Filsafat ketuhanan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
PT14danang (bicara | kontrib)
Baris 44:
Filsafat Ketuhanan dalam pandangan [[Sigmund Freud]] dengan terori Psikoanalisnya dimulai denan pertanyaan, "Apakah kepercayaan akan Allah dapat dipertanggungjawabkan?"<ref name="Huijbers"/> Hal ini berawal dari analisanya tentang perkembangan manusia yang mempercayai agama yang terkadang tidak mencari kebenaran-kebenaran di dalamnya.<ref name="Huijbers"/> Manusia yang hanya menerima begitu saja agama-agama yang diajarkan kepadanya.<ref name="Huijbers"/> Ide Allah hanyalah ilusi, namun begitu dibutuhkan manusia seperti seorang manusia yang membutuhkan seorang bapak yang melindunginya.<ref name="Huijbers"/> Namun Freud mengajukan pertanyaan selanjutnya, "Apakah agama benar-benar baik bagi manusia?"<ref name="Huijbers"/> Jawabannya adalah ambigu.<ref name="Huijbers"/> Yang ditekankan olehnya adalah seharusnya manusia bertanya akan imannya sehingga dia tidak terjebak dalam bentuk-bentuk infantil dan neurotis.<ref name="Huijbers"/> Pendk kata, Freud tidak memperdebatkan realitas Allah, namun lebih mengupas ilusi palsu kesadaran manusia.<ref name="Huijbers"/> Karena bertanya, maka sesungguhnya penjelasan yang dikemukakan agama tidaklah memadai, Allah tidak bisa dijelaskan dalam intelektual, sehingga perlu ditolak juga.<ref name="Huijbers"/> Terlebih lagi jika dicari manfaatnya, agama hanya sebagai penghambat perkembangan pribadi, maka harus pula ditolak.<ref name="Huijbers"/>
 
===Friedrich Nietzsche (1844-1899)===
[[Friedrich Nietzsche]] sangat terkenal dengan ''Sabda Zarathustra'' (1883) bahwa "Tuhan telah mati".<ref name="engel">{{en}}Moris Engel and Engelica Soldan., ''The Study of Philosophy'', USA: Rowman & Litlefield Publisher, Inc, 2008</ref> Inilah awal mula penolakannya terhadap Tuhan.<ref name="engel"/> Penolakannya terhadap Tuhan sebenarnya berasal dari kebenciannya melihat orang Kristen yang tidak menunjukkan kekristenan yang seharusnya menampilkan [[kasih]].<ref name="engel"/> Kebenaran bagi dia sangat subyektif, dipikirkan manusia yang sangat super ke[[kuasa]]annya terhadap dirinya sendiri.<ref name="engel"/> [[Subyektivitas]] itu juga dalam hal kebenaran agama, apa yang disebut baik bisa saja sebenarnya sangat buruk, apa yang disebut buruk bisa saja sebenarnya sangat baik.<ref name="engel"/> Hal ini ditujukan kepada agama [Kristen]] yang memiliki label baik, sebenarnya sangatlah buruk, yaitu dengan ajaran-ajarannya yang sebenarnya membelenggu manusia untuk berkembang.<ref name="engel"/> Bagi dia, manusia adalah ukuran segala sesuatu, bukan Tuhan yang disebut agama Kristen.<ref name="engel"/> Manusialah tuhan atas ciptaan ini dan yang mampu mengerjakan apa yang diinginkannya.<ref name="engel"/> Maka penolakan akan Tuhan adalah hal yang paling baik, sebab manusia menjadi tidak bergantung pada Allah (Kristen) yang hanya membelenggu manusia itu, katanya.<ref name="engel"/>
 
===J. Paul Sartre (1905-1980)===