Njoo Cheong Seng: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Ibrahimmusa (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
Ibrahimmusa (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
{{Infobox_Celebrity
| name = Njoo Cheong Seng
| image = Njoo Cheong Seng.jpg
| birth_date = {{birth date|1902|10|6}}
| birth_place = {{negara|Indonesia}} [[Bangkalan]], [[Madura]], [[Indonesia]]
| death_date = {{death date and age|1962|10|6|1902|10|30}}
| death_place = {{negara|Indonesia}} [[Jakarta]], [[Indonesia]]
| occupation = Sutrada Film
| spouse = [[Fifi Young]]
}}
'''Njoo Cheong Seng''' ({{lahirmati|[[Bangkalan]], [[Madura]]|6|10|1902|[[Jakarta]]|30|10|1962}}), adalah seorang [[sutradara]] [[Indonesia]] di era tahun [[1940]]-an. Karya filmnya banyak dimainkan oleh [[aktris]] terkenal di era [[Fifi Young]].
Baris 7 ⟶ 18:
Sebagian besar novelnya mengambil lokasi cerita yang berhubungan dengan berbagai daerah di [[Indonesia]], karena ia kerap kali berkeliling
[[Indonesia]] dan negara tetangga dalam lawatan rombongan sandiwaranya. Namun kebanyakan
Pada saat [[film]] mulai marak di [[Indonesia]], Njoo mulai bekerja sama dengan Fred Young, yang mengajaknya pertama kali ke dunia perfilman. Karena pengalaman Njoo yang telah lama dalam dunia panggung [[sandiwara]], terutama dalam hal menulis [[skenario]], akhirnya Njoo Cheong Seng muncul menjadi sosok yang dapat diandalkan oleh Fred Young. Kebetulan juga keduanya mempunyai impian yang sama dalam memproduksi film, Fred Young dan Njoo Cheong Seng sama-sama menyukai film-film yang berbau kolosal.<ref name="tp">[http://tanjungpinangpos.co.id/2011/03/mari-kita-mengenal-njoo-cheong-seng/ Njoo Cheong Sheng di Tanjung Pinang Pos], Tanjungpinangpos.co.id, diakses 22 April 2011</ref>
Dengan Majesti Pictures, mereka menghasilkan dua [[film]], yakni ''Djantoeng Hati'' dan ''Airmata Iboe''. Kedua [[film]] ini adalah [[film]] drama yang penuh dengan airmata serta parade hiburan dan nyanyian. Bintangnya serba gemerlap, terdiri dari kaum berpendidikan tinggi, dengan harapan [[film]] yang dibuat juga akan ditonton oleh golongan atas dan kaum berpendidikan. Pada periode tahun [[1940|1940-an]], tumbuh keinginan agar [[film]] juga memiliki segmen yang lebih luas dan bisa diterima oleh kalangan baik-baik dan terpelajar. Hal ini merupakan upaya untuk menyongsong kemajuan jaman, yang dituntut juga oleh Pergerakan Nasional saat itu.<ref name="tp" />
Memasuki tahun [[1941]], masyarakat perfilman sudah merasa berat menghadapi tuntutan publik terpelajar dan pers perjuangan. Apa yang mereka inginkan dianggap tidak proporsional. Sebaliknya, kalangan publik terpelajar terus saja meningkatkan harapan mereka, sesuai dengan meningkatnya tuntutan menyiapkan diri untuk menjadi bangsa yang merdeka.<ref name="tp" />
|