Dalihan Na Tolu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
PT06Yanti (bicara | kontrib)
PT06Yanti (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 8:
* Ketiga, Manat Mardongan Tubu (bersikap hati-hati kepada teman semarga)<ref name="Sitanggang"/>
 
== Latar Belakang Pemakaian Istilah “Dalihan Natolu”Na Tolu” ==
 
'''Dalihan Natolu''' artinya tungku yang berkaki tiga, bukan berkaki empat atau lima.<ref name="Sitanggang"/> Tungku yang berkaki tiga sangat membutuhkan keseimbangan yang mutlak.{{fact}} Jika satu dari ketiga kaki tersebut rusak, maka tungku tidak dapat digunakan.{{fact}} Kalau kaki lima, jika satu kaki rusak masih dapat digunakan dengan sedikit penyesuaian meletakkan beban, begitu juga dengan tungku berkaki empat.<ref name="Sitanggang"/> Tetapi untuk tungku berkaki tiga, itu tidak mungkin terjadi.{{fact}} Inilah yang dipilih [[leluhur]] [[suku batak]] sebagai [[falsafah]] hidup dalam tatanan kekerabatan antara sesama yang bersaudara, dengan hula-hula dan boru.{{fact}} Perlu keseimbangan yang absolut dalam tatanan hidup antara tiga unsur.{{fact}} Untuk menjaga keseimbangan tersebut kita harus menyadari bahwa semua orang akan pernah menjadi hula-hula, pernah menjadi boru, dan pernah menjadi dongan tubu.<ref name="Sitanggang"/>
 
== Dalihan NatoluNa Tolu ==
 
Dalihan Natolu menjadi kerangka yang meliputi hubungan-hubungan kerabat [[darah]] dan hubungan [[perkawinan]] yang mempertalikan satu kelompok.
<ref name="Vergouwen">.J.C Vergouwen,''Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba'',(Yogyakarta: Lkis, 2004).</ref> Dalam adat batak, Dalihan Natolu ditentukan dengan adanya tiga kedudukan fungsional sebagai suatu konstruksi [[sosial]] yang terdiri dari tiga hal yang menjadi dasar bersama, ketiga hal tersebut{{fact}}:
 
1. Somba Marhula-hula:ada yang menafsirkan pemahaman ini menjadi “menyembah hula-hula, namun ini tidak tepat. Memang benar kata Somba, yang tekananya pada ''som'' berarti menyembah, akan tetapi kata Somba di sini tekananya ''ba'' yang adalah kata sifat dan berarti hormat. Sehingga Somba marhula-hula berarti hormat kepada Hula-hula.<ref name="Aritonang"/> Hula-hula adalah kelompok [[marga]] [[istri]], mulai dari istri kita, kelompok marga ibu(istri bapak), kelompok marga istri opung, dan beberapa [[generasi]]; kelompok marga istri anak, kelompok marga istri [[cucu]], kelompok marga istri saudara dan seterusnya dari kelompok dongan tubu.<ref name="Sitanggang"/> Hula-hula ditengarai sebagai sumber berkat. Hula-hula sebagai sumber hagabeon/keturunan. Keturunan diperoleh dari seorang istri yang berasal dari hula-hula. Tanpa hula-hula tidak ada istri, tanpa istri tidak ada keturunan.<ref name="Sitanggang"/>
Baris 22:
<ref name="Batara Sangti">.Batara Sangti,''Sejarah Batak'',(Balige: Karl Sianipar Company, 1977).</ref>
 
Boru adalah anak perempuan kita, atau kelompok [[marga]] yang mengambil istri dari anak kita(anak perempuan kita).{{fact}} Sikap lemah lembut terhadap boru perlu, karena dulu borulah yang dapat diharapkan membantu mengerjakan sawah di [[ladang]].<ref name="Sitanggang"/> tanpa boru, mengadakan pesta suatu hal yang tidak mungkin dilakukan.{{fact}}
 
3. Manat mardongan tubu/sabutuha, suatu sikap berhati-hati terhadap sesama marga untuk mencegah salah paham dalam pelaksanaan acara [[adat]].{{fact}} Hati –hati dengan teman semarga. Kata orang tua-tua “hau na jonok do na boi marsiogoson” yang berarti kayu yang dekatlah yang dapat bergesekan.{{fact}} Ini menggambarkan bahwa begitu dekat dan seringnya hubungan terjadi, hingga dimungkinkan terjadi konflik, konflik kepentingan, kedudukan dll.<ref name="Sitanggang"/>
Inti ajaran Dalihan Natolu adalah kaidah moral berisi ajaran saling menghormati(masipasangapon) dengan dukungan kaidah moral: saling menghargai dan menolong.<ref name="Aritonang"/>, dkk> Dalihan Natolu menjadi media yang memuat azas hukum yang objektif. {{fact}}
 
== [[Lembaga Adat Dalihan NatoluNa Tolu]] ==
 
Di [[Tapanuli]] telah diterbitkan Perda No. 10 tahun 1990 tentang Lembaga Adat Dalihan Natolu, yaitu suatu lembaga adat yang dibentuk Pemda Tingkat II, sebagai lembaga musyawarah yang mengikutsertakan para penatua adat yang benar-benar memahami, menguasai dan menghayati adat istiadat di lingkungannya. (Pasal 5 dan 8 Perda No. 10 Tahun 1990).<ref name="Aritonang"/>
Baris 39:
{{Alat-stub}}
 
[[Kategori:Peralatan dapurBatak]]
[[Kategori:Budaya]]
[[Kategori:Filsafat]]