August Theis: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wsaragih (bicara | kontrib)
Stephensuleeman (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
'''August Theis''' (lahir [[16 Februari]] [[1874]] di [[Haiger]], kira-kira 120 km dari [[Barmen]], [[Jerman]], meninggal dunia [[1968]]) adalah anak sulung dari tiga bersaudara, dari sebuah keluarga yang berpenghasilan yang pas-pasan.
{{rapikan}}
'''August Theis''' (lahir [[16 Februari]] [[1874]] di [[Haiger]], kira-kira 120 km dari [[Barmen]], [[Jerman]]) adalah anak sulung dari tiga bersaudara, dari sebuah keluarga yang berpenghasilan yang pas-pasan.
 
Setamatnya dari [[Sekolah Dasar]], ia melanjutkan pendidikan ke sekolah kejuruan yang memungkinkannya bekerja untuk membiayai sekolahnya sendiri. Sejak kecil August Theis sudah rajin ke [[sekolah minggu]] dan beribadah di Gereja.
 
Setelah lulus dari sekolah, Theis bekerja sebagai buruh pengangkat pasir di sebuah pabrik.
Baris 9 ⟶ 8:
Sejak kecil Theis berminat akan pekerjaan pemberitaan [[Injil]]. Karena itu ia mendaftarkan diri untuk mengikuti pendidikan di Seminari Zending di [[Barmen]]. Pada usia 21 tahun ia dipanggil oleh direktur [[Rheinische Missionsgesselschaft]] (RMG), dan setelah belajar selama tujuh tahun, ia [[penahbisan|ditahbiskan]] menjadi seorang [[pendeta]] pada tanggal [[6 Agustus]] [[1902]].
 
Pada tanggal [[23 Oktober]] [[1902]] di usia 28 tahun, Theis diutus oleh RMG dari [[Belanda]] ke Indonesia dengan menumpang kapal laut yang memakan waktu berbulan-bulan. Ia tiba pertama kali di kota [[Padang]] (kini ibukota provinsi [[Sumatera Barat]]). Dari sana ia menggunakan transportasi darat ke [[Sigumpar]] untuk kemudian menunggu surat pengutusan dari atasannya, Pdt. [[I.L. Nommensen|Nommensen]].
 
== Masyarakat Simalungun 1903 ==
SimalungunSeperti saatbanyak ituwilayah sepertilainnya daerahdi pelosokIndonesia, laindaerah di IndonesiaSimalungun masih beradabanyak dalamditutupi masahutan-hutan kegelapanlebat. Karena itu Pdt. August Theis pun harus membelah hutan dalam perjalanannya dari daerah Toba menuju ke Pematang Raya. Menurut wawancara beliau dengan A. Munthe seperti dituliskan dalam buku '''Pandita August Theis, Missionar Voller Hoffnung''' (oleh A. Munthe, Kolportase GKPS, 1987) Hutanhutan tersebut masih dipenuhi oleh hewan-hewan buas seperti Harimau[[harimau]] dan sejenisnya sehingga beliau harus mempertaruhkan nyawanya untuk memenuhi misinya ke Pematang Raya.<ref>[A. Munthe, ''Pandita August Theis, Missionar Voller Hoffnung'', Kolportase GKPS, [[1987]]].</ref>
''Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai'' (Yohanes 4:35), dalam [[bahasa Simalungun]] yaitu: ''Mangkawah ma hanima, tonggor hanima ma juma in, domma gorsing, boi ma sabion.'' Ayat inilah yang diucapkan oleh Pendeta August Theis saat beliau tiba di [[Simalungun]].
 
Masyarakat Simalungun masih bercocok tanam menggunakan ladang kering, yang memaksa mereka untuk melakukan ladang berpindah-pindah. diSetelah manapanen, mereka harus mencari lahan lain sampaidan baru 4empat tahun sebelumkemudian mereka dapat kembali menggunakan ladang yang sama secara optimal.
Simalungun saat itu seperti daerah pelosok lain di Indonesia masih berada dalam masa kegelapan. Pdt. August Theis pun harus membelah hutan dalam perjalanannya dari daerah Toba menuju ke Pematang Raya. Menurut wawancara beliau dengan A. Munthe seperti dituliskan dalam buku '''Pandita August Theis, Missionar Voller Hoffnung''' (oleh A. Munthe, Kolportase GKPS, 1987) Hutan tersebut masih dipenuhi oleh hewan-hewan buas seperti Harimau sehingga beliau harus mempertaruhkan nyawanya untuk memenuhi misinya ke Pematang Raya.
 
Dalam kesusahan tersebut sebagian besar masyarakat Simalungun berjudi untuk mencari penghiburan, mereka menjual segala harta miliknya bahkan diri sendiri (sebagai budak) demi memenuhi nafsu mereka untuk berjudi.
Masyarakat Simalungun masih bercocok tanam menggunakan ladang kering, yang memaksa mereka untuk melakukan ladang berpindah di mana mereka harus mencari lahan lain sampai 4 tahun sebelum mereka dapat kembali menggunakan ladang yang sama secara optimal.
 
Dalam kesusahan tersebut sebagian besar masyarakat Simalungun berjudi untuk mencari penghiburan, mereka menjual segala harta miliknya bahkan diri sendiri (sebagai budak) demi memenuhi nafsu mereka untuk berjudi.
 
==Penyebaran Injil August Theis==
===Pengiriman August Theis===
Pada tanggal [[3 Februari]]-[[8 Februari]] [[1903]] diadakan sebuah pertemuan di [[Laguboti]] yang diikuti oleh para pendeta RMG yang memutuskan agar diadakan misi zending ke Simalungun. Nommensen yang saat itu menjabat sebagai [[Ephorus]] dan berkantor di Sigumpar, Tapanuli Utara, mengirimkan surat ke direktur RMG di Barmen, Jerman mengenai rekomendasikeputusan ini dan merekomendasikan pengabaran injil ke 3ketiga daerah yaitu: [[Samosir]], [[Simalungun]] dan [[Dairi]].
 
Pada tanggal [[3 Maret]] [[1903]], diutuslah rombongan pertama RMG ke tanah Simalungun yang beranggotakan Pdt. Guillaume, Pdt. Simon dan Pdt. Meisel dengan tujuan utama untuk menemui raja-raja Simalungun. Rombongan kedua yang diberangkatkan RMG ke Simalungun terdiri dari Pendeta August Theis, Guru Ambrocius dan Theopilus Pasaribu. Kedua rombongan tersebut bertemu di [[Haranggaol]] dimanadan di sana Nommensen berkesempatan untuk berkhotbah.
 
Dari Haranggaol, rombongan Pendeta August Theis menuju ke Pematang Purba dan kemudian tiba di Pamatang Raya pada hari Rabu, [[2 September]] [[1903,]]. tanggalTanggal yangini sampai saat ini terus diperingati oleh GKPS ([[Gereja Kristen Protestan Simalungun]]) sebagai hari ''olob-olob'' (=sukacita dalam bahasa [[Simalungun]]) sebagai tanda syukur atas masuknya [[Alkitab]] ke Simalungun.
 
Saat tiba itulah Pendeta August Theis langsung membacakan ayat kutipan dari Yohanes 4:35, di"Lihatlah atassekelilingmu dengandan keyakinanpandanglah bahwaladang-ladang orangyang sudah menguning dan matang untuk dituai." Dalam [[bahasa Simalungun]] harusayat mendapatini Terangberbunyi: dan''Mangkawah ma hanima, tonggor hanima ma juma in, masukdomma kegorsing, dalamboi Kerajaanma Allahsabion.''
 
=== Pelayanan August Theis ===
Satu tahun setelah tiba di Pematang Raya, ia mendirikan sekolah walaupun belum jelas siapa yang akan dididik saat itu. Setelah Pematang Raya, ia mendirikan sekolah di Raya Usang, Buluraya, Sipoldas dan juga Raya Tongah.
 
Walaupun pendidikan ini akhirnya diterima oleh masyarakat Simalungun, tapimasyarakat merekapada umumnya masih tetapmemeluk menyembahagama berhalatradisional. Setelah 4empat tahun, sudah berdiri 7 sekolah yang menampung 183 murid, namun hanya 19 orang saja yang memeluk agama Kristen, karena memang tidak ada paksaan bagi murid untuk memeluk agama Kristen. Kebaktian mingguMinggu yang diadakan pun hanya diikuti oleh anggota keluarga Guru Ambrosius dan 19 murid itu saja.
 
Pada [[26 Desember]] [[1909]] dilakukan baptisan pertama oleh Pdt. Theis atas sejumlah orang Simalungun. Mereka yang dibaptiskan itu adalah Musa Damanik bersama istrinya Marianna Saragih, Sanna Damanik, Marinus Damanik, Hulda Damanik, Nonna Damanik, Petrus Damanik, Salomo Sinaga, Abina Saragih, Hormainim Sinaga, Marthe Sinaga, Lamina Sinaga, Andreas Sinaga, dll.
 
===Simalungun 1920-an===
Pada tahun 1920-an krisis ekonomi melanda dunia hingga Simalungun, namun dibanding keadaan tahun 1903, telah ada beberapa perkembangan yaitu peningkatan kualitas jalan Pematang Siantar-Pematang Raya dan peningkatan sarana ibadah dengan dukungan RMG.
 
==August Theis keluar dariMeninggalkan Simalungun==
Pada tahun [[1919]], mertua dari August Theis meninggal dunia. Pada saat itu sudah banyak orang Simalungun yang dapat membantu August Theis dalam pelayanannya seperti [[J. Wismar Saragih]] yang melayani di [[Raya Usang]] dan Tuan Anggi (saudara dari raja Raya). Pada tahun ini juga August Theis mengirimkan 2 puterinya kembali ke [[Belanda]] untuk bersekolah.
 
Pada tahun [[1921]], permohonan cutinya untuk kembali ke Belanda dikabulkan dan diadakanlah perpisahan di Pematang Raya pada [[4 April]] [[1921]] yang acaranya dipimpin oleh salah seorang murid August Theis, yaitu J. Wismar Saragih.
 
Sekembalinya August Theis dari Belanda, ia ditempatkan di [[Dolok Sanggul]], dan posisinya di Pematang Raya dilanjutkan oleh Pendeta Guillaume (sebelumnya di Saribudolok). Setelah melayani di Dolok Sanggul, ia berkedudukan di Medan sampai habis masa pelayanannya dan kembali ke Eropa dan meninggal dunia pada [[1968]].
 
== Keluarga ==
Pada tahun [[1921]], permohonan cutinya untuk kembali ke Belanda dikabulkan dan diadakanlah perpisahan di Pematang Raya pada 4 April 1921 yang acaranya dipimpin oleh salah seorang murid August Theis, yaitu J. Wismar Saragih.
August Theis menikah dengan Henriette Bannier, yang meninggal dunia pada [[12 Juni]] [[1909]], sembilan hari setelah melahirkan anaknya yang keempat. Ia dimakamkan di [[Pematang Siantar]]. Empat orang anaknya adalah Ernst, Paul, Johanna, dan Maria.
 
Sekembalinya August Theis dari Belanda, ia ditempatkan di Dolok Sanggul, dan posisinya di Pematang Raya dilanjutkan oleh Pendeta Guillaume (sebelumnya di Saribudolok). Setelah melayani di Dolok Sanggul, ia berkedudukan di Medan sampai habis masa pelayanannya dan kembali ke Eropa.
 
[[Kategori:Kelahiran 1874|Theis, August]]
[[Kategori:Kematian 1968|Theis, August]]
[[Kategori:Kristen|Theis, August]]
[[Kategori:Tokoh Sumatera Utara|Theis, August]]
[[Kategori:Sejarah Gereja Indonesia|Theis, August]]