keuangan Orde Baru ini akhirnya secara resmi mengundurkan diri dari Partai Amanat Nasional, 9 Agustus 2005. Tampaknya dia sangat kecewa atas kiprah partai itu dalam menyikapi berbagai hal yang berkembang dalam tahun-tahun terakhir ini. Apalagi pada Kongres PAN 7-10 April 2005, dia yang sempat diunggulkan menjadi Ketua Umum PAN, ternyata kalah oleh Soetrisno Bachir atas dukungan Amien Rais.
 
 
Dukungan berpihak (restu) dari Amien Rais itu pula, salah satu penyebab kekecewaannya. Dia kecewa karena pada era reformasi ini, masih kental restu-restuan di partai. Dia yakin jika pemilihan ketua umum dilakukan secara fair dan demokratis, dia akan memenangkan pemilihan itu.
 
 
Dia salah seorang kandidat yang tergolong gencar menggalang dukungan dengan mengunjungi pengurus-pengurus wilayah dan daerah. Pengalamannya di birokrasi semasa Orde Baru menjadi kekuatan tersendiri baginya.
 
 
Bagi sebagian orang, sebutan orang orde baru mungkin dianggap sebuah momok yang merugikan bahkan menakutkan. Namun, selama lebih lima tahun reformasi bergulir, mantan pejabat orde baru yang satu ini, selalu tampil percaya diri berkiprah dalam barisan orang-orang yang menyebut diri tokoh reformis sejati.
 
 
Kiprahnya di Partai Amanat Nasional justru sangat diperhitungkan, apalagi dengan pengalaman dan kekayaannya sebagai pejabat pada masa orde baru. Pria kelahiran Tegal, Jawa Tengah, 22 Agustus 1949, yang mengawali karir sebagai asisten dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, ini menjabat Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan sebelum mencapai puncak karir sebagai Menteri Keuangan terakhir rezim orde baru (1998).
 
 
Setelah bergulirnya reformasi, doktor ekonomi lulusan University of Maryland, Amerika Serikat, ini bergabung dengan tokoh reformasi Amien Rais di Partai Amanat Nasional. Ketika itu, banyak orang menduga, Fuad memang sengaja masuk dalam kubu Amien Rais yang kala itu sangat keras menghujat Pak Harto dan rezim orde baru.
 
 
Fuad dengan sangat brilian mampu berperan sedemikian baik di PAN. Pengalaman di birokrasi dan pengalaman berorganisasi yang dimiliki didayagunakannya dengan sangat intensif. Sejak sekolah, memang dia sudah gemar aktif di organisasi. Mulai dari Pelajar Islam Indonesia (PII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sampai menjadi ketua Korps Alumni HMI (KAHMI) dan organisasi profesi Ikatan Akuntan Indonesian (IAI) dan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI).
 
 
Bahkan di bidang organisasi sosial dan pendidikan, juga dia berkiprah dengan serius, seperti di YPI Al-Azhar Jakarta dan Pengurus Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya, di sini dia menjadi ketua periode 2002-2007. Juga dalam organisasi pergaulan antatbangsa dia berkiprah sebagai Ketua Persahabatan Indonesia-Malaysia (Prima).
 
 
Maka, dengan mengandalkan pengalaman di berbagai bidang itu pantas dia mengejar jabatn Ketua Umum PAN. "Saya pikir, dengan semua pengalaman organisasi dan birokrasi yang saya alami, wajar jika saya sekarang mengincar posisi Ketua Umum PAN," kata Fuad kepada para wartawan.
 
 
Fuad tampak percaya diri dalam pencalonannya kendati dia menghadapi negative campaign dengan tudingan sebagai orang orde baru. Dia tidak terlalu merisaukan sebutan orang orde baru itu. Dia terus maju menggalang dukungan ke beberapa wilayah (Dewan Pengurus Wilayah) dan daerah (Dewan Pengurus Daerah), dengan menyampaikan visi-misinya jika terpilih menjadi ketua umum PAN.
 
 
Dalam beberapa kesempatan dia melontarkan otokritik pada PAN. Pada Pemilu 1999, delapan bulan setelah berdirinya, PAN mampu meraih 7,4 juta suara. Namun, pada 2004, setelah lima tahun bekerja keras, suara PAN malah turun. Menurut Fuad, Ini pasti ada yang tak beres. Dia melihat, walau bukan persoalan besar, masalah-masalah kecil yang menumpuk telah menjadikan PAN seperti orang sakit kronis.
 
Menurutnya, selama lima tahun terakhir, PAN hanya memeras habis Amien. Sehingga Jelas tidak akan kuat. Sebab, ketokohan tidak akan mampu menopang organisasi yang demikian besar. Ketokohan, ada batas usia dan kemampuan. Makanya, dia menawarkan, harus membangun sistem yang kuat. Sebab, sstem akan jauh lebih kokoh dan langgeng dibandingkan dengan ketokohan. Kalau tokoh, 5-10 tahun pasti tumbang.
 
Maka dia pun sangat mengapresiasi inisiatif Amien Rais yang menyatakan tidak bersedia lagi dicalonkan. Menurutnya, rupanya Pak Amien sadar betul, kalau satu periode lagi memimpin, pasti akan mendorong lahirnya feodalisme dan kultus individu.