Gunung Bawakaraeng: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Mustamarif (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Mustamarif (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 4:
 
Eks wilayah longsor tersebut mengakibatkan daerah aliran sungai (DAS) menjadi labil. Setiap musim hujan, lumpur di kaki Gunung Bawakaraeng mengalir masuk ke [[Bendungan Bilibili]], bedungan terbesar di Sulawesi Selatan yang ada di Kabupaten Gowa, yang menjadi sumber air baku di Gowa dan Makassar. Lumpur juga mengalir masuk ke [[Sungai Jeneberang]], sungai terbesar di Gowa yang ''membelah'' [[Sungguminasa]] ibukota Kabupaten Gowa serta membendung Kota Makassar di wilayah selatan.
 
Gunung yang tingginya sekitar 5.000 meter dari permukaan laut ini juga menjadi arena pendakian. Namun, sudah banyak menelan korban akibat mati kedinginan bila mendaki pada musim hujan.
 
Penganut [[singkritisme]] di wilayah sekitar gunung ini meyakini Gunung Bawakaraeng sebagai tempat pertemuan para [[wali]]. Para penganut keyakinan ini juga menjalankan ibadah haji di puncak Gunung Bawakaraeng setiap musim haji atau bulan [[Zulhijjah]], bersamaan dengan pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci. Tepat tanggal 10 Zulhijjah, mereka melakukan salat [[Idul Adha]] di puncak Gunung Bawakaraeng atau di puncak Gunung [[Lompobattang]].