Karya Gereja: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
{{kelayakan}} plus gaya bahasa tidak ensiklopedis
Erik Evrest (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
'''[[Bisnis]] [[gereja]]''' merupakan bisnis sebuah lembaga yang ada dalam gereja yang berurusan dengan bisnis nyata dan mempunyai omset miliaran rupiah, meskipun misi sosialnya tetap menjadi prioritas. Sebagai sebuah lembaga, gereja tentu ingin berkarya melalui usaha-usaha yang bisa menghidupinya. Ada banyak bidang dalam bisnis yang bisa digarap.
{{kelayakan}}
'''Bisnis gereja''' ibarat memiliki holding company. Ada banyak lini bisnis yang bisa digarap. Tinggal pandai-pandainya pihak gereja menangkap peluang itu. Dalam ritual misa, sebenarnya terbuka peluang bisnis yang cukup besar.
 
==Bisnis ibadat==
 
Dalam ritual [[misa]], sebenarnya terbuka peluang bisnis yang cukup besar. Dalam ibadat misa mutlak diperlukan [[roti]] tak beragibe[[ragi]] yang disebut [[hosti]]. Hosti asli dalam “perjamuan“[[perjamuan Terakhir”terakhir]]” berupa adonan [[tepung gandum]] yang dibuat dengan lempengan selebar 20-30 cm, dengan ketebalan 2-3 cm yang dipanggang. Sementara anggur yang digunakan adalah [[anggur merah]] (red [[wine]]). Hosti dan anggur ini harus diproduksi secara benar oleh pihak yang berkompeten. Untuk gereja [[Katolik]], jenisnya harus seragam.
 
Hosti banyak diproduksi oleh biara di Indonesia, sementara anggurnya harus diimpor dari [[Australia]]. Di sana kebun anggur itu dimiliki oleh Ordo JesuitYesuit. Maka tak pelak lagi kebutuhan anggur misa di Indonesia dimonopoli oleh Jesuit[[Yesuit]]. Jesuit[[Yesuit]] adalah sekte terbesar di dunia. Sementara di Indonesia mereka di urutan kedua. Sekte terbesar di Indonesia adalah [[Serikat Sabda Allah]] (SVD).
 
Selain masalah hosti dan anggur, tempat misa juga bisa menjadi lahan bisnis. Kalangan Nasrani juga berkreasi dengan membuat [[Misa Jum’atanJumatan]]. Misa Jum’atanJumatan digelar juga di perkantoran, bahkan di hotel berbintang. Untuk menarik minat jemaat dan menghasilkan keuntungan, panitia mengundang para pengusaha kelas atas, artis dan tokoh-tokoh mereka. Dalam misa ini diadakan [[kolekte]] ([[persembahan]]).
 
Hasil uang kolekte misa hotel berbintang ini ternyata mampu menutup semua biaya dan sisanya masih sangat besar. Bahkan dalam perjalanan selanjutnya panitia misa akhirnya memasang tarif. Untuk kalangan [[Protestan]], kegiatan seperti ini bahkan diselenggarakan secara massal di [[Senayan]] [[Jakarta]]. Untuk menarik massa, mereka memberi embel-embel ‘penyembuhan’‘[[penyembuhan]]’.
 
==Bisnis Akomodasi==
 
Ladang bisnis selanjutnya adalah akomodasi. Gereja biasanya membangun rumah, wisma, panti asuhan dan asrama untuk segmen bisnis ini. Untuk memfasilitasi jemaat yang akan melakukan retret (menyepi), di Kawasan [[Cisarua]], [[Cipanas]], dan [[Lembang]] banyak dibangun rumah retret. Di Jawa Tengah dibangun di daerah [[Bandungan]], [[Yogyakarta]] di kawasan [[Kaliurang]] dan [[Kota Batu]] untuk wilayah [[Jawa Timur]]. Ada juga rumah retret yang menyatu dengan biara atau paroki, seperti Wisma KWI di [[Pondok Labu]], [[Jakarta Selatan]] dan Wisma Canossa di [[Pondok Aren]], [[Bintaro]], [[Tangerang]].
Baris 49 ⟶ 48:
 
Bisnis terakhir adalah bisnis politik dan kekuasaan. Saat ini ada dua partai Kristen yang cukup besar, [[Partai Kasih Demokrasi Indonesia]] (PKDI) dan [[Partai Damai Sejahtera]] (PDS). Melalui dua partai ini dan partai-partai sekuler lainnya, kepentingan Kristen di kancah politik diperjuangkan. Salah satu hasilnya, hampir 30% gubernur di Indonesia dari kalangan Kristen.
 
==Kontroversi==
 
===Kasus Korupsi===
 
Karena gereja mengelola asset yang sangat besar maka [[korupsi]] pun manjadi tidak terelakkan. Menurut F. Rahardi, uang hasil korupsi itu pertama tentu untuk orangtua, saudara, keponakan dan sanak famili. Kedua, bisa saja untuk teman selingkuhnya. Sebab perselingkuhan juga terjadi diantara anggota tarekat (pastor dan bruder dengan suster) atau pastor dan bruder dengan wanita biasa. Di lingkungan gereja Bethany misalnya, Pdt. Abraham Alex dituduh hanya jualan Firman Tuhan dan menarik dana dari jemaat kaya.
 
Tentang skandal korupsi di gereja ini telah diulas oleh [[George Junus Aditjondro]], melalui bukunya “Gereja dan Penegakan HAM”. Beberapa skandal korupsi diulas dalam buku yang diterbitkan oleh Penerbit Kanisius,Yogyakarta itu.
 
Kasus manipulasi bantuan Jemaat-Jemaat Gereja Kristen [[Sulawesi Tengah]] (GKST) untuk para korban tsunami di [[Aceh]] dan [[Nias]] pada akhir 2005 adalah salah satu contohnya. Menurut Investigasi BPKP GKST pada 12 Desember 2005, hasil sumbangan 61 jema’at GKST yang diperuntukkan bagi para korban Tsunami dan Nias telah terkumpul sebanyak Rp 27.538.450. Namun, pengelola gereja di bawah Majlis Sinode (MS) GKST di Tentena sebagai pihak yang diserahi jema’at malahan tidak menggunakan amanah itu sebagaimana mestinya. Sejumlah 24,5 juta dari dana bantuan Jema’at “dipinjam” oleh MS GKST, sedangkan sisanya berada di tangan Bagian Keuangan Badan Pekerja Sinode (BPS) GKST .
 
Menurut Junus, kasus yang sama juga dilakukan MS GKST terhadap bantuan untuk korban bom di Pasar Tentena,yang berjumlah sebesar Rp 338 juta lebih. Dari jumlah bantuan itu, hanya Rp 162 juta lebih yang dimanfaatkan untuk kepentingan para korban, tapi Rp 25 juta lagi-lagi “dipinjam” oleh MS GKST. Bagi Junus, kebijakan seperti ini jelas tidak etis karena “merampas” hak para korban bom di Pasar Tentena.
 
Kasus manipulasi bantuan jema’at yang cukup besar juga terjadi pada Yayasan Peduli Kasih Hurian Kristen Batak Protestan (YPK HKBP) pada tahun 2007 yang lalu. Berdasarkan analisis Junus, YPK HKBP telah menyalahgunakan dana bantuan Tsunami untuk ratusan anggota Jema’at HKBP di Meulaboh, Aceh Barat sebesar satu milyar lebih atau tepatnya Rp 1.058.228.513. Dana itu berasal dari bantuan dermawan-dermawan di luar negeri serta kolekte (persembahan) Jema’at-Jema’at HKBP se-indonesia yang total seluruhnya sebesar Rp 10.792.529.725 yang dihimpun oleh Yayasan Peduli Kasih HKBP sendiri. Fakta ini terkuak dalam laporan hasil audit dana bantuan kemanusiaan untuk bencana alam Tsunami No. 12/BA/VIII/HKBP/2007 yang ditandatangani oleh Ketua Badan Audit HKBP, Djawakin Sihotang, dan ditunjukkan kepada Majlis Pekerja Sinode (MPS) HKBP tertanggal 24 Agustus 2007.
 
Di Perancis, bahkan ada seorang pendeta Katolik yang ditangkap karena melakukan penggelapan uang. Romo Antoine Videau telah menggelapkan uang sebesar Rp. 3.388.000.000 selama lebih dari dua puluh tahun dengan mencuri persembahan yang berada di gereja dan menyewakan gereja serta perlengkapan gereja kepada orang lain. Hasil penggelapan yang dia lakukan itu sudah menghasilkan sebuah mobil Ferrari yang dikendarainya setiap kali bepergian, tinggal dengan seorang wanita simpanan dan terkenal dengan sebutan ‘Playboy Padre’, dan mempunyai 28 akun bank.
 
Saat ini, Videau yang telah berumur 64 tahun tersebut juga sudah membeli berbagai vila. Pendeta itu juga menyelewengkan 850 juta dari keuskupan setelah dia membuat surat wasiat dari seorang pastor senior. Dia juga menghabiskan dana santunan gereja untuk kesenangannya di [[Las Vegas]].
 
==Referensi==
 
* [http://www.suara-islam.com/news/tabloid/suara-utama/1189-membongkar-rahasia-bisnis-gereja Membongkar Rahasia Bisnis Gereja]
* [http://books.google.co.id/books?id=cjSru99LiP8C&pg=PR3&lpg=PR3&dq=bisnis+gereja&source=bl&ots=qNqGuYwsKG&sig=3YOaYTOz_cawUqH4ypRnTzGfJP4&hl=id&ei=QJ2qTezSD4ukvgPV782ZCg&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=8&ved=0CFYQ6AEwBw#v=onepage&q&f=false Menguak Rahasia Bisnis Gereja oleh: F. Rahardi]
 
[[Kategori:Bisnis dan Industri]]